5. Seni Seviyorum

74 11 6
                                    

Istanbul, Musim semi 2018

Seperti biasa, dari agency kularikan mobilku menuju kafe langganan. Di sana, gadis Indonesia berhijab biru telah menunggu sepulang dari kursus Bahasa Turki. Ia menyambutku dengan senyum manis diantara kedua lesung pipitnya yang menggemaskan. Aku langsung duduk memandang mata dengan binar yang selalu menggetarkan hati. Tawa kami berderai saat jemari lentik itu menyuapkan sepotong baklava ke mulutku yang langsung melahapnya.

"Tömer hari ini, apa yang sudah kamu pelajari?" tanyaku memulai percakapan.

"Emmh ... apa, ya? Lumayan banyak sih," jawab Naz. Caranya memainkan bola mata membuatku bertambah greget.

"Contohnya?" pancingku.

"Seni seviyorum,"

"Ben de seni seviyorum."

"Hah?"

"Itu tadi kamu bilang, tahu nggak artinya?"

"I love you"

"I love you too."

Menyadari baru saja kukerjai, ia langsung memukul bahuku. Suka sekali melihatnya salah tingkah dengan wajah memerah. Aku terbahak menanggapinya. Ah, gadis ini memang tak pernah membosankan jika berada di dekatnya. Seandainya ia tahu kalimat yang kuucapkan tadi adalah benar dari hatiku.

"Aku mau kerja," ujarnya tiba-tiba.

"Kerja?" Hampir tersedak karena kaget, kuhentikan tegukan ayran dari gelas. Lidahku sibuk menjilati busa yogurt dari ayran yang menempel di bibir.

Naz mengangguk dengan pasti sambil menggigit-gigit ujung sedotan.

"Bukannya mau lanjutin kuliah?" tanyaku merasa heran.

"Bosan! Kuliah kan masih lama, nggak ada salahnya kalau kuisi dengan kerja dulu," jelasnya.

"Kerja apa? Di mana?" tanyaku.

"Justru aku nanya, siapa tahu kamu ada informasi." Wajahnya memberengut manja.

"Di kantorku aja. Kebetulan lagi membutuhkan seorang copywriter." Ide itu terlintas begitu saja di kepalaku.

"Beneran? Wah, mau banget!" sambutnya dengan mata berbinar seperti kerlip bintang.
Naz terlihat antusias menyambut tawaran pekerjaan itu. Ia setuju ketika kuberi kesempatan kerja secara freelance, agar tak mengganggu perkuliahannya nanti. Hanya saja, kupikir kakaknya pasti tak setuju. Terang saja karena Fahri tak menyukaiku setelah kejadian itu. Oh, aku bisa bujuk Ayla untuk merayu suaminya agar mengizinkan adiknya bekerja. Ya, hanya itu cara yang keluar dari otakku. Dengan begitu, aku akan sering-sering bertemu gadis yang sudah merebut hati ini.

"Kakakmu, bagaimana?" tanyaku. Naz terdiam sejenak. Dari raut wajahnya yang memuram tersirat keraguan.

"Aku bingung," keluhnya. Aku tahu perasaanmu saat ini, Naz.

"Nanti kubicarakan dengan Ayla Abla, tenang aja!" Aku pun mencoba mencari jalan keluar.

Segera kutelepon saudara sepupu Indonesiaku itu. Kusampaikan tawaran kerja untuk Naz itu dan meminta Ayla membujuk suaminya untuk mengizinkan. Ayla pun berjanji akan berusaha meyakinkan suaminya. Aku jadi tak sabar menunggu kabar sampai esok hari.

***

Berhasil! Ayla memberi kabar membahagiakan. Tadi malam, setelah Naz menyampaikan maksudnya, ia membantu adik iparnya mendapatkan izin kakaknya.

Ayla bilang, awalnya Fahri marah dan tak setuju jika Naz berhubungan denganku, apalagi bekerja di kantorku. Namun, Naz bersikeras ingin bekerja dengan alasan mau mandiri, tak tergantung sepenuhnya kepada keluarga. Pada saat itulah Ayla meyakinkan suaminya bahwa  perusahaanku yang cocok dengan kemampuan Naz, juga bisa menyesuaikan dengan jadwal kuliahnya nanti. Akhirnya setelah mengeluarkan rayuan maut, Ayla berhasil membuat Fahri tak bisa menolak lagi. Naz juga sudah pasti sangat gembira.

Merhaba, Aşkim! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang