Ini aneh. Chenle rasa dia sudah dianestesi dan mungkin seharusnya sedang dioperasi. Namun sekarang dia berada di kamar rawatnya.
Semuanya terasa seperti biasanya. Hanya kekurangan satu hal.
Jisung.
Jisung tidak ada di sini.
Chenle bertanya-tanya, apakah ini dunia nyata atau hanya sebatas mimpinya? Jika ini dunia nyata, maka seharusnya Jisung berada di sini. Jika ini mimpi, maka seharusnya tidak terasa senyata yang Chenle rasakan sekarang.
Namun tetap saja, seharusnya Jisung ada dalam mimpinya.
Chenle menarik selimut unttuk menutup tubuh dan juga setengah wajahnya. Dalam hatinya, dia terus menyebutkan nama Jisung dengan harapan pria itu akan datang dan menemaninya seperti biasanya.
Chenle menoleh dengan cepat begitu mendengar suara pintu terbuka. Matanya memandang pintu penuh binaran. Selimut yang menutupi wajahnya dia turunkan.
Namun, binaran itu pudar begitu seseorang yang tidak dia kenal muncul di balik pintu.
"Zhong Chenle?"
Pria itu berpakaian serba putih dan tampak bersinar. Pria ini juga dikelilingi aura yang menyenangkan. Namun, Chenle sama sekali tidak mengenal pria ini.
"Kau mengenalku?"
Pria itu tersenyum. "Hanya sekadar mengetahui namamu."
Chenle memandangi sekitarnya dan memandangi pria yang berdiri sedikit jauh darinya. "Apa ini mimpi?"
Pria itu menggeleng. "Ini adalah alam bawah sadarmu."
Dahi Chenle berkerut. "Siapa kau?"
"Aku Changbin, salah satu petinggi langit."
"Seorang Dewa?"
Changbin mengangguk.
Chenle kembali menaikkan selimutnya unruk menutupi setengah wajahnya. Walaupun pria ini merupakan seorang dewa, rasanya tidak seistimewa dibandingkan ketika dia bertemu Jisung.
"Uh, aku tahu aku bukanlah orang yang kau cari, tapi aku harus berbicara denganmu."
"Untuk apa?"
"Agar aku bisa memenuhi doa Jisung."
Chenle bangun secara refleks dan memandangi Changbin dengan serius. "Apa aku boleh tahu permintaan Jisung?"
Changbin mengangguk. "Doanya adalah untuk keselamatanmu."
Chenle terdiam dan termenung.
Keselamatannya...
Seutas senyum pahit terlukis tanpa disadarinya. Alasan di balik Jisung yang begitu gencar menghadapi kondisi kesehatannya adalah lain tidak lain adalah waktu yang Chenle miliki hampir habis. Sudah sepatutnya Chenle mengetahui itu.
"Aku tidak memiliki harapan ya?"
"Tidak ada yang bisa mengubah kematian seseorang. Bahkan jika aku mengabaikan peraturan dan mencoba menyelamatkanmu, itu tidak akan berpengaruh apa-apa."
Chenle menundukkan kepalanya. Dadanya serasa dibebani oleh batu sebesar satu ton dan seolah seseorang sedang mencekiknya di saat yang bersamaan. Sangat sulit baginya untuk bernafas sekarang.
Chenle tidak keberatan untuk mati, tapi itu berlaku sebelum Jisung datang ke kamar rawatnya dan mewarnai hari-harinya. Bagaimana Chenle bisa merelakan kebahagiaan yang sudah Jisung berikan padanya? Bagaimana Chenle bisa membuat Jisung sedih dengan kepergiannya?
Tidak ada lagi angin sejuk di musim semi yang membawa kelopak bunga, hanya ada langit kelabu yang membawa hujan.
"Kapan waktuku tiba?"
"Baik para Dewa mau pun iblis hanya dapat mengetahui bahwa maut mendekati, kami tidak bisa mengetahui tepatnya, hanya para pengurus dunia bawah dan pencabut nyawa yang mengetahuinya."
Mata Chenle terpejam. Akan sangat menyakitkan jika dia tidak bisa mengucapkan perpisahan pada Jisung ketika waktunya tiba. Akan sangat menyakitkan jika memori terakhir yang dia miliki bersama Jisung hanya sebatas genggaman tangan mereka yang terlepas di kamar rawat sebelum operasi di mulai.
Akan sangat menyakitkan untuk melepas Jisung.
"Aku berada di sini untuk memenuhi doa Jisung. Walau aku tidak bisa menghapus mautmu, tapi aku bisa memberimu waktu. Hanya begitu sedikit, tapi aku bisa memberikannya." Changbin mendekati Chenle, menyentuh lembut bahu lelaki itu dan memberikan gulungan kertas berwarna hitam yang berada di tangannya. "Jadi setidaknya walau hanya memberikan sedikit waktu, aku sudah menyelamatkanmu dari waktu kematianmu yang sebenarnya."
Chenle membuka matanya dan menerima gulungan hitam itu dan membukanya. Tertulis banyak sekali kata yang ditulis menggunakan tinta emas di kertas itu dan Chenle tidak begitu mengerti isinya.
"Apa ini?"
"Ini adalah hasil negosiasi dengan petinggi dunia bawah. Kau tidak perlu mengetahui detailnya bagaimana, singkatnya, mereka setuju untuk memberikanmu sedikit waktu."
Mata Chenle tertuju pada baris paling akhir dari rentetan kalimat yang panjang. Di bawahnya, terdapat enam tanda tangan dengan salah satunya ditulis menggunakan tinta putih dan menampakkan nama Changbin di sana.
"Aku minta maaf karena tidak bisa menghapus mautmu maupun memberikanmu lebih banyak waktu dari yang sudah disetujui."
Mata Chenle kembali terpejam dan tetesan air matanya mengaliri kedua pipinya.
"Tidak apa, ini sudah lebih dari cukup."
Di penghujung hari, matahari yang sudah bersinar sepanjang hari pun akan tenggelam. Namun dalam proses tersebut, akan selalu ada momen indah tercipta akibat perpaduan jingga dan violet yang menakjubkan yang seolah memberitahu bahwa tidak perlu bersedih karena tenggelamnya matahari.
Dengan sedikit waktu yang diberikan kepadanya, Chenle ingin menunjukkan itu pada Jisung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Byōyomi [JiChen | ChenJi] ✓
Fanfiction✨A Story by Z✨ Chenle tidak pernah mengira dirinya akan mendapat tamu yang sangat mengejutkan seumur hidupnya. ▶️JiChen / ChenSung / ChenJi ▶️NCT ⚠️BxB [211009] #1 in chenji (out of 2.12k stories)