Musim gugur telah menyapa, dia adalah
percumbuan alam antara musim panas dan musim dingin. Angkuhnya matahari musim panas sedikit demi sedikit luluh oleh desakan angin dingin yang begitu meyakinkan. Kedua pertentangan sifat antara panas dan dingin saling bersinggungan dalam harmoni yang indah, terjadilah keseimbangan durasi antara malam dan siang.Roda waktu terus berputar, hari terus berganti. Langit yang tadinya berwarna biru cerah perlahan dihiasi semburat merah dari senja. Angin yang berhembus perlahan membawa terbang daun coklat yang gugur, menerbangkannya tanpa tau arah yang akan dituju. Sekelompok burung mengepakkan sayapnya hendak kembali ke sarang karena malam akan segera datang.
Helaan napas terdengar dari seorang perempuan yang tengah berdiri di balkon kamar. Tangan kanannya menyangga sebuah buku berwarna putih salju, sementara tangan kirinya bergerak membuka satu per satu halaman. Sepasang mata bulatnya pun tak berhenti menangkap rangkaian huruf yang tertoreh rapi. Sesekali keningnya akan berkerut saat mendapati sebuah kalimat yang tak ia mengerti. Padahal jika kita perhatikan lebih jauh, perempuan itu hampir setiap sore berdiri di balkon sembari memegang buku yang sama. Terkadang ia hanya membawanya tanpa berniat membaca.
Lagi, perempuan bersurai hitam menghela napas. Menutup buku bersampul bening itu dengan kasar, ia menjatuhkan bahunya lelah, bibirnya mengerucut sebal. Dengan langkah gontai, ia berjalan memasuki kamar. Melempar buku tersebut ke sebuah sofa kecil di sudut kamar. Ia hendak menghempaskan tubuhnya ke ranjang sebelum sebuah kertas dan dua foto mengambil alih atensinya. Tangan kananya terulur mengambil kertas dan foto tersebut, ia yakin kertas itu berasal dari buku yang ia lempar ke sofa tadi sebab posisinya tepat berada tak jauh dari sofa. Ia memperhatikan sobekan kertas itu, mencerna setiap kalimat yang ditulis dengan tinta hitam.
- ˚ O m b a k ˚
Ada yang ingin ia sampaikan melalui gulungannya. Sesuatu yang ingin ia ceritakan bersama deburan. Tapi selalu tertahan dibibir pantai. Pasirnya yang memaksa ombak untuk tak mengungkapkan apa yang terpendam
Namun seperti tak pernah menyerah. Ombak kembali lagi dan lagi. Walaupun ia tahu pada akhirnya ia akan terhempas kembali kelautan.
Sebuah sajak pendek tentang ombak membuatnya terdiam sejenak, tanpa sadar air mata mulai membendung di pelupuk. Detik selanjutnya, pandangan si perempuan mengarah pada dua foto polaroid di tangan kirinya. Di foto pertama, terlihat seorang lelaki bersurai natural brown tengah fokus pada sebuah kamera ditangannya. Sedangkan di foto kedua, menampakkan seorang perempuan bersurai hitam dengan latar belakang sungai Han tengah tertawa hingga barisan giginya terlihat.
Air mata telah mengalir tanpa permisi membasahi pipi, pikirannya menerawang jauh kebelakang, mengingat satu per satu peristiwa berkesan yang pernah ia lalui dengan seorang lelaki kelahiran bulan Maret. Tangannya yang sedikit bergetar membalikkan foto perempuan itu, terdapat sebuah kalimat romansa yang dituliskan dengan tinta hitam.
- Aku tidak tau bagaimana caranya mengungkapkan rasa kasih sayang melalui kata-kata yang indah untuk dibaca. Selama ini lewat tatapan mata, aku selalu menyampaikan rasaku. Bahwa aku mencintaimu, Jeon Shasa. -; hrj
Perempuan itu, Shasa tak sanggup lagi menahan air mata. Ia mengigit bibir bawahnya agar suara isak tangis tak terdengar. Namun sebuah suara knop pintu dan langkah kaki yang mendekat, membuatnya sontak menghapus air matanya, membalikkan badan dan memaksakan sebuah senyum hadir diwajah manisnya, tak lupa kedua foto dan kertas ia sembunyikan dibelakang punggungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
-⋅. GLIMMER [✓]
Fiksi Penggemar➶ 황런쥔 | completed. ❝Untuk apa banyak bicara jika mata mampu mengatakan semuanya ?❞ ✄┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈« ©dbluebearie