Acht

2.6K 549 59
                                    

Chenle memandang keluar jendela. Matahari hampir terbenam, tapi Jisung belum mengunjunginya. Seharian ini Chenle menunggu kedatangan pria pucat itu. Ketika Chenle melihat bayangan sedikit saja, Chenle akan langsung berharap jika bayangan itu adalah Jisung. Namun Jisung tidak kunjung datang.

Chenle berusaha menerima kenyataan bahwa mungkin saja Jisung tidak akan datang hari ini. Jisung sudah mengunjunginya pada waktu dimana seharusnya pria itu melakukan pekerjaannya di neraka selama empat hari berturut-turut. Mungkin Jisung menggantikan pekerjaan yang sudah dia tinggalkan.

Namun ada sesuatu terasa aneh dalam diri Chenle. Chenle membayangkan dirinya seperti rumah yang kosong. Begitu sepi, tidak ada seseorang untuk mengisi kekosongannya, tidak ada orang yang menghias dan mewarnainya, dan tidak ada orang yang memberikannya kehidupan.

Chenle menghela nafasnya dan dia menarik selimutnya, dia ingin bergelung di dalam nyamannya selimut hingga tertidur. Namun baru beberapa saat dia memejamkan matanya, suara hangat yang familiar baginya terdengar.

"Kau sudah tidur?"

Chenle pun membuka matanya dan tatapannya langsung bertemu dengan Jisung. "Kupikir kau tidak akan datang." Chenle berucap pelan. Senyum Chenle terulas kecil dibalik selimut yang menutupi setengah wajahnya.

"Matahari baru saja tenggelam dan kau sudah ingin tidur? Wah, sepertinya kau tidak ingin aku datang."

Masih dengan posisi bergelung, Chenle menjawab, "Aku... aku menunggumu seharian ini."

Matanya dialihkan dari Jisung dan wajahnya terasa panas. Entah mengapa Chenle merasa malu mengakui itu.

Dalam dirinya, tanpa disadari ada keinginan untuk menghambur memeluk Chenle dengan erat dan membelai lembut pipi yang semakin tirus itu. Jisung menggeleng kecil ketika menyadarinya.

"Aku harus membayar ganti pekerjaan yang kutinggal kemarin. Kurasa aku terlalu lama."

Seperti biasa, Jisung menarik kursi untuk duduk di samping Chenle. "Maaf membuatmu menunggu seharian."

Chenle mengubah posisinya. Sekarang dia dapat memandangi Jisung dengan nyaman. Kedua sudut bibirnya tertarik, memberikan senyum yang lebar untuk Jisung.

"Apa aku baru saja mendengarmu meminta maaf?"

"I-itu karena kau terlihat begitu menyedihkan. A-aku jadi merasa tidak enak." Jisung menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Y-ya! Bukankah sudah kubilang jangan bersikap menyedihkan?!"

"Kau sudah sering mengatakannya."

Jisung mengacungkan jari telunjuknya dan menunjuk Chenle. "Namun kau tidak mendengarkan."

"Namun aku tidak merasa aku bersikap menyedihkan."

"Eii, ya! Kau sekarang berani membantahku, hm?"

Chenle baru saja akan menjawab ketika mendapati seseorang bertengger di jendela kamar rawatnya. "Apa kau membawa teman ke sini?"

Jisung berbalik dan terdiam sesaat. Chenle dapat merasakan suasana kamar rawatnya menjadi begitu mencekam dalam sesaat. Chenle juga dapat merasakan aura mengerikan berasal dari Jisung.

"Jangan turun dari ranjang atau aku akan marah. Kau tidak akan menyukainya jika aku marah."

Jisung bangun dan mengubah wujudnya menjadi bayangan. Pria itu bergerak cepat keluar jendela, melilit dan menarik orang yang bertengger di jendela pergi bersamanya.

Jisung membawanya ke gang gelap yang kosong. Dihempaskannya orang tersebut ke jalanan sebelum mengubah wujudnya kembali.

"Bukankah sudah kubilang untuk tidak mendatanginya lagi?" Jisung berucap tajam. Suaranya terdengar lebih berat dan lebih memgintimidasi dari biasanya.

"M-maaf Pangeran Mahkota, tapi sudah tugasku untuk mengawasi—"

"Aku tidak akan pernah membiarkanmu atau siapa pun mengambilnya."

Jisung melangkah mendekati pria yang juga berpakaian hitam sepertinya. Pria itu mundur dengan kakinya yang bergetar.

"Kau... kau dan orang-orang dunia bawah... kalian yang membuatku tidak mempercayainya. Aku ingin percaya padanya, ingin percaya bahwa dia akan menemaniku, mendengarkan semua ceritaku, dan tertawa bersamaku untuk waktu yang lama." Jisung mengepalkan tangannya.

"P-Pangeran Mahkota, s-saya tidak mengerti."

Tatapan Jisung semakin menajam. "Jangan mendatanginya lagi!"

"P-Pangeran, p-para petinggi dunia bawah bisa m-menghukum saya jika—"

"Kau pikir aku peduli?"

Jisung meraih leher pria itu dan mencengkeramnya. "Aku bisa membinasakanmu jika aku ingin."

"P-Pangeran Mahkota, t-tolong."

"Kalau begitu lebih baik kau turuti perkataanku."

Jisung melepas cengkeramannya. "Aku tahu telingamu masih berfungsi."

Jisung berbalik dan berjalan pergi menjauh. Dia berjalan kembali ke rumah sakit. Namun ketika dia sampai di depan kamar rawat Chenle, Jisung berhenti. Dia hanya berdiri menghadap pintu.

Dapat dia lihat Chenle masih berada di ranjangnya, duduk seraya memeluk lututnya.

Tidak boleh... dia harus terus bersamaku.

Jisung menghela nafasnya. Salah satu tangannya terkepal dan yang lainnya tanpa sadar bergerak ke dadanya, meremat kemeja hitam yang dia pakai.

Jisung merasa aneh. Rasanya seperti sesuatu menyumbat saluran pernafasannya dan memberikan debu ke matanya hingga terasa begitu perih dan panas.

Jisung belum siap dan tidak akan pernah siap. Karena itu Jisung akan terus berusaha untuk membuat Chenle tetap bersamanya.





Byōyomi [JiChen | ChenJi] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang