21. Rasa yang di bungkam

31.4K 4.3K 1.2K
                                    



***

Jalanan sudah gelap. Sisi kiri kanan jurang. Cuaca sudah sangat dingin.

Mereka salah mengambil jalur, mengakibatkan jadwal tiba di Ujung Genteng terlambat dari apa yang di prediksikan.

"Anjim banget rasanya, dingin coy," ujar Revan mengusap-usap kedua telapak tangannya.

Cimi dan Rey mengangguk membenarkan.

"Kak, berhenti boleh gak sih? Hubungi anak yang bawa pick-up, mau ambil jaket dulu, ini Lala gak tahan," ujar Lala.

Sea pun sama. Ia mulai mengusap-usap kedua lengannya. Barang dan segala tetebengeknya ada di dalam bak mobil pick-up yang di kendarai oleh Frans.

"Van, hubungi mereka, di depan kayanya ada tempat peristirahatan," ujar Galaksi dengan mata yang masih fokus ke depan. Sesekali mobil menabrak jalanan yang tidak datar membuat Sea reflek harus berpegangan pada hand grip handle.

Revan mengangguk, lalu mengkoordinasi anak-anak yang lainnya.

"Itu kayanya bisa berhenti deh Kak," usul Sea menunjuk ke beberapa mobil yang terparkir di tepi jalan.

Galaksi mulai menepi, mencari tempat aman untuk parkir.

"Uwu banget sih, ada air terjunnya," ujar Lala keluar bersama Revan.

Cimi dan Rey ikut keluar, menatap kiri-kanan, seperti adegan banyak pohon cemara.

Suasana remang. Suara air terjun bersahutan. Banyak saung-saung di tepi jalan.

"Gak ke toilet?" tanya Galaksi.

Mobil rombongan Aurel pun sudah tiba juga di belakang, terbukti dengan bergabungnya anak-anak lain.

"Enggak."

"Ada yang mau kamu ceritakan?" tanya Galaksi.

"Enggak," jawab Sea mantap. Mulut Galaksi ini penuh dengan bisa. Otaknya pun melebihi cenayang. Sea tidak mau rahasianya kembali di buka secara blak-blakan oleh Galaksi.

"Nanti tolong bangunkan saya kalau memang anak-anak udah kelar," ujar Galaksi menurunkan kursinya untuk siap dalam posisi tidur.

Sea diam. Ia membiarkan Galaksi mulai tertidur. Pikirannya masih saja kalut.

Tidak lama di rasa tenang, mata Sea menyapu anak-anak yang tampak menikmati perjalanan ini. Setelah secara beramai-ramai membongkar mobil dan memakai jaket, anak-anak mulai mengabadikan potret diri.

"Kak Galaksi? Di dekat sini ada penginapan gak?" tanya Sea.

Baginya, Galaksi tidak benar tidur, sebab tidak ada deru napas beraturan yang terdengar.

Galaksi yang masih dalam keadaan mata tertutup menjawab "Gak tau."

Tok-tok-tok

Galaksi membuka matanya dan kembali duduk.

Gerak gerik mulut Wisma tanpa suara terlihat jelas dari dalam mobil.

Galaksi menautkan alisnya "Kenapa?" tanya Galaksi.

Tok-tok-tok

"Sampe matahari terbit juga gak bakal denger anjim, buka!" bentak Wisma dari luar.

Galaksi membuka kaca mobilnya.

"Nyari yang hangat-hangat tuh di warung kopi, bukan berduaan di mobil. Keluar lu! Gak enak di liatin yang lain!" ujar Wisma galak.

Sagala Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang