Jisung mengerutkan dahinya ketika tidak mendapati Chenle di kamarnya. Jisung memeriksa kamar mandi dan lelaki itu juga tidak ada di sana. Jisung mengubah wujudnya menjadi bayangan dan menelusuri lorong rumah sakit untuk menemukan Chenle.
Jisung hampir berbelok keluar menuju halaman belakang rumah sakit ketika dia merasakan sesuatu yang familiar tidak begitu jauh dari tempatnya. Jisung menyatukan dirinya dengan bayangan vending machine. Chenle ada di dekatnya, duduk di salah satu bangku di kantin rumah sakit.
Jisung merasakan perasaan familiar yang aneh melihat Chenle yang menatap kosong ke depan. Sesuatu samar-samar tergambar di kepalanya, tapi Jisung belum bisa menemukan peristiwa apa itu. Hanya satu yang terbesit jelas.
"Edelweiss adalah bunga paling cantik di dunia!"
"Memangnya kau pernah melihat semua bunga di dunia?"
"Belum pernah, tapi aku yakin tidak ada yang lebih cantik daripada bunga edelweiss."
Jisung merutuki dirinya. Dirinya sedikit lemah dalam menggali ingatan. Selama enam ribu tahun hidupnya ada banyak sekali peristiwa yang terjadi, terkadang beberapa timpang tindih satu sama lain sehingga Jisung tidak bisa begitu yakin kapan peristiwa itu terjadi.
Jisung pergi ke kamar mandi dan mengubah wujudnya sebelum menghampiri Chenle dan duduk di depan lelaki itu.
Mata Chenle membulat mendapati kedatangan Jisung. "Oh? Apa kau menampakkan dirimu?"
Jisung mengangguk, lalu berdecak. "Kau pasti sedang memikirkan hal-hal menyedihkan."
Bibir Chenle mencebik. "Dan kau lagi-lagi tidak mengerjakan pekerjaanmu."
"Sudah kukatakan kemarin itu bisa kuatur dengan mudah." Jisung mengibaskan tangannya.
"Sepertinya enak sekali menjadi dirimu."
Jisung menyerngit. Pekerjaannya memang terdengar mudah, tapi sangat sulit untuk menjalaninya. Melihat lidah, jari, kaki dipotong. Tubuh yang melepuh karena disiram air panas. Teriakkan minta tolong dari mereka yang dipanggang. Semua itu lama-kelamaan menjadi beban untuk Jisung.
"Cobalah menjadi diriku sehari saja, pasti kau akan meminta matamu dilepas." Jisung menggeleng kecil. "Jangan pernah berharap jadi diriku."
"Yah, pasti berat melihat orang-orang disiksa." Chenle memajukan bibirnya. Dia terdiam sesaat sebelum menatap Jisung penuh binaran.
"Oh~ kau lebih dewasa sekarang."
Jisung mematung ketika Chenle memajukan tubuhnya dan membelai lembut kepalanya. Setiap belainya terasa begitu hangat dan akrab. Samar, Jisung bisa mencium lembabnya air dan mendengar rintikkan hujan. Keramaian juga bisa dia dengar, tapi jauh sekali dan redup.
Melihat Jisung yang diam, Chenle menarik tangannya dari kepala pria itu. "Ah, maaf. Aku lupa kau tidak—"
"Tidak." Jisung menahan tangan Chenle dengan cepat.
Chenle merasa terkejut ketika tangan Jisung membungkus pergelangan tangannya. Ini adalah pertama kalinya Jisung menyentuhnya sejauh yang Chenle ingat.
Chenle tidak pernah menyangka sentuhan ringan seperti ini dapat memberikan efek yang cukup besar terhadap debaran jantung serta aliran darahnya. Chenle pikir mungkin ini alasan mengapa Jisung tidak suka disentuh.
"K-kenapa?"
"Kau..." Jisung terdiam cukup lama sebelum pegangan tangannya meregang dan melepaskan tangan Chenle. Desahan pelan dia keluarkan dan dia mengibaskan tangannya. "Lupakan saja."
Chenle ingin bertanya, tapi dia tidak ingin membuat Jisung tidak nyaman dengan memaksa pria itu untuk bercerita. Lagipula, Chenle tidak lebih dari sekadar orang lain bagi Jisung.
"Kau sedang apa di sini?" Jisung mengalihkan pembicaraan mereka.
"Hanya bosan di kamar. Jangan khawatir, aku sudah merasa lebih baik. Kau sendiri? Ini sudah ketiga kalinya kau mendatangiku di pagi hari, bukankah kau seharusnya mengawasi hukuman di rumahmu? Apa kau tidak dimarahi ayahmu?"
Ketika Jisung datang di pagi hari, waktu yang tersedia baginya untuk berbincang dengan Chenle lebih banyak ketimbang ketika dia datang di malam hari. Jisung senang berbincang dengan Chenle, dia bisa menanyakan, mendapat cerita, dan bercerita tentang banyak hal dan Chenle tidak pernah marah atau menghakiminya.
Karena itu Jisung lebih senang datang di pagi hari.
"Hanya ingin saja. Masalah ayahku bisa kutangani sendiri." Jisung mengendikkan bahunya. Matanya menghindari tatapan Chenle. "D-dan aku tidak khawatir , jangan bermimpi."
"Baiklah, baiklah. Sepertinya aku terlalu percaya diri, hm?"
Jisung melirik Chenle, satu sudut bibirnya tertarik membentuk seringai. "Kau ingin aku khawatir padamu?"
Rasanya ingin sekali Jisung mencubit pipi Chenle ketika lelaki itu mencebikkan bibirnya. Namun Jisung menahan diri dengan meremat celananya.
"Sepertinya aku terlalu percaya diri lagi."
Jisung mengangguk-angguk masih dengan seringai jahilnya. "Yah, aku tidak akan heran jika kau ingin diperhatikan oleh orang tampan sepertiku." Sahutnya.
Jisung tidak tahu mengapa wajah pucat Chenle diwarnai dengan warna merah muda yang begitu manis. Namun Jisung merasa senang melihatnya.
"A-aku tidak berpikir kau tampan dan kau itu tidak bisa disebut orang, kau tahu?" Chenle memalingkan wajahnya dari Jisung.
Jisung ingin membalas, tapi apa yang ditangkap matanya sedikit jauh dari meja mereka membuat Jisung bungkam. Tidak lagi ada senyum atau perasaan senang dalam dirinya.
"Chenle."
Chenle terpaku. Ini adalah kali pertama Jisung memanggil namanya. Cara Jisung menyebutkan namanya terdengar begitu lembut namun intens di saat yang bersamaan. Membuat dadanya membuncah.
"A-apa?"
"Apa kau ingat aku berhutang satu cerita padamu?"
Chenle mencoba mengingat cerita yang Jisung maksud. Kemudian dia mengangguk ketika dia mengingat cerita Jisung tentang adik keduanya.
"Tentang adikmu."
Jisung mengangguk. "Aku tidak akan menceritakannya padamu, tidak dalam sepuluh tahun ke depan."
"Sayang sekali, padahal aku sangat ingin mendengarnya."
Tangan Chenle diraih dan digenggam lembut oleh Jisung. "Karena itu kau harus mendengarkannya sepuluh tahun yang akan datang, hm?"
Tatapan Jisung yang dilayangkan padanya begitu sendu dan genggaman tangannya mengerat perlahan-lahan.
Seutas senyum Chenle ulas untuk Jisung dan dia mengangguk. "Baiklah."
"Kau berjanji?"
Chenle mengangguk. "Ung!"
Diluar kesadarannya, Jisung tersenyum dengan kedua mata yang berkaca-kaca.
Dan aku pun akan berusaha agar kau bisa mendengarkan ceritaku sepuluh tahun yang akan datang.
--
Ada yang cukup tua untuk tau lagu di mulmed? Apa kalian kayak Z yang masih muda (hehehe) tapi tau lagu itu?
![](https://img.wattpad.com/cover/244944360-288-k153349.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Byōyomi [JiChen | ChenJi] ✓
Fanfiction✨A Story by Z✨ Chenle tidak pernah mengira dirinya akan mendapat tamu yang sangat mengejutkan seumur hidupnya. ▶️JiChen / ChenSung / ChenJi ▶️NCT ⚠️BxB [211009] #1 in chenji (out of 2.12k stories)