BAB 5

1.8K 310 16
                                    


Sebuah benda pipih berwarna rose gold terus bergetar dalam genggaman jemari gadis yang tengah duduk di taman kota, layar LCD ponsel tersebut beberapa kali menyala menampilkan nama seseorang yang membuat si gadis menarik napas dalam dan menggerakan ibu jarinya menggeser ikon telepon warna hijau kemudian mengarahkan ponselnya ke telinga sebelah kanan.

"Shasa."

"Hm, wae?"

"Kau dimana?"

"Ditaman kota, wae?"

Terdengar helaan napas dari seberang sana. Shasa melirik ponselnya sekilas kemudian kembali mengarahkannya pada telinga.

"Shasa, sampai kapan kau akan seperti ini? Cobalah untuk berdamai dengan masa lalu."

Shasa terdiam sejak, ia paham betul kemana arah pembicaraan ini. Bukan hanya sekali dua kali, tapi sudah berkali kali kakak kandungnya -Jeon Wonwoo mengatakan hal yang sama. Dan berkali kali pula Shasa hanya menjawabnya dengan kata 'IYA' , bukannya ia tak mau berdamai dengan masa lalu tetapi ia hanya belum siap. Kata damai mungkin memang sangat mudah sekali untuk diucapkan, tetapi sangat sulit untuk dilaksanakan apalagi menyangkut masa lalu yang cukup kelam.

Sosok diseberang kembali bersuara.
"Ingat, beliau adalah ibu kandungmu. Darahnya mengalir dalam dirimu. Beliau sangat berperan penting dalam kisah hidupmu, Jeon Shasa."

Tutt...

Terkadang semesta sangat kejam bukan? Disaat semua tengah meminta ketenangan, semesta mengusiknya. Disaat semua meminta sebuah petunjuk, semesta mempermainkannya. Dan disaat semua sudah menyerah, semesta menertawakannya. Apakah semesta selucu itu? Atau memang sudah hukumnya seperti itu?

Lihat, sekarang semesta kembali mengejeknya dengan membiarkan langit gelap sendirian menemani dinginnya malam.

Sepertinya Gadis Jeon harus segera bergegas pulang untuk mengantisipasi ia akan terjebak hujan mengingat ia sendirian dan langit gelap yang semakin bertambah gelap. Namun saat hendak melangkahkan kakinya, indra pendengarannya menangkap sebuah suara keributan dibalik pohon besar yang tak jauh dari tempat duduknya tadi.

Sebenarnya ia merasa takut, bagaimana jika suara keributan itu berasal dari dua hewan ganas yang sedang merebutkan buruannya? Atau jangan-jangan sepasang penjahat yang tengah melancarkan aksinya? Oh, atau bahkan seorang vampir yang sedang mengoyak kulit-kulit mangsanya?

Shasa meringis membayangkan itu semua, harusnya ia pergi meninggalkan taman secepat mungkin atau bisa saja ia akan dalam bahaya setelah ini. Tetapi karena rasa penasaran yang terlalu mendominasi, akhirnya ia memutuskan untuk menghampiri sumber suara tersebut. Dengan langkah mengendap-endap layaknya seorang intel, ia bersembunyi dibalik pohon besar, kepalanya menyembul sedikit, melihat apa yang sedang terjadi disana.

Mulut si gadis sedikit terbuka saat mendapati sepasang manusia tengah berkelahi disana atau lebih tepatnya sosok lelaki yang sedang melampiaskan emosinya pada lelaki satunya. Sesekali Shasa memejamkan matanya melihat lelaki yang lebih tinggi terus melayangkan pukulan pada tubuh lelaki yang hanya diam saja sedari tadi.

Hei. Kenapa aku malah menonton pertunjukan tak elit ini? Lebih baik aku pulang -batin Shasa

Shasa berbalik, tangannya terangkat untuk merapikan rambut hitamnya yang sedikit berantakan. Saat akan melangkahkan kaki, lagi-lagi ia berhenti, indra pendengarannya menangkap suara yang tak asing baginya. Seperti ia pernah mendengar suara itu tapi dimana?

Shasa kembali membalikkan badannya, lelaki tiang itu baru saja melempar lembaran kertas tepat mengenai wajah lelaki yang sudah tak berdaya. Sepasang manik bulatnya menyipit memperhatikan wajah lelaki berhoodie yang samar - samar terlihat karena ia berjalan melewati lampu taman, sepertinya lelaki itu akan pergi setelah menghajar habis-habisan lawannya.

-⋅. GLIMMER [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang