Harus ku akui banyak yang berubah dalam kehidupan kami. Bahwa dalam sebuah pernikahan, selain saling berbagi kebahagiaan aku juga merasa kehilangan. Terutama ketika aku menginginkan kesenangan itu masih bisa terus kami rasakan, tetapi terhenti karna adanya setumpuk problematika yang mengguncang rumah tangga kami.“Rai kamu tau, aku baru saja menerima telepon dari Vovue magazine. Mereka bilang,. Mereka kagum dengan karyaku di IPA. Mereka memintaku untuk mengirimkan satu contoh foto Fashion untuk mengisi edisi di tahun depan.”
“Hemp... Selamat ya Mas,” Rai berlari menuju toilet sambil menutup mulutnya.
Aku mengikutinya dari belakang, “ kamu kenapa kok pucat?” sambil memijat-mijat tengkuknya.
“Aku mual-mual Mas,” Rai memuntahkan semua isi perutnya di wastafel.
“Ayo kita ke Rumah Sakit!” ku nyalakan keran, membersihkan mulutnya dengan air.
“Kata orang memang begini rasanya hamil” Ia melap bibirnya dengan tisue. “ Lagi pula kamu harus ke bandung. ”
“Aku bisa cancel” aku menurunkan ransel di pundakku.
“Jangan Mas, kesian team mu. ”
“yakin gak kenapa-kenapa?”
“Iya gak apa-apa”
“Oke, kalo ada apa-apa telepon aku ya?” aku menaikan Ransel kembali kepundaku.
“Iya. Maaf ya Mas aku gak bisa nemenin kamu lagi” kata Rai sambil merapikan kerah jaket denim yang kukenakan.
“Gak apa sayang, take care jaga kesehatan!”
Rai mencium punggung tanganku, juga sebaliknya aku mencium dahinya lalu pergi meninggalkannya dirumah bersama asisten rumah tangga.Entah mengapa aku mulai merasa sendiri setelah Rai hamil, mungkin karena setahun ini aku terbiasa membawa Raiha bekerja. Sejujurnya ada rasa sedikit sedih... Aku tak menduga kalau wanita hamil itu akan merasakan sakit juga mual yang parah. Tidak bisa makan, tidak nyenyak tidur, lalu moodnya selalu berubah-ubah. Sehingga aku harus terus menahan diri demi menjaga perasaannya.
Seperti menjaga kepercayaan dirinya, seriap kali Rai bercermin dia akan mengeluh karena tidak secantik biasanya. Lalu karna hal sepele pun dia bisa menangis seharian. Dahulu tidak ada pertengkaran-pertengkaran kecil di antara kami, namun semenjak Rai hamil ia semakin cepat tersinggung, sensitif dan mudah marah. Itu yang membuatku merasa serbasalah menghadapinya.
Bahkan keluhku menjadi hal yang tidak pantas di utarakan pada kondisi Rai yang masih rentan pada tersemester pertama kehamilannya. Sejujurnya yang paling menumpuk di kepalaku adalah soal tanggung jawab besar sebagai seorang calon ayah, aku harus berpikir beberapa dekade ke depan memastikan anakku kelak memiliki kehidupan yang layak, semua kebutuhannya terpenuhi, dari biaya sekolah hingga universitas yang harus kucadangkan dengan baik.
Karena rentetan tanggung jawab itulah, yang akan mengekang kehidupanku. Pergaulanku, hobi dan harus kuakui, ya... Ternyata pernikahan memberikan beban mental padaku.
***
Bandung, Desember 2017.
Dua hari setelah aku berada di bandung, mempersiapkan persyaratan dari pihak Vovue Magezine. Mendadak mereka meneleponku dengan mengatakan,
“We apologize for our misinformation. We cannot continue the cooperation agreement.”
Membatalkan rencana kerja sama secara sepihak, mereka mengatakan bahwa terdapat kekeliruan informasi, bukan karyaku yang mereka maksud. Itu sangat memalukan. Setelah impian itu melambung tinggi ke atas, lalu di jatuhkan terpental dari suatu tebing menghantam tebing yang lainnya. Sekan sebuah jembatan yang sedangku bangun retak meruntuhkan bagian yang lainnya. Begitulah sederet pencapaian yang sudah kususun rapi untuk meraih pencapaian berikutnya.
Lalu aku menyadari bahwa pernikahan bukanlah tentang cara menghadapi kesedihan bersama-sama, namun menampakkan senyuman di tengah-tengah kesulitan. Agar Rai tidak merasakan hal yang sama. Sehingga tidak ada satu pun yang menyadari bahwa saat ini adalah saat di mana aku sedang bergelut dari beberapa masalah yang menerpa.
“It’s ok lah Barra mungkin belum rejeki. Tapi Kita sudah terlanjur ngundang mereka untuk datang. Lagian party ini dibuat untuk kesuksesan lu dapat penghargaan di International Photography Award. Lu tenang aja, gue yang atur semua.. Lu Tinggal duduk manis..."
Mungkin hanya beberapa orang yang peka, termasuk mereka yang sudah bekerja lama denganku. Seperti halnya Rio, dia bisa memahami bagaimana cara mengobati rasa suntukku.
“Terserah lah..!”
Pembuktian penghargaan dalam ajang International bukanlah tujuan utama, lebih tepatnya batu loncatan saja. Dan loncatan itu yang masih terus mengambang belum menapaki pijakan, masih menyimpan beribu angan yang aku ciptakan. Lalu pergi berganti Realita yang tidak sesuai dengan ekspetasi.
Aku tidak terpuruk, hanya kecewa mengetahui apa yang seharusnya berada di tanganku, menjadi kosong saat aku genggam. Semua masalah menyatu memasuki kehampaan hatiku, tanpa Raiha hadir mengisi pilu.
Hingga pada akhirnya kulampiaskan semua kekecewaan itu dengan mendatangi pesta yang di buat khusus untukku, di Shoutbank bandung. Rio dan kawan-kawan sengaja mengumpulkan para model dan artist yang pernah menjadi klien kami untuk datang menghibur. Terasa lengkap dengan adanya banyak minuman, rokok dan tentu saja wanita untuk memeriahkan pesta malam ini. Ah.. mereka selalu tahu apa yang membuat bagus moodku.
“Hai, yang abis dapet award kok diem-diem aja sih. Rai mana nih?” Katrina, datang bersama Bella,dan Tiara. Mereka memberi kecupan kecil pada pipiku.
“Rai di rumah. Ini kan pesta bujang.” Jawabku mulai terasa pusing karena meneguk sepuluh botol wiski.
“Iya deh yang masih bujang, bagus deh kita bisa leluasa dong ya?” Tiara memegang pundakku.
“Bisa dong sayang, ayo kalian santai di sini dulu temenin aku minum!”
Tiara dan Bela duduk di sebelahku sementara Katrina..., dia yang paling agresif di antara yang lainnya. Dia memilih duduk di pangkuanku sengaja menggoda. Kemudian mengelus daguku, mendekatkan bibirnya pada telingaku lalu berbisik agar yang lain tidak dapat mendengar.
“ One night stand denganku?! ”
Aku sudah tau apa yang di inginkannya, aku tersenyum membalas pertanyaannya.
Rio mendatangi ku sambil berteriak “ Woho... Let’s Rock the party for Barra!!!”
Musik EDM pun bertambah kencang, lampu sorot mulai berkerlap-kerlip. para gadis menarikku ke lantai dansa. Melenggak-lenggokkan tubuhnya menarik perhatianku. Mendekat. Membuat malam ini menjadi malam yang panas dan liar. Lalu aku mulai lupa dengan masalahku, termasuk lupa pada Istri yang menunggu kepulanganku.
Malam semakin larut, aku bahkan tak tahu jam berapa aku tiba di kamar hotel. Aku terlalu mabuk, sehingga pandanganku mulai buram dan berbayang. Terlihat sosok perempuan yang membuka pakaianku. Ia memberikan segelas air putih yang sudah tercampur obat, entah apa. Rasanya pun pahit. Wanita itu membaringkanku ke tempat tidur. Membuka bajunya satu persatu. Meraba tubuhku menggebu.
“Raiha... Kaukah itu?” Ia hanya tersenyum mendengar pertanyaanku. “Aku rindu, sayang...”
Aku rasa aku mulai tinggi, berhalusinasi. Aku menariknya lebih dekat lagi, memandang wajahnya dengan saksama tapi masih berbayang. Merasakan sentuhannya, menikmati malam bersamanya. Malam yang kurindukan untuk bermesraan dengannya setelah sekian lama aku memendamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bingkai Surga Untuk Raiha (+21)
RomanceMau tau rasanya kalau punya suami tampan dan banyak di gandrungi perempuan? BINGKAI SURGA UNTUK RAIHA. Cerita yang apik mengisahkan perjuangan Istri menghadapi terjangan ombak dalam rumah tangga. Di tambah sudut pandang cerita yang di ambil dari...