Chenle melirik Jisung. Pria itu belum meninggalkannya sejak dua malam yang lalu ketika tiba-tiba saja seseorang datang dan Jisung membawa pergi orang itu. Bahkan Jisung tidak meninggalkannya ketika dia menjalani terapinya. Jisung berdiri di tepat di sampingnya, tidak terlihat oleh orang lain, tapi pria itu berdiri tepat di sebelahnya.
Chenle tidak tahu dengan begitu jelas apa yang terjadi malam itu, tapi sepertinya orang itu berbahaya atau semacamnya jika dilihat dari bagaimana Jisung bereaksi.
Jisung juga terlihat lebih waspada, walau akan bersikap seperti biasanya jika Chenle mengajaknya berbincang. Jisung juga akan selalu mengalihkan pembicaraan ketika Chenle bertanya tentang orang itu. Jisung juga akan mengikutinya ketika Chenle keluar dari kamar.
Chenle mempunyai dugaan, tapi dia akan menunggu Jisung untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi.
Chenle menoleh ke belakang, memandangi Jisung yang mendorong kursi roda untuknya. Chenle sebenarnya dapat berjalan sendiri walau harus perlahan karena tubuhnya masih lemas akibat efek terapinya, tapi Jisung bersikeras Chenle membutuhkan kursi roda dan memanggil perawat untuk itu.
Walau sedikit berlebihan, Chenle merasa senang atas perhatian Jisung.
"Kau mungkin bisa mematahkan lehermu jika terus memandangiku seperti itu."
"Jika untuk memandangimu kurasa tidak masalah." Chenle terkekeh.
"Wajahku memang tampan, tapi aku tidak ingin lehermu patah hanya karena wajahku."
Senyum Chenle terulas lebih lebar. "Kau mengkhawatirkanku?"
"Tidak. Aku hanya tidak ingin merasa bersalah setiap melihatmu dan berpikir 'Ah, ini semua karena wajah tampanku.' Aku juga tidak ingin merawatmu jika itu benar terjadi."
Chenle berdecak. "Jadi aku terlalu percaya diri lagi?"
Di belakang Chenle, Jisung tersenyum. "Ya, kau terlalu percaya diri." balasnya.
"Chenle?!"
Jisung menghentikan langkahnya dan menoleh ke kanannya. Chenle yang dipanggil pun turut menoleh.
Seorang pria dengan balutan sweater rajut berwarna putih berdiri tidak jauh mereka. Jisung jelas tidak mengenal lelaki itu, tapi Jisung rasa itu adalah salah satu teman Chenle.
"J-Jeno hyung?"
Pria berambut hitam itu berjalan cepat menghampiri mereka. Semakin dekat pria itu dengan mereka, semakin erat pegangan Chenle pada sandaran tangan kursi roda. Jisung yang bisa merasakan ketakutan Chenle menyentuh pundak lelaki itu. "Haruskah kita pergi?"
Namun belum sempat Chenle menjawab, pria itu sudah berada di depan mereka. Dia berlutut dan menggenggam tangan Chenle.
"Kau ke mana saja? Kau tidak meninggalkan kabar dan menghilang begitu saja! Semua mencarimu! Kau-" pria bernama Jeno itu berhenti dan tampak sangat terkejut.
Jisung bertaruh itu karena Chenle duduk di kursi roda dengan wajah yang pucat, juga topi rajut hitam yang membalut kepala Chenle. Rambut Chenle rontok begitu banyak kemarin dan Jisung membelikan topi rajut itu agar Chenle tidak perlu malu karena beberapa spot kosong di kepalanya jika ingin keluar kamar.
"Kau... kau kenapa?"
"A-aku... ini... ini...-"
"Kanker usus besar." Jisung menyela.
"A-apa?"
Chenle menyentuh bahu temannya dan menggeleng. "Tidak perlu khawatir, kondisiku sudah semakin membaik. Aku sudah jarang merasakan nyeri di perutku. Dokter juga bilang kemungkinan bagiku untuk sembuh semakin besar."
![](https://img.wattpad.com/cover/244944360-288-k153349.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Byōyomi [JiChen | ChenJi] ✓
Fanfiction✨A Story by Z✨ Chenle tidak pernah mengira dirinya akan mendapat tamu yang sangat mengejutkan seumur hidupnya. ▶️JiChen / ChenSung / ChenJi ▶️NCT ⚠️BxB [211009] #1 in chenji (out of 2.12k stories)