Edelweis

1K 74 3
                                    

Semenjak meninggalkan rumah,  aku kembali ke studio.  menjadi penghuni kamar atas seperti lajang dulu. Kubuka jendela menghirup udara yang tidak menyejukkan karena berada di pusat kota.  Menatap langit yang berwarna putih terkena cahaya matahari yang begitu terik.

“ Mas,  ini barang-barangnya”

“Ya,  taro aja di atas kasur Dim”

Aku menyuruh Dimas,  mengambil pakaianku juga peralatan kerja yang berada di rumah.  Tanpa mengabarkan persoalanku dengan Raiha.

“ Kenapa muka lu Mas biru-biru”

“Gak kenapa-kenapa,  Cuma jatoh  aja”

Kubuang puntung rokok yang tersisa ke temapt sampah.  Dan mulai memeriksa barang-barang yang tadi Dimas bawa.

“Curiga gue nih,” Dimas memegang dagunya.

“Curiga kenapa?”

“Gue liat tadi mata Rai sembab kayak abis nangis,  dan ini lu minta semua baju lu gue bawa. Jangan bilang lu mau tinggalin Raiha?”

Aku berhenti membereskan pakaian. Mendengarkan pertanyaan Dimas membuatku bingung harus menjelaskan apa.

“ Gue titip Rai dan Aby,  tolong jaga in mereka.”

“Lu mau ke mana emangnya?”

“Ikut Rio,  besok pemotretan landscape” kembali kurapikan barang-barang, juga berkemas untuk persiapan besok. “Tolong cancel workshop dan seminar minggu ini”

Aku melirik Dimas yang terdiam,  menatapku  dengan sendu. Di tepuknya pundakku perlahan,  kemudian mencekamnya.

“Mas,  gue tau gue gak berhak ikut campur urusan lu dan Rai.  Sebagai sahabat kalian gue cuma mau bilang, sebetulnya se isi dunia ini sudah lu dapetin,  separuh agama sudah sempurna[1].  Lu cuma perlu sadari sejauh dan sebanyak apa pun yang lu cari,  gak lebih berharga dari apa yang lu tinggalkan saat ini”

Aku membalas memegang tangan Dimas dan melepaskannya dari pundakku. Karena aku menyadari,  sangat menyadari di mana tempatku seharusnya berada.

***

Gunung Merbabu,  Jawa Tengah.

Tadinya pengambilan gambar ingin kami lakukan di lereng gunung,  namun rasanya tidak seru jika tidak menaiki puncak gunung dengan ketinggian 10. 630 kaki itu.  Memilih melewati jalur selo karena lebih ramai dengan tekstur tanah yang lebih landai memudahkan perjalanan kami.  Melewati gapura selamat datang,  di sambut dengan rimbunan pohon pinus dan lamtoro  pada kanan dan kiri jalan. Menempuh waktu dua jam,  lalu ber istirahat sejenak di Pandean.  Kuambil botol minum,  meneguknya melepas dahaga.  Air mengalir dari cela bibir membasahi janggut juga leher kausku, kuseka dengan punggung tangan.  Lalu melanjutkan lagi perjalanan.

Sekitar 45menit berjalan kami sampai pada Pos Watu Tulis. Rasa lelah kami mulai terobati dengan suguhan panorama  gunung merapi,  di hiasi bunga-bunga edelweis.  Kata orang bunga ini merupakan simbol cinta abadi.  Kupetik satu helai dari beberapa cabang bunga itu,  entah untuk apa.  Mungkin karena Mengingatkanku pada  seseorang yang menyukainya.  Dan aku tidak ingin lupa. Sehingga  Kuabadikan pemandangan indah ini,  dengan bidikan kamera.

Perjalanan masih lumayan lama,  melewati track yang mulai terjal dan mudah tergelincir. Aku berjalan ke seberang kiri meraih pegangan agar langkahku kian mudah. Satu jam sudah melewati Sabana satu menuju Sabana dua.  Angin berembus kencang menandakan hari akan berganti malam, aku rasa tempat inilah yang pas bagi kami mendirikan tenda. Rombongan kami terdiri dari lima orang,  di pimpin oleh Mas Ikhwan, yang lebih  familiar di panggil Wawan,  kenalan Rio yang memang menguasai daerah pegunungan ini.  Beliau tinggal di lereng gunung Merbabu di Boyolali.

Bingkai Surga Untuk Raiha (+21)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang