04

457 71 0
                                    

"Jeff, bagaimana kabar Mama mu?"

Suara dari seorang pria paruh baya mulai terdengar sembari mengambil ancang-ancang untuk memukul bola golf yang berada di hadapannya itu.

Jeffan, laki-laki yang berada di samping sang kakek itu mulai tersenyum manis, saat pertanyaan itu muncul dari sang kakek.

"Mama semakin hari, semakin membaik, Grandpa." Jawab Jeffan, dengan dirinya yang kini beralih mengambil ancang-ancang untuk memukul bola golf itu dan bola yang di pukul Jeffan melambung sangat jauh.

Senyum hangat, mulai merekah di bibir Agam Kalingga, sebelum menjawab, "Syukurlah,"

"Grandpa senang mendengarnya." Lanjutnya, dengan Jeffan yang tersenyum.

"Grandpa,"

"Hem?"

"Kemarin Grandpa datang?" Tanya Jeffan, yang seketika membuat Agam mengerutkan dahinya.

"Kemana?"

"Pernikahan kedua Papa." Jawab Jeffan, sembari tersenyum masam.

Tersentak, Agam di buat kaget saat mendengar itu dari sang cucu.

"Jeffan, sebentar."

"Pernikahan kedua?"

"Maksud kamu.." Jeffan mengangguk, masih menampilkan senyum masamnya.

"Iya, Grandpa. Papa menikah kembali dengan putri dari keluarga Dirgantara."

Agam menatap sang cucu, yang masih menampilkan senyum masam kekecewaan sang cucu.

"Jeffan, paham. Papa juga seorang pria dewasa."

"Papa butuh pelampiasan, sedangkan Mama sedang tidak sehat." Lanjut Jeffan, yang membuat Agam mulai memejamkan matanya sesaat.

"Jeffan, lanjutkan permainannya. Grandpa kesana sebentar." Kata Agam, mulai berjalan keluar lapangan sembari merogoh ponsel dari saku celana olahraganya dan mengetikkan nomor seseorang.

Agam Kalingga, pria paruh baya itu mulai menghubungi sang putra dengan mata yang terus menatap tajam lurus ke depan.

"Bisa kamu jelaskan pada Ayah, Yesaya Kalingga?!"

Kalimat pertama dari Agam, saat di sebrang sana Yesaya mengangkat panggilannya.

"..."

"Temui Ayah di Mansion utama nanti malam!"

"Dan Ayah tidak ingin mendengar alasan apapun dari mulut kamu!"

Kata akhir Agam, sebelum mematikan sambungan teleponnya secara sepihak dengan sang putra.



Malam semakin sunyi, detik jam mulai mengeras di kesunyian malam ini yang membuat kedua insan yang berhadapan seolah terus mengadu mata siapa yang paling tajam diantara keduanya.

Agam Kalingga dan Yesaya Kalingga, Ayah dan anak itu hanya bungkam sembari saling menatap tajam satu sama lain yang membuat hawa di ruangan itu semakin mencekam yang hanya di iringi Suara detik jam.

"Bisa jelaskan semuanya ke Ayah, Yesaya Kalingga?" Kata sang Ayah, mengawali keterbungkaman diantara mereka.

Hembusan nafas panjang, mulai Yesaya keluarkan perlahan.

"Tanpa saya bertanya pun, saya sudah tau Ayah mendapat informasi itu dari siapa." Kata Yesaya, Agam tersenyum miring.

"Dari cucu ku."

"Cucu ku memberitahu ku, bagaimana bodohnya dan sembrono nya Papanya itu." Lanjut Agam, Yesaya memalingkan wajahnya sekilas kesamping.

"Kenapa?"

KALINGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang