Hadapi dan Bahagia

704 97 2
                                    

Hari ini Jin bolos dari pekerjaannya di rumah sakit. Bukan bolos sebenarnya, ia hanya mengambil cuti untuk peringatan kematian kedua orangtuanya. Ia bahkan memakai setelan formal demi peringatan ini.

Kini ia hanya sendiri di kamar asramanya, semua sudah berangkat bekerja terlebih dulu pagi tadi.

Jin mengambil Jas hitamnya dan memakai jas itu sebagai pelengkap tampilannya.

" Eoh.. sudah siap?!" Tanya Yoongi di ambang pintu.

" Kau ikut lagi?" tanya Jin. Daripada menjawab pertanyaan Yoongi ia lebih suka menanyakan alasan orangtua itu selalu ikut dalam acaranya. Padahal kan ia ingin sendirian saja.

" Aku tak mau membiarkanmu pulang dengan luka. Sudah cukup aku kecolongan."

" Dan oh ya.. aku sudah beli bunga yang kita perlukan."

Jin mencebik. Kenapa ia memiliki paman tukang mengganggu seperti pamannya ini? Ia selalu mengganggu aksi Jin, walaupun orang tua itu sudah mengetahui bahwa keadaan Jin akan lebih baik jika melakukan apa yang ia mau.

" Jangan lama paman.. ayo!!" Jin menyerah juga akhirnya.

Kaki Jin selalu terasa seperti jelly tiap kali ia menginjakkan kaki di rumahnya dulu, rumah bekas ia tumbuh sekaligus rumah tempat ia kehilangan orangtuanya juga.

" Rasanya selalu seperti aku yang masih kecil sedang menyaksikan drama penuh darah.." gumam Jin.

Yoongi tahu kalau trauma Jin masih bersarang di hatinya. Katakanlah Yoongi tak becus menjadi seorang dokter, tapi trauma itu memang terlalu mengguncang mental dan juga otak Jin.

Bayangan Jin menerawang.

-----Flashback On

" Ingat ini Jin.. kau akan selalu jadi milikku dan juga Hobi.. kau tak bisa menyangkalnya." Ucap sang ibu pada Jin kecil.

Jin yang notabenenya sangat menyayangi ibunya pun mau tak mau menurut saja, walau sebenarnya ia membenci Hoseok kakaknya. Meski ia tahu alasannya membenci tak masuk akal, tapi Jin juga mau ibunya memperhatikannya. Bukan hanya Hoseok.

" Eomma.. aku juga anak eomma.. mengapa hanya hyung saja yang eomma sayang.." tanya Jin kecil.

Ibunya hanya tersenyum sambil mengusak kepala Jin sayang,
" Kau mau tahu alasannya?"

Jin mengangguk.

" Karena kau bukan anak kandungku.. kau perusak dan menyebalkan.."

Mata Jin membulat kala ia mendengar ucapan ibunya itu. Dan sejak saat itulah Jin tahu kalau dirinya tak pernah sepenuhnya menjadi anak dan juga adik bagi ibu dan saudaranya.

-------Flashback Off

Jin meneteskan air matanya begitu ia mengingat tentang dirinya di masa lalu. Sungguh, bagi Jin yang namanya kasih sayang itu adalah barang mahal.

Seperti sengatan listrik bervoltase, Yoongi pun ikut menitikan air matanya. Baginya, hidup Jin adalah contoh hidup yang tak pernah ingin Yoongi sambangi. Bertahun-tahun sekolah di bidang psikologi anak, Yoongi tahu apa yang di rasakan Jin. Itu sangat merusak karakter aslinya. Bahkan mungkin itu akan terkubur jika terlalu lama.

" Kau akan bahagia Jin.. dan aku mau jadi bagian dari itu." Ucap Yoongi.

" Kebahagiaanku telah lama hilang. Ibu yang tak menyayangiku, ayah yang temprament, dan kakak dengan tingkat emosi yang buruk. Semua hal itu telah membawa pergi jiwaku samchon.. Lihatlah.. bahkan bekas luka yang mereka buat seakan menjadi cap yang akan terus mengikatku."

Jin menangis. Hanya di depan Yoongi lah ia bisa menangis. Selebihnya, semua penuh dengan pertunjukkan topeng. Tak ada realitas atau kebenaran di dalamnya.

" Mau dengar dongeng samchon? Mungkin kau akan mengerti aku dengan ini.." ucap Jin.

Yoongi hanya diam. Ia akan membiarkan Jin berceloteh tentang semua hal yang menimpanya. Itu lebih baik daripada harus busuk karena di pendam.

" Tidak.. kau membosankan saat mendongeng." Ucap Yoongi.

Jin mengusap air matanya. Ia pun memasang senyum yang sama dengan yang ia pasang pada orang lain.

" Jin.. ingat. Kau tak sendiri. Ada aku. Kau bebas membicarakan apapun jika denganku. Hanya.. kau harus ingat. Kau harus hadapi, jangan terus berlari. Semua orang mempunyai takaran kebahagiaan dan penderitaan masing-masing. Semuanya seimbang. Kau jangan khawatir."

Yoongi menepuk bahu keponakannya itu. Ia tahu, yang di depannya ini bukanlah remaja dengan usia 22 tahun, tapi dia hanyalah anak kecil yang trauma akan kematian orangtuanya dan kehilangan akan sosok kakak baginya. Hanya itu.

Hanya badannya saja yang tumbuh. Dan bukan jiwanya. Jin akan selalu jadi anak-anak jika terus menerus dibayangi semua masa lalunya.

Ya, Jin hanya akan menjadi anak yang sama.

" Eomma.. jangan pergi.. aku tak nakal.. jangan tinggalkan aku.."

🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Cuma mau bilang. Jangan lupa vote ama commentnya ya. Biar ryuu nya semangat...

See you..
🌸🌸♥️♥️♥️

Fine Psychiatric Hospital[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang