Rangkaian kata di depan mata Chenle tidak bisa lelaki itu cerna ketika sekelebat bayangan masuk ke kamar rawatnya. Chenle menutup bukunya dan mendapati pria pucat yang malam sebelumnya juga mengunjunginya.
"Kau datang lagi."
Pria itu memandangi jendela yang terbuka. Tirai putih gading kamar rawat itu tiba-tiba saja bergerak sendiri, menghalangi cahaya bulan dari mengusir kegelapan kamar rawat Chenle.
"Kau yang melakukan itu?"
Pria itu tersenyum dengan bangga. "Ini hal kecil bagiku."
Chenle tidak bisa menahan senyumnya. Pria ini terlihat dingin, tegas, dan tampak seperti bisa memakan manusia hidup-hidup, tapi sama sekali tidak ada bedanya dengan anak kecil.
"Duduklah." Chenle menunjuk kursi di sebelah ranjangnya. Pria itu pun duduk dekat dengan Chenle.
"Kau datang lagi. Kupikir yang kemarin itu hanya kebetulan saja."
Pria pucat itu memyilangkan kedua tangannya dan bersandar. "Yah, tadinya aku tidak ingin kemari, tapi mengingat wajah menyedihkanmu itu entah mengapa aku ingin kemari."
Meski alasannya terkesan menghina, Chenle tidak marah ataupun kesal. Kebalikannya, Chenle merasa senang. "Sering-seringlah berkunjung." Ucapnya.
"Hah! Kau pikir aku tidak sibuk?"
"Memangnya apa yang harus kau kerjakan?"
Tiba-tiba saja pria itu tampak berapi-api. Pria itu berdiri dan mengepalkan kedua tangannya di depan dadanya.
"Memeriksa apa semua orang-orang berdosa itu menjalani hukuman mereka! Dari neraka teratas hingga yang paling bawah! Memeriksa apakah semua hukuman itu menyiksa mereka! Butuh seharian untuk menyelesaikan semuanya! Memuakkan, sangat memuakkan!"
"Lalu, apa yang dikerjakan atasanmu?"
"Maksudmu ayahku? Cih, dia hanya bersantai dan menikmati segalanya. Dia tidak melakukan apa pun!" Salah satu tangan pria itu membuat gerakan menebas.
Chenle terkekeh. Rasanya lucu melihat iblis meluapkan amarahnya seperti ini. Terlebih lagi pria ini tiba-tiba saja menjadi tenang dan kembali duduk di kursi.
"Ekhm, lupakan yang tadi."
Chenle mengangkat bahunya. "Baiklah."
"Buku apa itu?"
Walau masih ingin mengetahui lebih dalam tentang anak penguasa neraka ini, Chenle tetap mengikuti ke mana pembicaraan mereka mengalir.
"Hanya kumpulan puisi."
Jisung menggeleng kecil seraya menatap Chenle penuh penghakiman. "Hah... sudah kubilang jangan menjadi menyedihkan."
Chenle memandang bukunya dan pria di sampingnya bergantian. Chenle tidak mendapatkan korelasi dari menyedihkan dan membaca kumpulan puisi. Membaca puisi membuat Chenle merasa tenang dan senang. Chenle tidak pernah merasa menyedihkan setiap kali membaca puisi.
"Ini tidak menyedihkan tahu." Diraihnya tangan pria pucat itu dan secara sepihak menyelipkan buku kumpulan puisinya di tangan pria itu.
"Ya! Beraninya kau menyentuhku!"
"Bacalah."
Pria itu memberikan tatapan tajamnya pada Chenle sebelum membuka buku di tangannya dan membaca satu baris dari halaman yang dibukanya.
---
Massa tidak sebanding dengan volume
Seorang gadis semungil bunga violet
Seorang gadis bergerak seperti kelopak bunga
Yang dapat menarikku kepadanya dengan kekuatan melebihi massa bumiSaat itu, aku, bagai apel Newton
Aku berguling ke arahnya tanpa berhenti
Hingga aku jatuh padanya
Dengan bunyi debaran...
Dengan bunyi debaran...Hatiku terus memantul dari langit ke bumi
Itulah cinta pertamaku [¹]---
"Tidak menyedihkan bukan?"Pria itu menurunkan buku di tangannya dan memandangi Chenle untuk waktu yang lama. Chenle yang tidak tahu alasannya hanya diam dan balas memandang pria pucat itu. Untuk suatu alasan, Chenle rasanya seperti tertarik ke suatu tempat yang dipenuhi dengan bunga dan diselimuti angin sejuk. Dia juga merasakan sensasi yang menggelitik perutnya.
"Ekhm." Chenle memandangi jari-jarinya, mengalihkan pandangannya. "Bagaimana?"
Wajah pria itu berseri-seri, tapi dia mencoba untuk menutupinya. "Hm, tidak terlalu buruk. Tidak semenyedihkan yang kukira."
Senyuman kecil terlukis di wajah Chenle. "Baguslah." Katanya setengah berbisik.
"Sebenarnya... aku menyukai puisi ini."
Chenle kembali menoleh dan memandang pria berpakaian hitam itu. Pria itu tampak malu, tapi masih berusaha untuk terlihat angkuh.
Pria itu berdecih dan meletakkan buku itu, menggesernya ke dekat Chenle. "Hanya puisi ini yang kusuka. Yang lainnya tidak. Hanya ini."
"Kau sudah pernah membaca puisi lain sebelumnya?"
Pria itu menggeleng seraya menjawab, "Belum."
Chenle tidak bisa menahan tawanya. Dia tertawa kecil, menertawai sikap konyol pria ini. "Kau bahkan baru membaca satu puisi, bagaimana kau bisa tahu kau tidak menyukai yang lainnya?"
"Tahu saja."
"Kau makhluk yang aneh."
"Aku Jisung."
Alis Chenle terangkat, merasa bingung dengan informasi yang diberikan secara tiba-tiba.
"Namaku Jisung."
"Kemarin malam kau bilang kalau kau tidak a—"
Pria itu, Jisung, mengulurkan tangannya, menunjukkan telapak tangannya pada Chenle. "Kutarik ucapanku! Kau boleh mengetahui namaku. Hanya kau."
Kedua sudut bibir Chenle tertarik dengan sendirinya dan rona samar mewarnai wajah pucat itu.
"Senang bertemu denganmu, Jisung."
--
[¹] 사랑의 물리학 (Physics of Love), Kim In Yook, 1963Iya, puisinya itu puisi yang ada di Goblin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Byōyomi [JiChen | ChenJi] ✓
Fanfiction✨A Story by Z✨ Chenle tidak pernah mengira dirinya akan mendapat tamu yang sangat mengejutkan seumur hidupnya. ▶️JiChen / ChenSung / ChenJi ▶️NCT ⚠️BxB [211009] #1 in chenji (out of 2.12k stories)