Sore ini, Sepulang dari workshop aku mengikutinya. Pulang mengaji. Kutunggu ia di sudut jalan, hingga melihat Aby keluar bersama seseorang yang tidak lagi kukenal, bertambah religi, menyatu seperti mereka ... Ya, mereka sekelompok orang yang membuat Rai begini.Hatiku diliputi rasa muak, melihat istriku telah menjadi bagian dari mereka. Terdoktrin dengan paham fanatisme yang berlebih. Menjadikannya seperti robot, terlalu kaku memandang kehidupan. Merasa lebih pintar. Menganggap remeh perintahku dan mengabaikan apa yang kularang.
Seperti saat sekarang betapa beraninya ia mengenakan cadar, mendahului izinku. Memakai atribut ke arab-araban, yang justru menimbulkan kesan negatif melekat pada kaum teroris.
Kulaju mobil mengikuti Rai dan Aby yang sedang mencari angkutan umum untuk pulang. Kunyalakan lampu sen dan membunyikan kelakson mobil.
Beep!!!
Beep!!!
Rai terkejut dengan kehadiranku, ia gusar dan menundukkan kepala. Kubuka kaca jendela.
“Masuk!!!” lalu ia memasuki mobil menyusul Aby. Wajahnya menegang melihat raut mukaku yang tampak marah.
Srekkk...!!!
Kutarik cadar hitam yang dikenakannya, Rai pun membelakkan matanya menatapku.
“Ngapain kamu pake ini..?!!!” Aku mulai mengeraskan suara sambil menggenggam cadar tadi, lalu melemparkannya di depan Raiha. “Bikin MALU!!!”
“ Tapi Mas... Aku cuma ingin terjaga dari fitnah, karena aku keluar rumah tanpa mahram [1] ”
“FITNAH???, Kamu kan tahu kita tinggal di lingkungan seperti apa, malah kamu yang sekarang menimbulkan Fitnah jika ada tetangga yang melihat. Bayangkan apa yang akan mereka katakan, MEREKA AKAN MENCIBIR KITA RAI !!! Kulampiaskan semua perasaanku padanya. Rasa kesal, rasa kecewa dan amarah mengumpulkannya menjadi satu.
“ Aku hanya ingin menjaga kehormatanmu, Mas [2]”
“KEHORMATANKU?" Aku tertawa sinis mendengarnya, “MAKSUDMU DENGAN DIAM-DIAM MENENTANGKU?!!!”
“Kalau seorang Imam melarang makmumnya untuk berbuat hal yang Ma’ruf, apa harus ku turuti Mas ?!!!” Ia berani menatapku dengan sorot tajam. mendengar pertanyaan Rai bagaikan menabur genderang perang. Ternyata semakin sering dia diam-diam mengaji, semakin membuatnya menjadi ...
“PEMBANGKANG!!!” Sontak urat-uratku terasa mengeras seperti ada yang menarik , membuat darahku panas hingga refleks mengangkat tanganku ke atas, hendak mengayunkannya pada wajah Raiha.
.
.
.
.
.
.
.“ Hiks... Huhu... huuu..”
Terhenti, ketika kulihat Aby memeluk Rai erat. Menangis ketakutan. Aku lupa, aku lupa ada Aby di sini.
Bugggg!!!!
BEEP!!!!
Kulampiaskan dengan memukul setir mobil yang membuat klakson berbunyi nyaring. Membuat Rai dan Aby terkejut. Kutunjuk wajah Raiha lalu berkata...
“KAMU GAK PANTES, JADI WANITA SALIHAH!!!”
Air mata mengembang di kedua matanya. Tidak kuasa terbendung, hingga mengalir deras membasahi rambut Aby yang juga sedang menangis di pelukannya.
Lagi dan lagi ... Aku melukainya ...
Semestinya aku tidak merasa begini, semestinya dia tidak berubah dan membuat perbedaan kian bertambah. Seharusnya dia masih menyeimbangkanku. Tak perlu menjadi suci untuk menemani seorang yang penuh cela sepertiku. Semakin hari, semakin sulit rasanya bagi kami menyatu. Aku rindu, rindu pada sosok Raiha yang seperti dulu. Bukankah pernikahan itu harus berjalan bersama-sama beriringan, satu tujuan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bingkai Surga Untuk Raiha (+21)
RomanceMau tau rasanya kalau punya suami tampan dan banyak di gandrungi perempuan? BINGKAI SURGA UNTUK RAIHA. Cerita yang apik mengisahkan perjuangan Istri menghadapi terjangan ombak dalam rumah tangga. Di tambah sudut pandang cerita yang di ambil dari...