12

284 57 2
                                    

Gemercik air kolam yang terasa nyaring di indera pendengaran, dan sebuah taman yang begitu luas, seorang wanita yang duduk di kursi rodanya menatap lurus ke depan.

Wajah pucat namun masih terlihat cantik itu mulai mengedarkan matanya melirik ke samping saat dirasa seorang suster cantik yang menyelipkan anak rambut pendeknya pada telinganya itu, membuat matanya kembali memfokuskan lurus ke depan.

Hingga dari arah belakang, seorang pria dengan jas dan sikap wibawa yang melekat pada dirinya itu mulai mendekat yang membuat sang suster menunduk hormat lalu mulai mundur ke belakang.

Agam Kalingga, pria paruh baya yang terus menatap menantunya yang terus memandang lurus ke depan itu, membuatnya mengikuti arah mata Gladis.

Bibirnya menipis, setelah melihat objek yang dilihat oleh menantunya itu membuatnya menoleh,  lalu berjongkok di depan sang menantu.

"Gladis,"

"Bagaimana keadaan mu?" Katanya, yang membuat wanita itu lantas menoleh kesamping menatap sang mertua dengan wajah sendunya.

Tidak ada senyuman seperti biasanya.

Hembusan nafas, mulai Agam hembuskan sebelum pria itu berjongkok di hadapan sang menantu menyamakan tingginya.

"Ayah tau perasaan kamu,"

"Putra Ayah itu, nakal sekali." Lanjutnya, Gladis hanya menampilkan senyum kecilnya menanggapi sang mertua.

Agam, yang mulai bangkit dari jongkoknya itu dan mulai mendorong kursi roda yang di tempati Gladis itu, mulai di arahkan menuju lebih jauh lagi taman Mansion. 

Hingga dilihatnya sebuah kursi kayu yang berada di tengah taman, menjadi pilihan Agam untuk mengobrol dengan menantunya disana.

"Gladis, maafkan Yesaya, ya?" Katanya, sembari menatap dalam menantunya yang kini mulai berkaca-kaca.

"Ampuni Yesaya, nak." Hembusan nafas panjang, kembali Agam hembuskan.

"Nak, banyak sekali kejadian yang sudah kita alami selama dua puluh enam tahun ini,"

"Kami yang sengaja menyembunyikan Jeffan dari publik, dan pernikahan mutualan antara Yesaya dan Karinina,"

"Yesaya terpaksa menikah dengan Karinina, Gladis." ceritanya, sembari menatap dalam menantunya itu yang kini juga tengah menatapnya dengan mata yang berair.

Agam tersenyum, mengambil tangan sang menantu dan di genggamnya begitu erat, seakan menguatkan sang menantu dalam menjalani kehidupan setelah masuk di keluarga Kalingga.

"Semua derita yang kamu alami karena Kalingga, ampuni Ayah,"

"Karena Kalingga, kamu mendapat banyak derita,"

"Nyawa yang terancam, kehilangan putra yang lain, dan harus mendapat kesehatan yang kurang."

"Semua salah Kalingga, maafkan Ayah, Gladis, ampuni Kalingga." Lanjutnya, kini air mata mulai turun dari mata bulatnya.

"Dan sebagai penebusan dosa, biarkan Ayah menemukan Jeffrey kembali dalam pelukan kamu."

"Dan akan ayah jadikan putramu satu-satunya pewaris Kalingga,"

"Gladis, jangan benci Yesaya, ya?" Lanjutnya, Gladis mulai menggerakkan jemarinya, yang membuat Agam reflek menatap gerakan kecil jemari Gladis.

Gladis, wanita itu mulai menatap sang mertua begitu dalam, seolah ingin menyampaikan sesuatu itu, namun sayang beribu sayang, Gladis tidak bisa melakukan apapun selain mengedipkan kedua matanya.

Dan itu tidak di sadari oleh Agam.



_____

"Tuan Jeffan,"

KALINGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang