⏸⏸⏸Lagi-lagi beberapa tetes air mata membasahi pagi harinya dan awan kelabu melapisi keceriaannya.
Itu bukan air mata manis, melainkan air mata marah dan kecewa. Yang bukannya mengalir, tetapi hanya diam membakar di sudut matanya.
Ibunya tak ada di rumah sejak pagi, dan ia bisa memakluminya. Begitu juga dengan sang Ayah, yang tidak berada di samping (name) lagi ketika sarapan. Ia menjalani pagi seorang diri, tanpa merasa terusik dengan kebiasaan baru di rumah itu.
Seolah, hal itu sudah menjadi rutinitas lamanya.
(Name) mulai berpikir tentang segalanya.
Akan ada saat ketika keluarganya diuji, terpecahkan suatu masalah destruktif.
Contohnya pagi ini. Selepas sarapan, biasanya berita terhangat akan muncul di beranda media sosialnya. Otomatis (name) menekannya, membaca tiap paragrafnya dengan cermat.
Emosinya terkuras, membuat dirinya di pagi hari makin terpuruk.
Setelah membaca sampai kalimat terakhir, (name) bersumpah tak akan melihat berita macam itu lagi.
Warta omong kosong yang mencantumkan nama Ayahnya.
⏩⏩⏩
"Aku tidak tau, tapi yang kudengar seperti itu sih.""Yah sebenarnya korupsi banyak terjadi, tapi lebih banyak penjilat yang menggelilingi."
"Betapa memalukan, apalagi dengan jumlah yang sangat besar! Ini kejahatan kelas kakap~"
"Lihatlah, bahkan anaknya juga jadi suram. Yakin masih mau temenan?"
Gadis dengan surai (h/c) memasuki kelas, telah kembali dari kantin seraya memasang raut gembira. Namun aura dan pandangan tersembunyi yang ditunjukkan seluruh teman sekelasnya, sungguh mengintimidasi.
(Name) menggigit ujung bibirnya.
Untuk saat itu, bahkan sahabatnya menjauh. Tak ingin ternodai dengan kasus yang menimpa Ayah (name).
⏩⏩⏩
Hari-hari menyakitkan dilalui.
(Name) berusaha tidak peduli, pada setiap penilaian yang keluar dari mulut tajam itu. Mengabaikan tiap pemikiran tak senonoh orang tentang keluarganya.
Ia teramat lelah, ia begitu muak.
Pembicaraan sampah itu menjadi-jadi, dan yang dilakukan (name) hanya menahan diri dan berupaya berpikir secara rasional.
(Name) memilih mengalah, akan caci maki bibir rusak mereka.
(Fullname), gadis yang tak mendapat dukungan.
Seharusnya mereka tidak seperti itu.
Apa mereka tidak tahu, beban yang ditanggung anak tunggal? Yang harus lebih kuat dan tahan banting daripada orang tuanya, baginya, kebahagiaan orang tua adalah segalanya.
Ia jelas akan melakukan apapun untuk melihat kurva di wajah pasangan yang melahirkannya.
(Name) tak punya siapapun untuk dipercaya, sekarang.
Jangan membuat drama dengannya, dia tidak setangguh itu.
Dia, sedang menyembunyikan tangisnya loh.
(Name) memasuki dunia kesengsaraan.
Sekali lagi, kebiasaan baru diberlakukan. Kata-kata seperti kasih sayang, rindu, dan kebersamaan, tersingkirkan.
Semuanya mencampakkan nya, sibuk dengan emosi dan kepentingan masing-masing.
(Name) tidak bisa memaksa mereka untuk menetap.
Tidak ada lagi janji untuk merayakan ulang tahun bersama, atau makan di ruang keluarga secara damai tanpa teriakan.
Keluarga (name) tak bisa berjanji apa-apa lagi.
Mereka menjadi begitu miskin kehangatan.
Kata ganti kita yang menghangatkan telah mengalami perpecahan yang kejam.
Sekarang tak bisa lagi menaruh harapan, tak bisa lagi berbagai kebersamaan, tidak bisa lagi bertukar afeksi.
Sebenarnya, (name) merasa putus harapan sekarang. Dadanya sesak dan matanya memanas, kalimat menohok yang terucap menorehkan luka yang dalam di lumbung perasaannya.
(Name) merindukan Ayah dan Ibunya.
Ah
Ia juga merindukan Tsukishima.
Hanya lelaki itu yang bisa ia percaya sekarang.
▶️▶️▶️
-naru
KAMU SEDANG MEMBACA
-ˋˏ [HQ!!] ˎˊ₊· ͟͟͞͞➳T.kei [✔]
Fanfiction[Belum revisi] Sembari menekap mata dengan telapak tangan, buliran itu perlahan mengalir, melesat melewati sela-sela jari. Pada akhirnya, semua hanya terasa seperti lelucon pahit bagi Tsukishima Kei. Ada satu hal yang terus Kei sesali, sesuatu yang...