Happy Reading!!!
.
.
06.00 PM
Rombongan yang di dalamnya terdapat Jeno dan Renjun baru saja pulang dari Selasar Sunaryo Art Space.
Saat ini mereka tengah berada di dalam bus yang sedang dalam perjalanan kembali menuju sekolah. Beberapa murid juga banyak yang tertidur karena kelelahan dan sebagian lagi hanya berbincang dengan yang lainnya.
"Aduh... Capek banget~" keluh Jeno sambil merentangkan tubuhnya.
Sambil melipat jaket, Renjun menoleh pada sang pangeran sekolah, "Kamu capek kenapa coba? Orang dari tadi kerjaan kamu itu cuma diem aja."
"Capek tahu, Ren. Diem juga butuh tenaga."
Pemuda manis ini mengerutkan keningnya, "Tenaga buat apa?"
"Tenaga buat berusaha diem aja." Jeno nyengir dan hanya dibalas dengusan sebal dari orang di sebelahnya.
"Tapi bener loh, Ren. Tangan aku pegel gara-gara tadi ngelukis."
"Tsk, payah."
"Kamu jahat~" Jeno mencebikkan bibirnya.
"Astaga... Aku jadi meragukan posisi kamu deh, Jen."
Jeno menegakkan tubuhnya dan menatap Renjun, "Hah?! Gimana maksudnya?! Kamu meragukan aku sebagai seme sejati gitu?!"
Dengan jujurnya, Renjun pun mengangguk, "Iya. Habisnya perilaku kamu tidak mencerminkan itu semua."
"Ya ampun, Ren. Aku ini beneran seme, nih liat otot tangan aku." Jeno menggulung lengan bajunya supaya Renjun dapat melihat otot-otot di tanganya.
"Kamu masih perlu bukti lain kalau aku itu seme? Aku perlu kasih lihat abs aku sekarang juga?" Tanya Jeno sambil ancang-ancang membuka kausnya.
Tetapi pergerakan tangannya langsung ditahan oleh Renjun, "Eits, gak usah. Iya iya, aku percaya."
"Nah gitu dong. Awas ya kalau sekali lagi kamu meragukan aku," jawab Jeno lalu menyandarkan kembali tubuhnya.
Renjun bernafas lega karena Jeno tidak jadi memperlihatkan absnya. Dia gak nyangka kalau Jeno bakal senekat itu. Entah apa jadinya kalau pria tampan itu benar-benar menunjukkan absnya.
"Ren? Kamu demam? Muka kamu merah," ucap Jeno yang ternyata sekarang sedang menatap Renjun khawatir.
Renjun memegang pipinya, "A-ah, iya kah? Engga kok, aku gak demam, hehe."
"Beneran? Kalau demam, aku mau minta obat nih ke Pak Taeyong."
"Gak usah, aku gapapa kok." Renjun tersenyum.
"Oh, kalau sakit bilang, ya. Jangan disembunyiin sendiri," sahut Jeno lalu mengusak surai abu itu dengan senyuman manisnya.
Renjun menatap lembut sorot mata itu. Dia bisa lihat dengan jelas jika Jeno benar-benar mengkhawatirkannya. Dan ia rasa, wajahnya makin memanas sekarang.
"Ren! Astaga! Kamu beneran demam, ya?! Sebentar, aku minta obat dulu," ucap Jeno, "Jangan nolak! Aku gak mau kamu kenapa-napa," lanjutnya lagi saat melihat Renjun akan menolaknya.
Tanpa ba bi bu, Jeno pun berdiri untuk menghampiri Pak Taeyong di bangku depan.
"Jen... Muka gue makin merah tuh bukan karena demam. Itu karena gue baper sama sikap lu."
•••^^•••
"Gimana acara tadi?" Tanya Yuta pada sang anak.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Disegnàre || NoRen
Teen FictionJeno diberi waktu tiga bulan untuk bisa jago menggambar oleh Bundanya. Jika dalam waktu tiga bulan dia tidak bisa menunjukkan progres yang pesat, maka fasilitasnya akan dicabut semua. Jeno meminta solusi dari teman-temannya dan mereka menyarankan Je...