Selamat membaca~
Dongeng syair memang indah. Kisahnya seperti membawamu mengarungi samudera, berjuang dalam tekanan air, atau membuatmu merasa dihempaskan dari langit tertinggi. Para penyair memang begitu berbakat untuk membuat sebuah kisah menjadi lebih dramatis, bahkan meski hanya melalui sepenggal sajak.
Itu yang dialami Son Je Ha. Perempuan yang duduk bersimpuh itu entah sudah berapa lama sesenggukan, entah sudah berapa banyak tong pula air mata yang telah dia keluarkan. Sapu tangan dengan bordir bunga peony milik Sang penyair bahkan sudah begitu basah seperti habis dicuci.
Mata gadis itu merah, seperti habis memotong bawang. Ujung hidungnya serta sekitar alisnya juga seperti kulit bayi yang terpapar sinar matahari.
Seon Jae Hyun tertawa kecil setelah melangsung kata-kata terakhir dongengnya, lalu menepuk pelan pucuk kepala gadis gisaeng beberapa kali.
"Astaga, aku minta maaf, kenapa kau jadi sekacau ini," gelak Sang Pengajar Kerajaan.
Bahu Je Ha masih naik turun tidak teratur, lalu lagi-lagi menggosok sekitaran matanya.
"Kenapa semua dongeng anda berakhir menyedihkan tuan, itu sangat menyakitkan," derunya, seperti tak terima dengan cerita terakhir yang didongengkan Seon Jae Hyun. "Apakah ksatria itu benar-benar harus kehilangan kekasihnya? Kenapa jahat sekali? Kenapa dia harus terlambat? Itu sangat tidak adil, mereka saling mencintai. Tuan Seon, anda jahat... hu hu hu..." Si gadis gisaeng lagi-lagi menangis lebih deras.
Tuan cendekiawan malah tertawa, dia mengusap pucuk kepala Je Ha lebih lembut, berusaha menenangkannya sembari menggumamkan kata maaf beberapa kali. Ingin dia rengkuh tubuh kurus berkulit seputih susu itu, tapi Jae Hyun menahan kehendaknya.
"Aku tidak tahu harus menyalahkan siapa, tapi bukankah keduanya sama-sama lemah? Sepasang kekasih itu... Si pria seharusnya lebih berjuang, dan gadis itu tidak seharusnya menyerah begitu saja. Bukankah masih ada banyak jalan untuk berakhir bahagia? Benar bukan? Tuan Seon, benar bukan?" Son Je Ha masih terisak, tampak seperti anak-anak.
Sebenarnya Seon Jae Hyun menceritakan banyak kisah dongeng. Entah dapat darimana dia mendapatkan semua dongeng-dongeng itu, atau semuanya hanyalah cerita indah yang mengalir dengan lembut dari bibirnya begitu saja.
Seperti... tentang seorang Kaisar yang ditinggalkan oleh kekasihnya. Tentang pangeran yang jatuh cinta dengan seorang gadis tak berkasta. Tentang sepasang kekasih yang harus melawan kekejaman pemerintah kerajaan.
Semuanya berakhir mengenaskan. Semuanya berujung pada kematian. Karena itulah Son Je Ha tak bisa menghentikan air matanya yang tumpah bertubi-tubi.
"Mau bagaimana lagi? Nyatanya memang dunia yang jauh lebih kejam, dan kekuasaan selalu bisa melakukan apapun, Son Je Ha," jawabnya lembut.
"Yahh itu benar, dunia memang tidak adil," gadis gisaeng menggosok ujung hidung, sudah bertekad untuk tak menangis lagi.
Ngomong-ngomong ini sudah cukup larut. Benar-benar larut. Son Je Ha awalnya sangat terkejut kenapa tuan cendekiawan datang mengunjunginya malam-malam seperti ini. Beruntung dia belum tertidur— dan memang sebenarnya dia sedang menjahit, jadi tanpa berdandan, dia menemui Seon Jae Hyun.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] 5. 真実 [TRUTH] : The Prolog
Historical FictionThe Prolog of J's Universe ❝Tentang cinta yang murni, keserakahan, hingga pertumpahan darah yang membawa petaka selama ratusan tahun.❞