16

47 10 0
                                    

Qinan yang berjalan lesu dikoridor pesantren dibuat kaget dengn kedatangan Adibah. Bukan lebih tepatnya Qinan yang melamun dan tidak menyadari kehadiran Adibah.

"Teh Qinan!" panggil Adibah membuyarkan lamunan Qinan.

"Dib yaallah lo ngagetin gw aja deh,"

"Astagfirullah maaf teh atu kirain saya teteh kesambet da' saya mah daritadi berdiri disini teteh malah ngelamun."

Qinan menyeka tetesan air mata yang jatuh disisi matanya. Adibah menyadari itu mulai lebih memperhatikan wajah Qinan yang tampak pucat dan matanya yang sembab.

"Teh? Teteh baik-baik aja kan? Ko pucet gini teh? Teteh habis nangis?" tanya Adibah.

Adibah meraba kening Qinan.

"Teteh badannya hangat mending sekarang teteh gak usah latihan dulu ya." Adibah sangat merasa cemas dengan keadaan Qinan. Ingin rasanya Adibah menanyakan tapi melihat kondisi Qinan yang jauh lebih penting.

"Elah mana ada hangat tagan lo kan basah dib tuh liat jadi pas lo megang kening gw yang dingin jadi hangat." Adibah melihat tangannya, benar bisa-bisanya Adibah terlupa.

"Eh iya ya teh hehe, terus kenapa atuh eta mata teteh malah sembab gitu kaya yang habis nangis," ucap Adibah.

Qinan ingin sekali mengatakannya tapi tidak sekarang karna sekarang Qinan hanya ingin menenangkan diri lagi.

"Qinan." panggil Tiara.

Tiara dan ketiga temannya pun mennghampiri mereka disela-sela obrolan yang serius.

"Assalamualaikum," Ucap putri.

"Walaikumuussalam wr. Wb" jawab Adibah dan Qinan serempak.

"Hayuk kita latihan udah ditunggu dilapangan sama Zayyin dan yang lain." Qinan mengangguk.

Sorry dib gw cuman gak mau ceritain ini yang ada lo malah ngetawain gw nanti gara-gara mertahnin orang yang jelas-jelas salah dan sekarang orang yang gw pertahanin dan gw percaya malah mutusin gw. Batin Qinan.

"Yasudah atuh teteh semangat ya latihannya," Adibah mengalihkan pandangannya pada Qinan."Teh Qinan latihan sama teteh ini gapapa kan? Soalnya saya teh harus urus dapur gantiin bu kiki, ibu kiki teh sakit."

"Iya santai lagian gw kan gak bakal berduaan... umi juga tau ko gw latiha sama Mereka."

Adibah mengangguk lega.

"Yasudah atuh saya permisi duluan ya. Assalamualaikum,"

"Walaikumuussalam," jawab mereka serempak.

Mereka pun beranjak pergi.

Sesampainya ditanah lapang yang luas sudah terlihat Zayyin dan beberapa temannya yang tengah berlatih menendang menggunakan pecing yang dipeganv erat oleh zayyin.

Riski yang menyadari kedatangan mereka pun menyahuti. "Tuh mereka lama banget sih lo."

"Yaelah namanya perempuan kaya gak tau aja," ucap Dinda memutar bola mata malas.

"Iya iya wanita kan istimewa," ucap adit dengan nada mengejek.

"Ekhem," Zayyin berdeham menyadarkan lamunan reza yang terus memerhatikan Qinan.

"Owh iya ini Qinan yang akan ikut lomba juga bersama kita," ucap Zayyin tanpa meliril sedikitpun pun ke arah Qinan.

Qinan yang mengerti sikap Zayyin pun hanya tersenyum geli.

"Gw reza," Reza memberikan jabatan tangannya.

Baru saja Qinan akan membalas jabatan tangan Reza tapi dihentikan oleh Zayyin yang tiba-tiba memberikan pecing yang ia pegang.

"Sekarang lo yang pegang kita harus latiha untuk tendangannya baru dilanjutkan dengan pukulan dan terakhir melancarlan jurus-jurus,"

Qinan mengundurkan tangannya.

Qinan kembali tersenyum meledek melihat sikap Zayyin yang seakan tak suka dengan perlakulan Reza tadi.

Zayyin yang melihat Qinan memperhatikannya pun mengalihkan pandangannya pada tanah lapang yang luas.

"Yaudah kita mulai aja latihannya," ajak Ratih.

Mereka pun mulai melakukan latihan demi latihan.

30 menit sudah dihabiskan mereka untuk melatih tendangan, pukulan dan jurus-jurus.

"Okey terakhir ya kita latihan tendangan," Zayyin mengambil pecing dan memegangnya dengan erat.

Mereka bergiliran melatih tendangan mereka masing-masing hingga tinggal giliran Qinan.

Tidak bisa dibohongi walaupun dirinya berada jauh dari Putra tidka menutup pikirannya dari putra. Kata-kata yang dikirim oleh putra berhasil membuat emosi Qinan memuncak.

Qinan memasang kuda-kuda.

"Hiyak!!" Qina berteriak dan mulai menendang pecing didepannya.

Dua tendangan begitu kuat membuat Zayyin perlahan mundur. Mereka yang melihat merasa tak jub.

"Gila ya ini cewe tendangannya mantep juga," bisik luthfi pada adit dan disetujui mereka yang mendengarnya.

Hingga tendangan terakhir yang berhasil membuat Zayyin terjatuh bukan-bukan karna tendangannya yang begitu kuat tapi gerakan tendangannya yang salah membuat pecing yang dipegang zayyin terkena dagunya dan membuat Zayyin kaget dengan rasa sakit yang timbul didagunya.

"Zayyin!" mereka yang melihat pun segera menghampiri zayyin terkecuali Qinan.

"Lo gak papa?" tanya Tiara yang nampak sangat khawatir. Zayyin menghindari tangan Tiara yang akan mendekat. Tiara yang mengerti akan sikap Zayyin pun mengangguk.

Zayin melihat mereka satu persatu tapi orang yang menyebabkan rasa sakit didagunya tidak menampkkan batang hidungnya.

Ya. Qinan tersungkur jatuh saat ingin menghampiri Zayyin kepala nya terasa sangat pusing dan pandangannya kabur membuat tubuhnya lemah dan terjatuh.

Kini mereka menghampiri Qinan.

"Zayyin yang sakit kenapa dia yang pingsan?" tanya Dinda dengan bingung.

"Udah mending sekarang lo bertiga gendong si Qinan nh gak mungkin kita yang gendong kan gak boleh."

Ratih, putri, dan Dinda mengangguk terkecuali Tiara yang diam ntah karna kaget dan bingung.

"aduh!" ringis Dinda.

"Kenapa lagi?" tanya luthfi.

"Sorry-sorry tangan gw kayanya salah gerakan tadi jadi sakit."

"Yah elah terus mereka berdua yang angkat mana kuat," ucap Adit.

Zayyin yang melihat cemas pun terpaksa mengenggendong Qinan dengan gaya bridal style. Mereka yang melihat nampak kaget.

"Eh kalau pada ngeliat nanti jadi fitnah lo dimarahin umi sama abah!" tegas Reza.

"Udah kita aja Zay," ucap Tiara.

Zayyin tak mengubris perkataan mereka dan berlalu begitu saja.

Qinan membuka matanya setengah sadar dan melihat dengan buram orang yang menggendongnya.

"Putra,"....

***

Jangan lupa vote dengan tekan bintang dan tinggalkan jejak dengan komen?!!^^

jodoh tak disangka [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang