10. Ketenangan

315 48 3
                                    

Kalea sudah membaca berita itu kemarin, beberapa komentar berhasil membuat Kalea gelisah sepanjang malam hingga pagi. Saat jantung berdetak lebih cepat kedua tangan Kalea bergetar membuat nafasnya memburu, Kalea bahkan terus monda-mandir di dalam kamar, beberapa bulir keringat terlihat jelas di kening.

Kalea mendudukan diri, menyenderkan tubuh pada dinding mencoba mengingat setiap kejadian makan malam bersama Jae. Kalea ingat betul bahwa restoran tersebut cukup sepi dan Kalea tau restoran itu sudah menjadi langganan Jae dan Enam Kawan sejak lama yang banyak orang tidak ketahui kecuali orang terdekat, tapi bagaimana bisa berita itu tersebar? Apa malam itu Jae di ikuti seseorang?

Kalea menarik nafas dan hembuskan untuk beberapa kali, coba menenangkan pikiran.

Dering ponsel membuat Kalea tersentak, nafasnya menjadi terengah-engah.

"I-iya?"

"Kal gue ke kamar lo ya?"

"Gue aja yang ke kamar lo."

"Oke, pintu enggak gue kunci biar lo langsung bisa masuk."

"Iya, gue kesana ya."

Kalea keluar mengunci pintu kamar, memperat kupluk pada hoodie hitam yang melekat pada tubuh. Memasuki lift Kalea menunduk, entah kenapa setelah membaca berita tersebut Kalea menjadi sedikit khawatir jika orang lain melihat wajahnya walaupun tau penghuni apartemen rata-rata tidak begitu peduli atau memperhatikan.

Jari Kalea bergetar selama keluar kamar, menaiki lift dan berjalan ke arah kamar Jae. Kalea memegang kenop pintu dengan gugup, berharap dirinya tidak runtuh di hadapan Jae. Kalea membuka pintu apartemen perlahan, melihat Jae dengan sorot mata lelah tapi masih menyambut Kalea dengan seulas senyuman yang bisa berarti lebih dari satu arti, Kalea malah menunduk menghindari tatapan.

Kalea mendekat, Jae menghampiri.

Jae memegang kedua bahu Kalea yang Jae bisa rasakan wanita itu sedikit bergetar.

"Maaf."

Kalea mendongak mencoba menatap Jae. Sorot mata gelisah bisa Kalea lihat walaupun Jae tersenyum seolah memberikan kekuatan tapi Kalea rasa Jae juga menahan.

"Lo pasti kaget ya? Maaf ya semua karena gue."

Kalea menggeleng pelan, "No... mungkin waktu itu emang lagi banyak orang makanya terlihat jelas."

Kalea kembali menunduk, menatap lantai dan jari jemari kakinya dan Jae yang sangat berbeda, "Jari lo panjang, ukuran sepatu lo masih sama ga ya..." gumam Kalea dan Jae bisa mendengar.

Jae mendongakkan dagu Kalea dengan jarinya. Senyum Jae terangkat diikuti dengan matanya yang menyipit ketika menatap netra Kalea, "Kalea, gue tau ini pertama kalinya lo melihat berita tentang diri lo walaupun wajah lo enggak terlihat langsung tapi lo pasti shock ya."

"Komentarnya..."

Jae melihat tangan Kalea bergetar, mengambil kedua tangan kecil itu kemudian di genggam, mengelus punggung tangan Kalea dengan lembut.

"Gue mohon jangan lo baca."

"Mereka marah sama lo karena dekat sama gue..."

"Gapapa kalau gue yang di marahin."

"T-tapi Jae..."

"Gue gamau lo berpikir hal buruk, gue enggak tahan lihatnya, Kal."

Kalea menggeleng cepat, "Lo enggak akan tau rasanya, Jae. Di saat orang lain akan memuji lo, gue yang di samping akan di bicarakan dengan buruk. Apa lo tau rasanya di bandingkan? Gue enggak marah tentang mereka yang bilang gue ga pantas buat lo karena gua sadar itu, tapi setelah gue baca "Jae terlalu baik untuk wanita yang terlalu biasa itu." anehnya itu menjengkelkan. Apa gue seburuk itu sehingga enggak bisa dapat yang baik? Level lo berbeda dengan gue. Benar lo baik, bahkan sangat karena itu gue tau bahwa mungkin lo dan gue ga bisa bersama."

[1] For Us - DAY6 Jae ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang