Diciassette

2.8K 472 81
                                    

Happy Reading!!!

.

.

"Injunie! Kaki lu kenapa?!" Haechan menghampiri sahabatnya yang berjalan memasuki kelas dengan terpincang-pincang.

Jaemin yang kebetulan sedang berkunjung ke kelas mereka pun ikut menghampiri sahabat mungilnya, "Injunie, kenapa maksain sekolah kalau kakinya sakit?"

"Hari ini ada ulangan Ekonomi, Na. Gue males ikut susulan, gurunya ribet. Marah-marah mulu."

"Sekali lagi gue tanya, kaki lu kenapa bisa kek gitu?"

Renjun duduk di bangkunya dan melihat kedua orang di hadapannya bergantian, "Kalau gue cerita, janji jangan ketawain, ya?"

Secara serempak, mereka pun mengangguk.

"Jadi gue tuh keseleo gara-gara jatuh dari kasur. Saking senengnya, gue loncat-loncat dan gak tahu kalau ternyata udah sampai ujung kasur," ucapnya.

"Terus hal apa yang bikin lu kesenengan kayak gitu? Tumben aja sih ya, seorang Renjun Pangestu Argawijaya mau lompat-lompat di atas kasur kesayangannya," jawab Haechan dan diangguki oleh Jaemin.

"Ya... Gue seneng aja?"

Haechan memejamkan matanya lalu menatap sahabat mungilnya lagi, "Seneng kenapa Argawijayaku, sayang?"

"Seneng karena denger Jeno bilang sayang sama gue," cicitnya pelan. Sangat pelan. Bahkan baik Haechan maupun Jaemin tidak dapat mendengarnya.

"Hah? Lu ngomong apa, sih?" Tanya Haechan, "Coba ulang."

Renjun mendongakkan kepalanya, "Gue seneng karena kakak gue baru beliin miniatur anak kucing!"

Jaemin dan Haechan melihatnya bingung. Hanya karena itu?

"Anjir ya emang! Waktu gue terbuang percuma dengerin kabar gembira dari anak SD kayak lu!" Cibir Haechan dan langsung mendapat toyoran dari seseorang yang baru saja disebut anak SD.

"Beneran karena itu doang, Njun?" Tanya Jaemin yang masih tidak percaya. Karena dia tahu pasti, telah terjadi sesuatu antara sahabat mungil dan sepupu gilanya.

Sebab, tidak mungkin 'kan Jeno tadi malam datang ke rumahnya dan membuat kerusuhan sambil bilang dia tidak akan menjomblo lagi jika tidak ada apa-apa dengan Renjun.

"Beneran, Nana~" jawab Renjun dengan nada imutnya.

Melihat Renjun yang tidak ingin bercerita, akhirnya Jaemin pun mengalah, "Hhhh... Yaudah, deh. Oh iya, kalian jamkos gak?"

Haechan mengangguk semangat, "Jamkos! Si botak 'kan sakit, makanya gak bisa masuk sekolah."

Renjun menggeplak kepala Haechan, "Punya mulut tuh pergunakan dengan baik! Botak-botak gitu juga tetep guru lu dan lebih tua daripada lu!" Omelnya.

Sambil mengusap-usap kepalanya, Haechan mengangguk, "Iya deh. Gue gak akan kayak gitu lagi," jawabnya, "Nah, terus kenapa kalau jamkos?" Lanjutnya dan bertanya pada Jaemin.

"Kita ke lapangan indoor, yuk. Gue ada perlu sama Sanha dan disuruh nyamperin dia kesana."

"Kelas mereka lagi olahraga, ya?"

Pertanyaan Haechan diangguki oleh Jaemin. "Wah, kalau kayak gitu ayo! Sekalian cuci mata. Anak-anak kelas itu 'kan titisan serbuk berlian semua!"

"Njun, ikut gak?" Tanya Jaemin.

"Engga, deh. Gue susah jalannya."

"Yakin? Disana ada Jeno juga loh. Emangnya lu rela kalau Jeno nanti dikerumunin sama ciwi-ciwi dan uke-uke lain? Mereka nanti sibuk ngelapin keringet Jeno, ngasih dia minum, terus lebih parahnya nanti—"

[✓] Disegnàre || NoRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang