09_Cinta kepada Allah?

57 11 0
                                    

Selesainya ibadah Shalat Ashar Qinan memilih kembali kekamar nya dengan langkah kaki terburu-buru, mengingat ponselnya, meninggalkan umi Anum yang sedang memberi pencerahan pada santriwati. Qinan beralasan sakit di perutnya agar bisa kembali lebih awal.

Qinan menutup pintu kamarnya rapat-rapat dan melepaskan mukenah yang ia kenakan dan menggantungkannya di belakang pintu, Qinan pun segera mengambil ponselnya yang diletakkan di meja.

Qinan kembali menyalakan ponsel nya, ia mendudukan dirinya pada kursi yang tak jauh dari ranjang tidur.

Qinan membuka perlahan room chat dari Sizka sahabatnya dan mulai mendownload foto yang dikirim oleh Sizka.

Perlahan ia sandarkan tubuhnya, seluruh badannya lemah. Hatinya perih. Hancur. Kecewa kala melihat foto itu yang terpampang jelas menunjukkan wanita yang tengah memeluk kekasihnya itu.

Tak ada satupun pesan yang Qinan balas. Sungguh Qinan sangat bingung, Qinan bingung akan membalas apa dengan hatinya yang sedang hancur.

Qinan menaikan kakinya dan menenggelamkan wajah pada lututnya.

Sungguh menangis tanpa suara lebih menyakitkan.

Air mata terus mengalir di pipi Qinan. Ia bingung harus bagaimana, ia hanya tidak ingin mengambil keputusan disaat hatinya kacau dan emosi yang memuncak. Qinan menyeka air matanya dan segera memakai kerudung segi empat tanpa memakai dalaman kerudungnya.

"Geulis mau kemana?" sapa umi Anum, melihat cucunya yang baru keluar dari kamar.

Qinan yang hendak menutup pintu kamar menarik nafasnya menenangkan perasaannya dan memberikan senyuman palsunya sebelum menghadap umi Anum.

"Emm mau ketemu Adibah umi, bantu anak santriwati buat acara nanti," dusta Qinan.

"Owhh iya atuh kalau gitu makasihnya' mau bantuin Adibah," Umi Anum mengelus pundak Qinan.

"Iya Umi, Yaudah Umi.. Qinan permisi, assalamuallaikum,"

"Waalaikumussalam."

Qinan bergegas melangkahkan kakinya menjauh dari pesantren, ntah mengapa sekarang Qinan hanya ingin ketempat dimana ia akan merasa tenang.

Sesampainya Qinan menyapa para petani dengan senyuman palsunya. "Assalamualaikum Pak,"

"Eh waalaikumussalam neng,"

"Permisi Pak mau numpang duduk di saung boleh?"

"Ya boleh atuh sok-sok duduk aja,"

"Terimakasih Pak,"

"Sami-sami,"

Qinan duduk dengan menaikkan lututnya dan menyandarkan lengannya diatas lututnya, lalu dagu yang ia letakkan diatas lengan yang bertumpu pada lututnya.

Mata Qinan teras berat karna tangisan yang ia keluarkan tadi di dalam kamarnya. Qinan tersenyum melihat anak kecil yang berlarian mengelilingi sawah yang cukup luas, dan para petani yang asik berbincang disela istirahat mereka bekerja, di pinggir sawah.

Angin yang berhembus di wajahnya memberikan kesejukan. Tanpa diinginkan setetes Air mata jatuh di pipi Qinan.

Zayyin yang ntah sejak kapan berdiri di samping saung tersebut mulai membuka suara karna melihat wanita yang biasanya ceria ini meneteskan air mata tanpa sepengetahuannya. "Kenapa kamu?"

Qinan yang mengetahui siapa yang berbicara pun menyeka air matanya dan mengalihkan pandangannya pada zayyin

"Apanya yang kenapa jangan bilang dosa ngeliat sawah?" ledek Qinan

Zayyin tidak berkomentar apapun ia berniat untuk pergi dari tempat tersebut, Qinan yang melihat Zayyin akan pergi pun tidak menahan karna jujur Qinan tidak bisa berpikir apa-apa kecuali menenangkan perasaanya.

jodoh tak disangka [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang