Dreiundzwanzig

2.3K 458 76
                                    

Z saranin pasang lagu di mulmed waktu kalian liat dialog, "Tidak apa-apa."

Z ngga tau bakal pas apa ngga, tapi itu yang Z dengerin waktu nulis chapter ini.



---

Perlahan kedua mata Chenle terbuka. Setelah beberapa saat menyesuaikan dengan cahaya di sekitarnya, Chenle bangun dengan rasa panik yang tiba-tiba saja menyerang. Jantungnya berdegup cepat dan manik berkilaunya berkaca-kaca.

Tangannya memeluk dirinya sendiri, kemudian berpindah menyentuh wajahnya, lalu berpindah ke kakinya.

Matanya menyapu ke seluruh sudut ruangan dan kepalanya memutar ke seluruh arah.

Tidak menemukan apa yang dicarinya, Chenle turun dari ranjangnya. Dia begitu panik hingga tidak memikirkan selang infus yang terpasang di tangannya.

Chenle memeriksa kamar mandinya. Hanya kekosongan yang didapatnya. Chenle pun berjalan keluar kamar. Langkahnya tergesa-gesa, matanya mengarah ke mana pun dia bisa memandang.

Jisung...

Chenle butuh Jisung.

"Nak."

Chenle menoleh. Seluruh tubuhnya bergetar mendapati seorang pria yang tampak sedikit tua berdiri di belakangnya. Kakinya tanpa sadar melangkah mundur perlahan dan kepalanya menggeleng pelan.

"A-aku belum m-mengucapkan selamat tinggal pada Jisung... tidak, tidak."

Pria itu melangkah mendekatinya dengan tangan terulur. "Waktumu sudah habis."

Chenle tidak dapat memikirkan apa pun. Dia hanya terus menggelengkan kepalanya seraya melangkah mundur. Matanya terpejam dan air matanya mengaliri pipinya.

Tidak... tidak!

---

Kedua mata Chenle terbuka dan tubuhnya bangun dengan cepat. Nafasnya tersengal-sengal.

"Ada apa? Kau bermimpi buruk?"

Chenle menoleh ke kirinya. Jisung duduk di sampingnya, di kursi yang biasa dipakainya. Chenle menghela nafasnya lega dan sekujur tubuhnya terasa ringan dalam sekejap. Walau begitu, ketika Chenle menggapai Jisung, tangannya gemetar. Sepertinya tubuhnya masih terlalu terkejut dengan semuanya.

"Syukurlah." Chenle menyeka air matanya dan memeluk Jisung dengan erat.

Jisung memandangi punggung Chenle dengan bingung, tapi dia berusaha membuat Chenle merasa nyaman dalam pelukannya. Namun, Jisung merasa khawatir ketika merasakan basah di pakaiannya.

"Kau menangis?"

"Tidak." Chenle melepaskan pelukannya dan menyeka matanya dengan cepat dan berpura-pura menyeka pelipisnya. "Kurasa itu keringat, aku merasa sedikit panas. Maaf karena mengotori pakaianmu."

Chenle memalingkan wajahnya, tapi Jisung menahannya. Kedua pipi Chenle ditangkupnya dan Jisung menatap si pemilik pipi.

"Kau bermimpi apa? Siapa yang berani menakuti Chenleku ini eoh?!"

Jisung melepas topi rajut Chenle dan membelai lembut helaian hitam yang sudah sangat tipis itu. "Haruskah aku menyiksanya? Mengirimnya ke neraka? Katakan padaku, apa hukuman yang tepat untuknya?"

Rintik hujan yang menghiasi hati Chenle seolah terhapus begitu saja oleh ucapan Jisung. Tawanya tidak mampu Chenle tahan. Chenle mengusap tangan Jisung dan menggeleng. "Tidak perlu."

Byōyomi [JiChen | ChenJi] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang