İstanbul, musim panas 2019[Siapa itu yang berfoto-foto denganmu di Instagram?]
Sebuah pesan singkat dari nomor yang tak dikenal mengagetkanku. Nomor Indonesia. Tetapi siapa? Lebih baik tak usah kujawab. Namun setengah jam kemudian menyusul pesan yang sama. Masih kubiarkan, meskipun agak penasaran dengan si pengirimnya.
[Jawab, Naz!]
Ah, aku baru tersadar. Model pesan dengan penekanan seperti ini, dari siapa lagi kalau bukan dari Haikal. Akan tetapi, dari mana ia tahu nomorku, juga unggahan di instagram itu? Bukankah semua nomor kontak dan akun sosmed-nya sudah kublokir?
Lebih baik kublok lagi nomor itu. Aku sudah tak mau berurusan dengan makhluk super posesif itu. Membiarkan aku berhubungan dengannya lagi berarti aku siap tersiksa lahir batin. Aku tak mau terjadi lagi dalam hidupku. Lebih baik men-jomblo daripada hidup terkekang bersamanya. Cukuplah ia menjadi bagian masa lalu. Yang mengenalkan bagaimana manis pahitnya mencintai dan dicintai.
Dua hari kemudian, sebuah panggilan telepon dari nomor berbeda lagi kembali mengejutkan. Masih nomor Indonesia. Lebih kaget lagi saat tahu yang menelepon adalah Haikal. Ia memberitahukan bahwa ia telah berada di Ataturk International Airport. Sesaat aku termangu karena bingung harus bagaimana menghadapi manusia keras kepala itu. Ia memang sengaja datang untuk menemuiku.
Ya Tuhan! Bantu aku untuk menghadapi ciptaan-Mu yang ndableg itu. Beri aku kekuatan serta kesabaran yang tinggi.
Aku masih di kantor ketika beberapa kali Haikal memanggilku dari ponsel. Tak kujawab karena sesungguhnya aku masih bingung. Kulihat 23 panggilan tak terjawab menghiasi pemberitahuan di layar persegi itu. Ah, masa bodoh! Bukan salahku, karena sudah dibilang bahwa aku tak mau dihubunginya lagi. Terserah!
Namun bukan Haikal namanya kalau usahanya sia-sia. Apa pun akan dilakukan demi niatnya tercapai. Kak Fahri mengabari bahwa Haikal saat ini sudah berada di rumah. Kalut. Hanya kata itu yang kini kurasa. Heran saja bagaimana bisa ia tahu rumah Kak Fahri?
Secepatnya aku meninggalkan kantor sebelum Kak Fahri ngamuk-ngamuk. Jelas sekali kakakku itu sangat tak suka kepada Haikal. Bukan hanya sekarang, tetapi dari dulu sejak aku mengenalkannya pada keluargaku.
"Ia sudah pergi. Buat apa ia datang ke sini? Kamu sengaja mengundang?" ujar Kak Fahri dengan sengit ketika kutanyakan keberadaan Haikal.
"Enggak, Kak! Demi Allah, aku nggak tahu ia mau datang ke sini." sanggahku. "Mungkin aja ia punya urusan bisnis di negara ini, dan kebetulan ingin mampir."
"Pokoknya ingat ya, Naz! Kakak nggak mau lihat kamu berhubungan dengan laki-laki dulu. Siapa pun itu!"
Mati! Kalau sudah berkata begitu, tak ada tawar menawar lagi dengan kakakku.
"Ya udah, Kak! Aku balik lagi ke kantor. Ada yang harus kubereskan. Lagian aku nggak izin dulu untuk keluar tadi."
Kak Fahri terdiam membiarkan aku beranjak untuk menghidupkan lagi skuter, lalu meninggalkannya.Sampai di agency lagi, Emir sudah berdiri menghadang di depan pintu ruanganku.
"Dari mana saja? Aku tadi mencarimu tapi tak ada di tempat. Sudah kubilang, kalau meninggalkan kantor, permisi dulu!"
Ucapannya yang bernada ketus membuatku naik darah seketika. Dia sama saja dengan kakakku.
"Aku ke rumah dulu tadi. Ada urusan mendadak!" sahutku sama ketusnya. "Lagian tadi aku nggak lihat kamu."
"Seenggaknya kamu bisa kasih tahu temanmu atau HRD ... atau Sekuriti!"
"Baiklah, Emir Bey! Aku janji tak akan mengulangi lagi!" jawabku sambil masuk ke ruangan dengan membanting pintu. Aku tak tahu lagi reaksinya setelah itu. Uh! Hari ini benar-benar membuatku serasa mau gila!
Baru saja membuka laptop yang tadi kutinggalkan, ponsel berbunyi tanda menerima sebuah pesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Merhaba, Aşkim! [Completed]
Storie d'amore"Menghapus tatto di tubuhku memang sakit, tapi tak seberapa pedih bila dibanding saat tak diterima oleh keluargamu. Apapun akan kulakukan meski harus menghafal 30 juz Alquran, demi mendapatkanmu." "I AM A TURKISH MAN, BROTHER! Seorang lelaki Turki...