Einundzwanzig

2.1K 458 55
                                    

Chenle tidak bisa memejamkan matanya sejak dia sadar pasca operasi. Walau Chenle tahu dia diberikan sedikit tambahan waktu, tapi dia bahkan tidak tahu waktu asli kematiannya menjemput. Chenle takut jika waktunya tiba, dia tidak dapat mengucapkan selamat tinggal pada Jisung.

"Kau tidak mengantuk? Kau belum tidur sejak kemarin."

Chenle menggeleng. Dia menggeser posisi duduknya dan menepuk tempat kosong di sebelahnya. Jisung yang tahu maksud Chenle menatap Chenle dengan ragu. "Ranjangnya kurasa tidak didesain untuk ditempati dua orang."

Chenle menggeleng. "Tidak apa, itu tidak seperti ranjangnya akan patah hanya karena diduduki dua orang."

Jisung akhirnya medekat dan mencubit lembut hidung Chenle sebelum dia duduk di sebelah Chenle. "Kau bersikap nakal di depan kenakalan itu sendiri. Bagus sekali."

"Tidakkah kau bangga?" Chenle menoleh dan tersenyum lebar hingga kedua matanya membentuk lengkungan yang mempermanis senyumannya.

"Tidak.

Senyuman Chenle dengan cepat memudar, tergantikan oleh cebikan mungilnya. "Kenapa?"

"Aku ini adalah iblis, anak raja iblis, dan pewaris takhta neraka. Kenakalan kecil seperti ini tidak tidak seberapa."

"Wah..." Chenle menyandarkan kepalanya di bahu Jisung. "Kau menyebalkan hari ini."

Jisung terkekeh. "Kau menggemaskan hari ini." balasnya.

Chenle meraih tangan Jisung dan menyelipkan jari-jarinya di sela-sela jari Jisung. "Hanya hari ini saja?"

Jisung membungkus tangan Chenle dengan jari-jarinya. "Tidak, biasanya kau juga menggemaskan, tapi hari ini kau lebih menggemaskan."

Chenle menyembunyikan wajahnya di perpotongan leher Jisung, yang membuat senyum lebarnya ikut tersembunyi. "Iblis bemulut manis."

"Jika iblis tidak bermulut manis, bagaimana mereka berhasil merayu manusia?"

Chenle mengangkat kepalanya. Matanya memandangi Jisung untuk beberapa saat sebelum memberikan kecupan di pipi pria itu. Membuat Jisung yang belum siap terpaku dalam keterkejutannya.

Rasanya jantung Jisung hampir berhenti berdetak kala bibir Chenle bersentuhan dengan kulit wajahnya. Ini adalah pengalaman pertama Jisung mendapatkan kecupan seperti itu walau dia sudah sering melihat banyak manusia melakukan itu pada orang-orang terkasih mereka.

Akan selalu ada rona yang menghiasi kedua pipi mereka setelah mereka mendapatkan kecupan tersebut. Jika tidak, mereka akan tersenyum lebar, lalu membalas kecupan tersebut. Jisung dulu bertaya-tanya mengapa mereka melakukan itu, tapi dia mengetahuinya sekarang. Perasaan hangat mewarnai hatinya dan rasanya dia ingin membagi kehangatan tersebut dengan orang yang mengasihinya.

Namun, Jisung tidak bisa berpikir, dia terlalu terkejut. Chenle yang berpikir bahwa diamnya Jisung adalah tanda dari ketidaksukaan pria itu terhadap apa yang dia lakukan pun segera mengusap pipi Jisung, menghilangkan bekas kecupannya.

"Maaf, seharusnya aku tidak melakukannya."

Jisung menoleh dan secara tiba-tiba memberikan sebuah kecupan di dahi Chenle.

Chenle pun terpaku dan tidak menyadari wajahnya yang memerah semerah tomat yang sudah masak.

"A-apa... kau merasakan hangat yang kurasakan?" Jisung bertanya dengan hati-hati.

Tersadar dari keterkejutannya, Chenle mengangguk dengan kaku. Kemudian, dia pun menunduk ketika merasakan wajahnya begitu panas.

"Kau malu? Atau kau tidak menyukainya?" Jisung yang sedikit khwatir bertanya.

"Apa aku terlihat seperti tidak menyukainya?"

Jisung terpana untuk sesaat sebelum terkekeh dan mendekap Chenle. "Aku juga menyukainya."




Byōyomi [JiChen | ChenJi] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang