Tak Dapat Terpejam

933 73 0
                                    


[ Penguntit ...]

[Wow ... Tumben kamu Chat lebih dulu 😱]

[Aku ada di Lobby Apartemenmu]

[bohong!, Prank doang!]

[Serius,  turun dulu.  Aku gak tau nomer kamarmu. Aku VC ]

Aku tekan gambar video call pada menu chat,  Arin mengangkatnya.  Rambutnya berantakan, memakai kaus serta celana pendek.

“Aaaaa....  Serius?  Ada apa ini?” ia buru-buru merapikan rambutnya.

“Aku tunggu di bawah,  kamu turun pakai baju yang rapi.  Kita jalan!"

“Kencan?” tanyanya sambil tertawa lebar.

“Sudah cepetan,  kalo lama nanti ku tinggal!"
Kututup telepon,  menunggunya di sofa sambil melihat Jam yang menunjukkan jam sepuluh pagi.  Membuang waktu bermain game bubble di handphone,  sesekali ku buka medsos membaca DM atau inbox yang datang.

“ Mas Barra” Arin melambaikan tangannya.  Memakai celana jeans dan t shirt dibalut jaket kulit.

“Mandi gak kamu?”

“Aku sudah mandi dari pagi tahu!”

“Masa?, mukamu sama aja mandi gak mandi”

“Sadiss banget sih!!!” Ia merengut,  menarik leherku dengan jepitan lengannya.

“Kamu ini jadi perempuan gak ada lembut-lembutnya!” Aku tertawa,  sambil melepaskan jeratannya.

“Mau ke mana Kita?” tanyanya sambil merangkul pundakku.

“Menurutmu tempat yang bagus apa?”

“Shooting Air gun,  keren kan?!”

“Wah ... Seleramu keren juga!”

Hari ini,  hari Sabtu. Tapi tetap tidak kuluangkan waktu untuk berada di rumah.  Perdebatan semalam dengan Raiha membuat dadaku masih terasa sesak. Aku rasa aku perlu suasana baru,  yang tentu bisa kudapatkan dari Arin.  Semakin lama aku mengenalnya,  aku semakin menyukai pribadinya yang tomboy juga ceria.  Dia bisa menjadi teman,  menjadi tempat bertukar pikiran dan ya ...,  dia bisa membuatku merasa nyaman.

Kami mengunjungi Sooting Range di daerah Jakarta Selatan,  menyewa dua buah senapan angin dengan masing-masing mendapat 35 peluru. Aku mulai memasang pengaman pada telinga dan mata.  Menarik senapan ke arah bahu,  membuka lebar kaki dan menekuk sedikit lututku.

“Bukan.  Begini Mas...” Arin lebih mahir dariku,  ia berdiri di belakangku mengarahkan senapan sedikit ke atas.  “ Jangan terlalu erat menempelkan senapan di bahu,  nanti tendangannya berasa menyakitkan pas kamu menembakkannya.”

“Baik Bos!” ku tempelkan pipi pada gagang senapan,  membuat mataku sejajar dengan arah bidikan. Menarik popor senapan.

DORRR!!!

DORRR!!!

DORRR!!!

Hari ini ku lalui penuh suka cita,  kesenangan membuatku lupa akan sederet masalah rumah tangga.  Aku terhibur dengan kehadiran Arin di sisiku. Dia berhasil membuat aku terperdaya pada gurauan serta sikap spontannya,  yang selalu membuat aku tertawa.

Setelah latihan tembak selesai.  Arin memintaku untuk mampir ke apartemennya.  Membantunya memasang wallpaper yang baru saja ia beli. Dengan motif ranting yang menjalar. Beberapa perabotannya masih baru,  terlihat mengkilap tanpa goresan.

“ Ini hasil menang AsTM atau komisi dari Bazzart?” Tanyaku sambil memegang TV LED 40 inci miliknya.

“Keduanya,  untuk beli Apartemen dan isinya. ”

Bingkai Surga Untuk Raiha (+21)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang