04. Pernyataan Cinta

5.6K 571 10
                                    

Shafa memberikan helmnya pada Rama. Lalu kemudian Shafa membenarkan hijabnya yang sedikit berantakan.

"Udah cantik." ucap Rama.

"Aku emang cantik." balas Shafa.

"Ara, kamu beneran gak mau kasih tahu abang siapa yang nganterin kamu pulang semalam?"

"Abang Rama kepo, deh. Kan udah aku bilangin kalau itu temen."

Rama menatap adiknya tidak percaya.  Dia mengalihkan pandangan ke arah lain. Melihat ke arah klinik di seberang. Rama memincingkan matanya agar dapat melihat dengan jelas apa yang baru saja dilihatnya.

"Abang mau sampai kapan disini?" tanya Shafa, biasanya juga Rama langsung pamit pergi.

Rama kembali melihat Shafa, "Iya, ini mau langsung cuuuss." jawabnya.

"Kalau ada apa-apa langsung kabari abang. Abang pamit dulu, assalamu'alaikum."

"Iyah siap! Wa'alaikumussalam. Hati-hati di jalan bang."

Rama mengangguk.

Shaka tersenyum melihat ke arah Shafa yang baru saja datang. Shafa berdiri tegak dari bersandar di kap mobil saat melihat Shafa yang berbalik arah.

Shafa mengayunkan langkah kakinya menuju klinik sesaat setelah Rama pergi.  Shaka tersenyum lebar begitu Shafa berada di depannya tapi tunggu dulu kenapa Shafa tidak menyapanya bahkan tidak membalas sapaannya. Sebenarnya Shafa melihat kearah Shaka tapi dia mengabaikannya dan lanjut masuk ke dalam klinik.

"Saya di cuekin aja nih?"

"Sayang loh orang ganteng kayak saya ini di cuekin aja."

"Lihat saya bawa apa?"

"Cantik, kan?"

"Suka gak?"

"Kamu kok cuma diem aja?"

"Ah. Saya tahu pasti kamu saking sukanya sampai gak bisa berkata-kata."

Shafa menatap wajah Shaka yang tampak berseri-seri, bagaimana dia bisa menjawab setiap pertanyaan yang di lontarkan Shaka bila dia saja tidak diberikan kesempatan untuk menjawabnya, Shafa lalu beralih pada buket bunga mawar putih berukuran besar yang masih di pegang oleh Shaka.

"Iya saya gak bisa berkata-kata karena pak Shaka sendiri gak ngasih saya kesempatan buat ngejawab." ujar Shafa.

Shaka menyengir sambil menggaruk pipinya. Ia menatap gemas kearah Shafa.

"Bapak ngapain bawa-bawa bunga segala?" tanya Shafa heran.

Shaka tersenyum semakin lebar, membuat wajahnya terlihat semakin tampan."Buat kamu."

"Buat saya? "

"Iya, terus siapa lagi?"

"Diterima dong."

Shafa menerimanya, ia tersenyum menatap bunga ditangannya lalu kemudian mencium harumnya.

"Wangi."

"Suka?"

Shafa mengangguk tanpa sadar.

"Suka saya juga?"

Shafa kembali mengangguk tapi kemudian Shafa tersadar akan pertanyaan barusan. Ia mengangkat kepalanya menatap ke arah Shaka yang tengah tersenyum sumringah dan apa itu? Pipinya merona merah jambu.

Ya ampun, sepertinya Shafa telah melakukan kesalahan.

"Saya juga suka kamu bahkan saya cinta kamu." aku Shaka terang-terangan menyatakan perasaannya.

"Bukan itu maksudnya saya!"

"Masaaa?!"

"Iyaaaaa!!"

Shaka tertawa, ia mengangkat tangannya. Shafa segera menghindar begitu tangan Shaka akan menyentuh wajahnya.

Menyadari apa yang telah dilakukannya Shaka menarik kembali tangannya dan tersenyum canggung lalu menggumamkan kata maaf.

"Maaf saya terbawa suasana."

"Iyah, saya paham kok."

***


"Bapak enggak ada kerjaan lain apa? Dari tadi pagi sampai sekarang masih disini." tanya Shafa memperhatikan Shaka yang sibuk dengan macbook ditangannya.

Shaka mengangkat kepalanya, ia meletakkan macbook-nya di atas meja lalu kemudian berpindah duduk di kursi depan Shafa yang terhalangi oleh meja kerja Shafa. Shaka menopang kepalanya dengan kedua tangan matanya fokus melihat wajah Shafa.

"Saya colok nih matanya?!"

"Jangannn ... Nanti saya gak bisa lagi mandangin wajah cantik kamu dong."

Shafa mengarahkan pena yang dipegangnya kearah Shaka. Shaka memundurkan tubuhnya memandang takut kearah Shafa.

"Iya-iya saya cuma bercanda aja kok."

Shafa kembali menyimpan penanya pada tempat semula.

"Jadi kenapa bapak masih disini? Enggak ada kerjaan apa? Secara bapak, kan orang sibuk."

"Ada. Kerjaan saya banyaaaaak."

"Terus kenapa malah masih disini?"

"Mau ketemu calon istri saya."

"Siapa?" tanya Shafa polos.

"Kamu dong." jawab Shaka cepat.

Shafa mendengus."Memang saya udah terima lamaran bapak?"

Shaka menggeleng. Iya, memang Shafa sampai sekarang belum memberikan jawabannya, bukan belum tapi Shaka saja yang tidak menerima penolakan itu.

"Nanti juga kamu jawab iya."

"Percaya diri sekali."

"Oh jelas dong. "

Shaka terkekeh melihat raut wajah cemberut Shafa. Tapi tunggu dari tadi ada yang mengusik pikirannya.
"Jangan pake bapak dong emang saya kelihatan setua itu apa? Kamu aja. Masa sama calon suami manggilnya gitu." protes Shaka karena sekarang mendengar Shafa memanggilnya dengan sebutan 'Bapak' setelah sebelumnya melarangnya memanggil dengan sebutan "Anda".

"Kan suka-suka saya." ucap Shafa membalikkan kata-kata yang biasa di gunakan oleh Shaka.

Shaka diam. Suasana pun menjadi hening.

"Bapak kenapa sih ngejar-ngejar saya? Gak bosen?" tanya Shafa kemudian setelah lama hening.

"Saya enggak akan pernah bosan kalau perempuan itu kamu." jawab Shaka.

"Kan masih banyak perempuan lain. Bapak, kan pengusaha terkenal, punya banyak aset mewah, terus ganteng lagi. Saya yakin deh mereka pasti gak akan nolak kalau bapak ajak nikah." kata Shafa panjang lebar. Padahal sudah di ingatkan untuk tidak memanggil Shaka dengan sebutan itu tapi tetap saja. Shafa adalah Shafa.

Shaka mengangguk membenarkan. dia jadi mesem-mesem sendiri saat Shafa mengakui bahwa dia memang tampan.

Shaka berdeham pelan, meraih botol air mineral di depannya lalu meminum airnya setengah setelahnya barulah dia kembali menatap Shafa.

"Jangan lihat saya begitu!" tegur Shafa.

"Tapi kamu enggak suka saya dan juga nolak saya."

Skakmat!

Shafa benar-benar tertohok dengan kalimat Shaka barusan.

"Lagian orang yang saya suka itu kamu bukan mereka. Jangan suruh saya buat suka sama yang lain di saat saya sukanya kamu, Shafa. "

"Bapak, kan udah tau jawaban saya."

"Saya enggak akan nyerah, Shaf. Dari awal ketemu kamu, saya udah yakin kalau kamu itu jodoh saya."

"Kenapa Bapak bisa seyakin itu?"

Shaka tersenyum, dia tidak menjawab pertanyaan dari Shafa. Shafa menghela napasnya pelan, harusnya dia tahu kalau tidak ada gunanya menanyakan hal itu pada makhluk menyebalkan sejenis Shaka.

Marry Me! Shafara [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang