06. Suara Di Seberang

4.8K 495 13
                                    

Shafa memandang keluar jendela menatap rembulan yang bersinar terang. Saat sedang asyik menikmati suara-suara nyanyian alam ponsel Shafa berdering. Shafa melihat ponselnya yang menampilkan nomor tak dikenal. Shafa mengabaikan panggilan tersebut hingga deringnya berakhir. Mungkin saja panggilan iseng dari orang kurang kerjaan. Namun, akhirnya Shafa jengah saat ponselnya kembali berdering Shafa pun menggeser panel hijau di layar mengangkat panggilan tersebut.

Baru akan memberi salam kepada sang penelepon Shafa kembali mengatupkan bibirnya rapat saat mendengar suara di seberang. Shafa menjauhkan ponselnya dari telinga guna melihat kembali nomor sang pemanggil, Shafa menyerngit kembali mendekatkan ponselnya di telinga.

" Saya tungguin kamu dari tadi tapi gak muncul-muncul, kamu pulang duluan ya?" sembur seseorang diseberang begitu Shafa menerima panggilan tersebut.

Shafa menghela napas, belum juga ada beberapa detik tapi orang diseberang langsung memberondongnya dengan pertanyaan. Shafa menggeleng pelan meski tidak dapat di lihat oleh orang di seberang.

" Assalamu'alaikum, pak Shaka. Ada apa menelepon saya malam-malam begini." tanya Shafa pada sang penelepon.

Iya, orang diseberang sana adalah Shaka.

Diseberang, Shaka saat ini sedang mencak-mencak tidak jelas. Ia menengadah keatas menatap langit malam yang hampa tanpa hiasan kerap-kerlip bintang.

Shaka mendengus pelan,
" Wa'alaikumussalam, saya kan udah bilang kalau bakalan jemput kamu. Kok kamu nggak nungguin saya sih?" kata Shaka yang terdengar seperti rajukan di telinga Shafa.

" Loh, kan saya udah bilang kalau bapak gak perlu ngejemput saya."

" Tapi kan saya bilang mau jemput, harusnya kamu nungguin saya datang dong."

" Kurang kerjaan banget nungguin bapak dateng mending saya langsung pulang aja. "

Shaka menjadi gemas sekarang. Shaka jadi membayangkan bagaimana ekspresi Shafa sekarang pasti menggemaskan.

Shaka terkekeh pelan," Yaudah deh, nanti kapan-kapan pulang bareng saya ya, saya jemput. " kata Shaka bersandar di pintu mobil.

Shafa tidak habis pikir dengan pria satu ini, sudah ditolak masih saja menawarkan diri. Memang Shaka itu makhluk ajaib.

" Kalau saya nggak mau gimana? Lagian kan saya udah ada yang selalu ngejemput pulang. Bapak gak perlu repot-repot deh."

" Kalau kamu nggak mau saya paksa! Enggak ngerepotin sama sekali, justru saya tuh senang."

Shafa menggeleng sambil tersenyum tipis, dia sudah mulai terbiasa dengan sikap Pemaksa dari seorang Shaka. 
" Pemaksa!" cibir Shafa

" Nama tengah saya." kekeh Shaka diseberang.

Shafa mencebik sebal. Ah, Shafa jadi teringat sesuatu sekarang. Dia ingat bahwa sebelumnya Shafa tidak pernah memberikan nomor pribadinya pada pria itu, lalu dari mana Shaka mengetahui nomor pribadinya? Shafa jadi bertanya-tanya sekarang.

Shafa berdeham pelan setelah hening beberapa saat. " Ekhm, omong-omong bapak dari mana tahu nomor telepon saya?" tanya Shafa mengutarakan isi di kepala cantiknya.

Shaka memandang ke arah depan sedikit mendongak ke atas, lalu tersenyum tipis sambil mengusap-usap dagunya.

" Hm, tahu aja." jawaban dari Shaka sungguh tidak membuat Shafa puas.

Shafa memutar bola matanya jengah, " Bukan itu ih," ujar Shafa dengan sedikit kekesalan.

Shaka tertawa pelan mendengarnya,
" Terus apa dong?" tanya Shaka menirukan gaya bicara Shafa.

Marry Me! Shafara [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang