Di Balik Pintu

1.1K 81 2
                                    

Setelah mengikuti Rai sampai rumah, aku kembali mengunjungi Salwa Book Store. Mencari buku bercover ungu yang Rai beli tadi siang, meletakkannya di kasir. Hendak membelinya.

"Ini buku edisi Couple, kalau beli dua diskon harga promo. Gak beli sepasang aja Pak?"

"Tapi bisa beli satu kan?"

"Bisa, tapi kalo sepasang kan bacanya berkesinambungan. Bisa buat pasangannya juga" Mbak kasir itu mengambil pasangan buku yang hendak aku beli. Dan menunjukkannya.

"Mmm ..." aku menggaruk kepala berpikir, sambil membolak-balikkan buku-buku itu. Sekilas membaca sinopsisnya. Yang tadi Rai beli memang untuk perempuan, karena judulnya Aisyah wanita yang hadir di mimpi. Sedangkan yang di tawarkan Mbaknya tadi pasti versi laki-lakinya.

"Saya ambil satu saja Mba, yang Bilik Cinta Muhammad !" kuberikan padanya buku ber cover putih, lalu membayarnya. Bergegas pulang.

Membuka plastik yang membungkus buku yang kubeli. Membacanya, sambil merebahkan tubuhku di tempat tidur. Mempelajari bagaimana cara Rasullullah memperlakukan istri-istrinya khususnya Sayyidah Aisyah istri kesayangannya dengan penuh kelembutan. Bahkan tidak sungkan, beliau menunjukkan perasaannya terhadap istrinya. di saat lelaki yang lainnya mungkin merasa jatuh wibawa bila melakukannya.

Tok ... Tok ... Tok ...

"Mas Barra!" panggil Dimas dari luar.

"Ya, masuk!" kuturunkan buku meletakkannya di atas perutku. Menyandarkan tubuhku di ranjang.

Dimas menjinjing tas yang berisikan peralatan dan bahan kimia untuk mencuci film negatif. Di taruhnya di lantai.

"Nih, ngapain sih lu nyuruh gue ambil ginian. Emang lu gak berniat pulang ?"

"Taro di atas meja aja, Dim" aku kembali membuka buku, membaca daftar isinya. Kemudian membuka halaman yang kutuju.

"Aby, tu nanyain lu terus. Gue kan jadi bingung ngejelasinnya." Ia berjalan mendekati meja di samping kananku. Menaruh tas seperti yang kuminta.

"Rai, gimana?"

"lu mau baca nih isi chat gue sama Rai, tiap hari Mas ... gue suruh mastiin lu makannya bener apa enggak, nanyain jadwal kerjaan lu. Gue tu sampe kehabisan ide buat ngarang-ngarang cerita cuman buat dia tenang dan berfikir lu tu lagi sibuk kerja. Come on Mas, jangan childish gitu. lu gak kasihan apa sama Rai, udah tiga bulan ini!"

Aku menurunkan buku kembali, melirik Dimas. "Kenapa jadi lu yang ribet, lakuin sebisa lu aja." Jawabku bernada datar.

" kalau gue jadi Rai, mending gue kabur ke pelukan Sammy" gumamnya, sambil mendekap tubuhnya sendiri.

Kupukul Dimas dengan buku, " Aduhhh!!!"

"Rumah Sammy masi di PI?" lalu mengalihkan pembicaraan.

"Emmm, setau gue sih masih, mau ngapain lu?"

"It's not you'r business"

"Yeaaaa!" Dimas menurunkan bibirnya, kemudian keluar dari kamar.

BLAM!

Wusshhh ...

Semilir angin meniup tirai dengan lembut. Aku kembali meraih buku, fokus membaca. Menghayati kisah-kisah di dalamnya. Memperhatikannya dengan saksama, memasukkannya dalam memori. Mengingatnya ...

***

Pukul 08:30,

Setelah mengantar Aby sekolah, Rai mengaji ke kampung sunnah. Ia mengobrol dengan teman-teman wanitanya, sambil berjalan menuju tukang gorengan di pinggir jalan. Memilih gorengan itu, di bantu di tukang yang memasukkannya ke kantung. Terlihat ada seorang bocah pengamen, bernyanyi sambil memetik gitar hanya sebentar saja lalu menyodorkan topinya agar di isi. Meminta upah atas usahanya pada Rai.

Bingkai Surga Untuk Raiha (+21)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang