⏸⏸⏸
Ketika duduk untuk makan malam, (name) sedikit tidak selera dengan makanan nya. Dua minggu terakhir ini masakan sang Ibu kurang maksimal, kadang hambar atau kelebihan rasa.
Ruang makan malam itu hening, kentara sekali pergerakan jarum jam di pendengaran, ditambah dentingan dari pertemuan piring dan sumpit.
(Name) akhirnya kehilangan nafsu makan, menurunkan sumpitnya diatas nasi yang setengah habis, tidak jadi mengambil telur gulung.
"Kenapa?" tanya sang Ibu, Sena (lastname).
Bibir dan wajahnya pucat, bagai ditumpahi sekaleng cat kelabu. Wajah menderitanya kentara, dan perasaanya binasa.
Jiwa sang Ibu jelas tengah merisau.
"Hanya.. tidak nafsu makan telur." Tersenyum, (name) mengarahkan sumpitnya ke lauk lainnya. Berharap rasanya tidak seburuk telur gulung yang tadi.
Takk!
Sepasang sumpit menghentikan pergerakan tangan (name). Mata sang Ibu membelalak, menatap netra anaknya sedalam mungkin. Pandangannya menusuk hingga sendi gadis itu terasa ngilu, bahkan rahangnya memilu.
"Kalau begitu jangan makan."
"Yang lainnya juga jangan dimakan."
Setelahnya langsung melanjutkan melahap santapan, sang Ibu acuh tak acuh.
(Name) mengeratkan pegangan di sumpitnya.
Gantian (name) yang terbelalak, ia masih sedikit menunduk. Biasanya Ibunya seperti ini hanya untuk bercanda, agar (name) mau makan sayur juga. Namun nampaknya, kali ini sang Ibu jemu bermain-main.
Digerakkan kembali sepasang sumpit di genggamannya. (Name) tersenyum tipis, guna menutupi kerisauannya.
"Aku bilang jangan dimakan!" menggeram, sang Ibu menatap garang ke dalam pandangan (name).
Selama beberapa detik, keduanya hanya saling bertukar pandang tanpa mengucapkan sepatah kata kembali.
Kelopak mata (name) bergetar, bersiap menangis.
Kegelisahan menghimpit (name), takut bahwa yang akan terjadi selanjutnya bukan hal yang baik.
Ibu menghembuskan napas, "Berdirilah."
(Name) masih mematung.
"Tak dengar hmm?!"
(Name) terbisukan mulut tajam itu, membungkam tiap perintah otak untuk melakukan pergerakan. Mengesampingkan ego, (name) memilih untuk diam saja.
"Keluar!"
Tangan (name) ditarik kasar, pergelangannya digenggam erat-erat.
"Aku tidak membutuhkanmu!"
Rembulan yang tengah menerangi malam ikut berbaur di sela-sela senyap nya napas yang berburu, serta langkah kaki yang bergegas pergi dari pintu depan.
"Midori dan kau, sama-sama pengacau, perusak kebahagiaan orang!"
Genggaman dilepas, bersamaan dengan dorongan kuat sang Ibu hingga (name) merasakan sakit di sekujur tubuhnya, terjatuh di halaman rumah berlapis keramik.
KAMU SEDANG MEMBACA
-ˋˏ [HQ!!] ˎˊ₊· ͟͟͞͞➳T.kei [✔]
Fanfiction[Belum revisi] Sembari menekap mata dengan telapak tangan, buliran itu perlahan mengalir, melesat melewati sela-sela jari. Pada akhirnya, semua hanya terasa seperti lelucon pahit bagi Tsukishima Kei. Ada satu hal yang terus Kei sesali, sesuatu yang...