03. Hi Hello

474 61 0
                                    

Ada banyak alasan untuk tertarik dengan seseorang. Pria bisa tertarik dengan wanita dengan berbagai alasan dan berbagai cara, salah satunya pada Jae. Jika di tanya apa alasan Jae menyukai Kalea sebenarnya sederhana, saat pertemuan pertama mereka. Saat Kalea pingsan dan Jae adalah orang pertama yang menemukan, menggendong wanita itu sampai ke ruang kesehatan dengan panik.

Di mulai dari obrolan pertama antar keduanya,

"Mendingan?"

"I-iya pak, udah."

"Kalea, asisten pribadi Wildan kan?"

"Hallo pak, saya."

Senyum Jae terangkat mengingat itu.

Hallo, sebuah dari awal mula. Hallo, kata yang tidak berarti apa-apa sebelumnya setelah mengatakan ini satu sama lain cerita kita di mulai. Bahkan senyum canggung Kalea masih teringat jelas di ingatan Jae.

Jae teringat bagaimana pertemuan pertama dengan Kalea beberapa hari lalu di Cafe setelah dua tahun tidak saling bertatap muka. Biasanya Jae dengan mudah mengetahui perasaan Kalea hanya dengan menatap manik mata wanita itu tapi kali ini tatapan Kalea berbeda, samar-samar, tidak jelas. Jae tidak bisa membaca apapun emosi yang ada.

Apa orang sesulit itu untuk di baca?

Jae bahkan sudah mengenal Kalea cukup lama dengan baik tapi kali ini Jae tidak bisa menemukan jawaban. Binar mata yang dulu selalu bersinar kini hilang entah kemana.

Tatapan kosong dan suara helaan nafas Kalea terus berputar di pikiran Jae tanpa henti. Seberapa banyak luka yang Kalea tanggung selama dua tahun terakhir? Berapa banyak masa sulit yang Kalea lewati? Apa Kalea makan dengan baik? Apa Kalea kesepian? Pipi gembul kesukaan Jae kini terlihat tirus, apa Kalea sedang diet? Tapi untuk apa?

Berbagai pertanyaan selalu muncul di pikiran Jae tapi tidak sanggup bertanya.

Luka yang sampai sekarang belum mengering hanya saja tidak basah. Luka yang Jae tidak mau ingat, tapi semakin tidak mau, semakin kuat ingatan itu. Jika di tanya apa saja usaha yang Jae lakukan untuk melupakan Kalea sesungguhnya banyak. Jae bahkan menghindari semua omongan yang ingin membicarakan masa lalunya dengan Kalea, tapi Jae tidak mampu, semakin di hindari semakin Jae merindukan.

Karena Jae merindukannya, Jae makin merasa kesepian. Persetan dengan rindu, Jae merindukan Kalea. Jae membutuhkan Kalea sekarang.

Berdamai dengan rasa sayang yang harus diikhlaskan karena tidak bisa di miliki kembali itu lama juga ya, menyakitkan.

"Mas, besok lo kosong?" tanya Brian yang sedang berada di kamar apartement Jae.

Jae terlonjak, "Kenapa?"

Brian menunjukan ponsel, "Pada ngajak ke rumah Wildan minggu pagi, lo bisa?"

Jae mengangguk, "Bisa."

Jae menatap ponsel miliknya, memperhatikan kontak bernama Kalea beberapa menit. Jae masih menyimpan semua dengan baik, nomor telefon, foto, video, bahkan pesan dua tahun kemarin, masih tersimpan tanpa Jae hapus satupun.

Brian melihat itu, kembali melihat Jae dua tahun lalu diam dengan tatapan kosong. Tidak melakukan apapun tapi selalu menghela nafas berat seolah habis bekerja seharian yang membuat tubuh sangat lelah.

Brian mengira Jae akan kembali seperti semula dalam satu tahun seperti saat Jae melupakan Sonia, tapi dugaan Brian salah. Dalam kasus Kalea berbeda, bahkan sudah tahun kedua tapi Jae masih sama, masih di sana dan terperangkap dalam bayang masa lalu. Jae hidup, raganya di sana, melakukan aktivitas seperti biasa, bahkan tetap berjalan, tapi kosong tanpa tujuan. Setelah dua tahun dan bisa kembai tersenyum, Brian kira jiwa Jae akan kembali, ternyata tidak, lagi-lagi Jae masih terjebak di sana. Brian tau ini tidak mudah untuk Jae tapi Brian yakin ini juga tidak mudah untuk Kalea.

[1] For Us - DAY6 Jae ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang