Quindici

2.7K 467 84
                                    

Happy Reading!!!

.

.

"Tunangan?! Astaga, aku hari ini banyak dapet sport jantung banget." Jeno memegangi dadanya sambil bersandar di kursi.

Renjun tertawa, "Engga, Jen. Aku bercanda. Boro-boro punya tunangan, pacar aja kagak punya."

"Sebentar lagi 'kan kamu punya pacar," jawab Jeno sambil menaikturunkan alisnya.

"Tapi, setelah dipikir-pikir lagi. Aku juga gak mau pacaran sama kamu."

"Kok gitu?!"

"Aku takut diserang fans kamu. Mereka galak-galak."

"Kamu 'kan lebih galak, ngapain takut?" Tanya Jeno dan hanya ditatap datar oleh Renjun.

Sang pangeran sekolah menggaruk rambutnya yang gak gatal, "Hehehe aku salah ngomong, ya? Sorry."

"Tapi bener, Jen. Aku takut."

Jeno memegang tangan Renjun yang berada di atas meja, "Gak usah khawatir, okay? Aku pasti jagain kamu kok. Kalau perlu, aku juga bakal minta tolong semua sahabat aku buat jagain kamu. Jadi tenang aja, ya?"

Renjun melihat Jeno yang terlihat sangat bersungguh-sungguh. Jika dipikir-pikir lagi, ngapain juga dia harus merasa secemas ini?

Dan perlahan, Renjun pun menganggukkan kepalanya lalu tersenyum.

Jeno yang melihat jika Renjun sudah jauh lebih baik pun ikut tersenyum, "Aku sayang kamu, Ren."
•••^^•••
"BUNDA! JENO PULANG!"

Doyoung yang sedang ngemil keripik hampir tersedak saat mendengar teriakan anaknya.

"Bunda~ Impian Jeno bentar lagi jadi kenyataan~" Dia menggoyang-goyangkan pinggulnya dan melompat-lompat di depan Doyoung.

"Impian apa?"

"Impian jadi pacar Renjun! Yuhuu!!!" Serunya riang dan sekarang malah jungkir balik.

"Jeno astaga! Bunda ngidam apa waktu hamil kamu dulu," ucap Doyoung shock melihat kelakuan anaknya kayak orang sawan.

Jeno duduk di karpet lalu nyengir, "Jeno seneng banget soalnya, Bun. Renjun udah memberikan kepastian."

"Yaudah gak usah pakai jungkir balik. Yang ada kamu nanti malah keseleo."

"Iya, Bun. Jeno mau ke kamar dulu, ya. Mau tidur."

"Ini udah sore, jangan tidur. Nanti aja tidurnya."

"Okay! Jeno mau mandi aja." Dia pun berlari ke kamarnya sambil teriak-teriak menyebut nama Renjun.

"Tsk, punya anak kok kelakuannya kayak topeng monyet. Pecicilan banget."
•••^^•••
"Yang katanya gak jalan sama Jeno. Eh... Pulang-pulang malah dianterin sama dia."

"Renjun tadinya emang gak janjian sama Jeno kok. Kebetulan aja tadi kita ketemu."

Yuta tersenyum remeh, "Halah, Ayah mana percaya? Kamu jangan gitu dong, kasihan Jeno gak dianggap pacar."

"Renjun harus bilang berapa kali, sih? Jeno. Itu. Belum. Jadi. Pacar. Renjun." Ucapnya penuh penekanan.

"Belum, ya? Berarti bakal dong?" Yuta menaikturunkan alisnya.

"Ya ya ya, semerdeka Ayah ajalah. Renjun mau ke kamar." Dia pun pergi ke ruangan kesayangannya.

"KALAU UDAH JADI PACAR, BAWA JENO KESINI, YA! MAU AYAH AJAK MAIN CATUR!" Teriak Yuta.
•••^^•••
"Icungg~ Gue seneng banget~" Sahut Jeno sambil menguyel-uyel pipi mochi sepupunya itu.

[✓] Disegnàre || NoRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang