Kami pulang dari resepsi pernikahan Sammy. Mengantar Aby dahulu yang sudah tertidur di pelukan Rai, memberikannya pada Bibi agar segera di bawa ke kamar. Rai hendak keluar dari mobil. Kutarik tangannya segera,“Mau ke mana?” tanyaku, mencegahnya turun.
“Ya mau masuk ke rumah Mas, memang mau ke mana lagi?”
“Mau jalan-jalan.”
“Berdua?” Rai mengarahkan telunjuknya pada diriku dan dirinya, seperti tidak yakin dengan perkataanku.
“Iya, seperti Rasulullah mengajak Aisyah jalan-jalan ketika malam”
Rai tersenyum, kembali memasuki mobil. Memegang tanganku, lalu menutup pintu. Kukemudikan mobil perlahan. Sambil sesekali melirik spion dalam, melihat bayangan Rai yang tampak cantik mengenakan gamis berwarna putih. Kupegang wajahnya dengan tangan kiri, sedangkan yang satunya masih memutar kemudi.
“Sudah mulai ngantuk kah?”
“Belum” ia menggeleng.
“Rai, aku belum bilang padamu. Aku sudah mengundurkan diri dari Bazzart” aku menoleh kepadanya, mencoba mengetahui bagaimana reaksinya.
“Kenapa, bukannya bekerja di situ termasuk impianmu Mas?”
“Sudah kuputuskan untuk menarik diri dari dunia komersil dan advertising.”
Rai terkejut, langsung menegakkan punggunya yang sedari tadi bersandar.
“Bagaimana dengan cita-citamu berikutnya Mas, bukannya Mas akan mengisi foto di galeri UK?”
“Untuk apa, sekarang aku lebih senang menemani istriku dari pada mengejar sesuatu yang tidak ada artinya” kulihat Rai mulai tersipu.
“Terus apa lagi rencana Mas, setelah mengundurkan diri?”
“Mas akan membuka sekolah fotografi, doa kan ya agar prosesnya lancar?!”
“Tentu sayang” Rai mengelus pipiku dengan ibu jarinya.
“Sudah sampai” kupegang tangan Rai sejenak lalu membuka sabuk pengaman yang mengikatnya.
“Studio?” tanyanya heran.
Kubukakan pintu untuknya, membantunya turun. Menggandeng tangannya sambil berjalan memasuki studio yang gelap. Tidak ada satu pun karyawan, karena hari ini sudah kupastikan tidak ada yang lembur, menyuruh mereka pulang segera.Kuraih tangan Rai membantunya menaiki tangga, melewati ruang tunggu dan ruang pemotretan. Melintasi workshop dan meeting room. Memasuki lantai tiga yang lebih gelap dari dua lantai sebelumnya.
“Tunggu sebentar ya!”
Kunyalakan lampu hias agar menerangi ruangan bernuansa hitam itu. Membuat pantulan cahaya berkerlap-kelip pada langit-langit dan dinding yang di hiasi pigura-pigura.
Rai berputar melihat sekelilingnya penuh takjub, ketika ia mengetahui di setiap pigura itu terisi foto dirinya yang kuambil diam-diam selama ini. Matanya membelak, menutupi mulutnya dengan kedua tangan. Kemudian terlihat bulir air yang keluar dari kedua sisi matanya, Ia menghapusnya.
“Aku kira selama ini, aku berhalusinasi Mas.” Suaranya terdengar parau “Aku pikir aku mulai gila, karena merasakan kehadiranmu. Tapi ketika aku menoleh kamu tidak ada.” Air matanya terus berjatuhan. Kupeluk ia erat,
“Maafkan aku Rai, selama ini aku menyiksa perasaanmu. Aku ingin memperbaiki semua kesalahanku, jangan menangis lagi.” Kupegang kedua sisi wajahnya lalu bertanya, . “apa kamu mau memberi kesempatan untukku?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Bingkai Surga Untuk Raiha (+21)
RomanceMau tau rasanya kalau punya suami tampan dan banyak di gandrungi perempuan? BINGKAI SURGA UNTUK RAIHA. Cerita yang apik mengisahkan perjuangan Istri menghadapi terjangan ombak dalam rumah tangga. Di tambah sudut pandang cerita yang di ambil dari...