07

353 60 0
                                    

"Baru pulang Lo?"

Tanya Arika, sembari mengusak rambutnya dengan handuk dari beberapa menit yang lalu dirinya keluar dari kamar mandi dan menemukan Barga yang baru saja pulang sembari melepas jaket denim nya dan merebahkan dirinya di sofa ruang tengah apartment tersebut.

Hembusan nafas panjang, mulai Barga keluarkan sembari mengusap lembut wajahnya tanpa menjawab pertanyaan dari Arik yang memang sudah ada jawabannya itu.

Sudah biasa untuk Arik yang selalu selalu di abaikan oleh Barga, karena Barga merasa temannya itu selalu melontarkan pertanyaan yang memang sudah ada jawabannya tanpa dirinya buang-buang tenaga untuk menjawabnya, contohnya seperti sekarang ini.

Barga, laki-laki itu mulai menyandarkan punggungnya di sofa dengan kipas mini yang berada di tangannya dan mengarahkannya pada leher yang terasa masih sedikit perih itu.

Tentu saja, atensi Arik kini menuju kearah leher Barga yang terlihat sekali lukisan tattoo barunya.

"Lo buat tattoo lagi?!" Tanya Arik, Namun sama saja, pertanyaan itu tidak di gubris Barga karena memang sudah ada jawabannya tanpa Barga menjawab.

"Ck!"

"Lo kalo nanya yang buat gue pikir dikit dong!" Kata Barga datar, Arik merotasikan bola matanya.

"Lo kalo nanya pasti yang gak penting, gue males jawabnya." Lanjut Barga lagi, kini mulai memijit perlahan pergelangan tangannya.

"Kenapa tangan Lo?" Tanya Arik, menatap Barga yang tengah memijit perlahan pergelangan tangannya.

"Biasa,"

"Apa ngeroyokan di ujung jalan." Lanjut Barga, mata Arik menajam menatap Barga.

"Lo.."

"Tenang aja, gue gak sampe bunuh orang lagi." Pangkas Barga, yang membuat Arik menghela nafasnya sesaat.

"Ga, Lo udah janji sama Ibu." Barga melirik sekilas kearah Arik.

"Iya-iya!" Jawabnya, seolah tak ingin lebih panjang lagi dan berakhir ribut dengan laki-laki itu.

"Berhenti mencampuri urusan orang lain yang akhirnya membuat diri Lo sendiri rugi, Ga!" Kata Arik, yang membuat Barga kesal karena dirinya sudah diam dan mengalah namun laki-laki itu terus bersuara. 

"Lo tau gue, Rik. Gue bukan tipe orang yang suka ikut campur bahkan gue juga bukan orang yang suka cari gara-gara sama orang lain,"

"Buang-buang waktu, tau gak!"

"Tapi gue gak tegaan, Rik. Gue gak tega liat orang di keroyok sendirian sama orang pengecut yang bawa banyak pasukan,"

"Gue benci kayak gitu." Lanjut Barga, Arik kini memejamkan matanya sesaat, sembari menghembuskan nafas panjangnya sebelum menepuk bahu Barga.

"Gue tau Lo petarung tangguh, Ga."

"Tapi cukup dulu aja, Lo baik sama orang yang akhirnya njerumusin Lo karena kebaikan hati Lo."

"Lo dengerin gue gak? Lo udah gue anggap adek gue sendiri, Ga!"

"Iya-iya, gue gak bakal bantu orang lain, puas?" Jawab Barga, menatap kesal kearah Arik yang kini menatapnya tajam.

Diam, mereka terdiam dengan Barga yang kembali mengarahkan kipas mini pada lehernya dan Arik yang kembali mengusak rambut basahnya dengan handuk.

"Tumben baru mandi,"

"Baru pulang dari rumah sakit, emang?" Tanya Barga, Arik menghentikan aktivitasnya mengusak rambutnya.

Lalu mengangguk sekilas, "Iya,"

KALINGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang