🍁37🍁 Diculik

2.1K 306 11
                                    

"Cilukba!" teriak Reja sambil menurunkan tangannya dan tersenyum lebar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cilukba!" teriak Reja sambil menurunkan tangannya dan tersenyum lebar.

"Kamu buat ulah lagi?"

"Ya elah, Mama kayak gak tahu anaknya aja. Masa muda harus dipergunakan dengan baik. Siapa tahu besoknya tiba-tiba mati, 'kan nyesel tuh kalau gak sempet nikmatin masa muda."

"Jawaban kamu selalu sama. Mama gak tahu lagi harus gimana biar kamu jera," omel Remia sambil menatap anaknya kesal. Wanita paruh baya yang merupakan mamanya Reja adalah seorang jenderal polisi. Selama ini yang membantu Reja lolos dari masalah hukum adalah mamanya.

"Kurung aku dipenjara?"

Remia melotot marah. "Enggak! Mama gak akan biarin anak Mama nyentuh sel kurungan!"

"Terus Mama mau apa? Hukuman apapun itu enggak bakal bikin aku jera, Ma. Mama mending hukum aku biar Mama gak dicap menyalahgunakan kekuasaan karena selalu bantu aku."

Remia menggebrak meja dan menumpu tubuhnya dengan kedua tangan yang ada di meja. Ia menatap anaknya lekat-lekat lalu tersenyum saat sebuah ide melintas di otaknya. Sementara Reja hanya duduk santai dengan satu kaki yang dinaikkan ke kakinya yang lain sambil menatap Remia santai. "Mama punya cara."

Saat Reja hendak bertanya, ketukan pintu membuatnya melihat ke arah pintu yang kini sudah terbuka dan menampilkan seorang pria patuh baya menggunakan setelan jas hitam. "Wellcome, Papa!" seru Reja sambil memutar-mutar tubuhnya yang masih duduk di kursi putar. Ia tersenyum melihat mamanya yang sedang terkejut dengan kedatangan pria itu.

"Sayang, Reja ada masalah apa lagi?" tanya pria paruh baya yang Reja sebut sebagai 'Papa'.

"Ka-kamu kenapa bisa ke sini?" tanya Remia tergagap. Sementara pria itu langsung menatap Reja sambil menyunggingkan senyuman. Remia ikut menatap anaknya itu. "Kamu yang bilang?" tanyanya pada Reja.

Reja yang tadinya memasang ekspresi datar, kini menarik salah satu sudut bibirnya lalu terkekeh pelan. "Mama santai aja dong," kata cowok itu santai.

"Kamu!"

"Udah, Sayang. Dia bikin masalah lagi, 'kan? Jangan dimarahin dong. Namanya remaja, 'kan?" bela pria itu.

"Mas Zaga, kenapa belain dia terus sih? Kelakuannya makin menjadi-jadi kalau dibiarin," kata Remia pada suaminya yang bernama Zaga.

Zaga masih tersenyum lembut lalu mengusap bahu istrinya untuk menenangkan. Kemudian ia beralih menatap Reja lagi. "Papa gak ngelarang kamu nakal. Gak papa kamu balapan, tawuran, minum-minum, pulang larut malam, gak papa. Asalkan nakal kamu hanya sebatas itu, jangan sampai kamu merusak seorang gadis. Itu saja pesan Papa," kata Zaga.

Reja menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. "Kalau aku ngerusak seorang gadis, Papa bakal benci aku?" Ia menatap papanya dengan lekat-lekat.

"Tidak." Reja langsung mengernyitkan keningnya. Jika tidak dengan cara merusak seorang gadis, harus dengan cara apalagi untuk membuat pria itu membenci dirinya? "Papa tidak akan pernah membencimu karena Papa sayang sama kamu."

MASCULINE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang