Siebzehn

2.1K 449 30
                                    

Jisung memandangi Chenle dengan cemas. Hari ini adalah hari dimana Chenle akan menjalani operasi. Jisung sangat tidak menyukai hari ini untuk suatu alasan yang tidak jelas.

Tidak hanya ada Chenle di kamar rawat ini. Jisung memberitahu teman-teman Chenle yang informasinya dia dapatkan dari Felix. Mereka pun akhirnya datang dan memberikan banyak dukungan untuk Chenle.

Jisung cukup senang melihat kesepian Chenle terhapuskan dengan kehadiran orang-orang ini. Terutama hari ini adalah hari yang cukup penting.

"Chenle, kau harus bertahan eoh! Ingat, kami menunggumu!" lelaki berkulit madu berseru dengan semangat. Walau perasaannya berkebalikan, terpampang dari matanya yang berkaca-kaca.

"Kau juga memiliki seseorang yang istimewa yang turut menunggumu,"

Jisung tersentak ketika lelaki bernama Jaemin yang mengunjungi Chenle tempo lalu menunjuknya. Lelaki yang berdiri di dekatnya tersenyum. "Aku tahu kau bukan saudara Chenle." dia berbisik pada Jisung.

Chenle sendiri terkekeh dan mengangguk. "Ung, aku akan selalu ingat."

"Penggemarmu juga menunggumu. Sudah cukup lama mereka buta akan kabarmu, setelah kau sembuh dan pulih, kau harus segera menghibur mereka."

"Itu pasti, Minhyung hyung."

Semuanya melangkah mundur ketika beberapa perawat datang. Jisung yang melihat itu meninggalkan sudut ruangan untuk menghampiri Chenle.

"Kau pasti sembuh, itu pasti."

Seutas senyum terulas di wajah Chenle. Lelaki itu meraih tangan Jisung dan menggenggamnya. "Jangan khawatir."

"Aku—"

"Kali ini aku tahu aku tidak terlalu percaya diri."

Jisung melirik para perawat yang berada di sana. "Kumohon selamatkan dia."

Genggaman tangan mereka terlepas ketika para perawat mendorong ranjang Chenle keluar kamar.

"Apa kau akan menunggu di sini?" pria berwajah barat menepuk pundak Jisung.

"Aku..."

Jisung dapat merasakan seseorang mengawasinya. Sepertinya melalui jendela yang terbuka. Jika itu benar, Jisung berada dalam masalah sekarang.

"Aku harus mengurus sesuatu yang penting. Apa ada di antara kalian yang bisa menunggu Chenle untukku?"

"Aku tidak memiliki jadwal apapun, jadi aku bisa menunggu Chenle untukmu." lelaki berkulit madu mengangkat tangannya.

"Aku akan menemani Haechan," pria berwajah barat merangkul lelaki berkulit madu.

"Aku mungkin akan lama."

"Pergi saja, Chenle akan baik-baik saja."

Jisung belum pernah berteemu dengan orang-orang yang Chenle sebut teman-temannya ini, tapi Jisung rasa mereka orang yang baik dan Jisung bisa mempercayakan Chenle pada mereka.

"Saat operasinya selesai, aku mohon jaga Chenle dengan baik."

Jisung segera berlari keluar dari kamar rawat itu. Meninggalkan teman-teman Chenle yang memandangi punggungnya dengan penasaran.

Jeno yang mengerutkan dahinya bergumam, "Dia seperti akan berperang saja."

---

Jisung, dalam wujud bayangannya, melesat dengan cepat. Tempat yang dia tuju tidak begitu jauh dari rumah sakit. Jisung berhenti begitu berada di perempatan yang begitu ramai. Dia berdiri tepat di tengah, tubuhnya yang tidak terlihat dapat ditembus oleh kendaraan yang melaju.

Jisung menoleh ke kanannya. Dia dapat melihat jendela kamar rawat Chenle dari sini walau sedikit terlalu rendah dan jika dia menajamkan pandangannya, maka dia dapat melihat ke dalam.

Kepalanya mendongak dan seringainya tercipta. Jisung melesat cukup tinggi dan seringainya tercipta begitu tangannya mencengkeram seseorang yang melayang di atasnya.

"Kena kau."

Jisung membanting tubuh itu ke bawah dengan keras dan menginjak dada pria tersebut untuk menahannya.

"Halo, kakak." pria itu terkekeh.

Jisung berdecak dan menambah kekuatan pada injakannya. "Tidak perlu sok ramah. Kau pasti sudah memberitahu ayah, Sungchan."

Pria itu tertawa geli. "Kakak tidak pernah mengecewakan."

Jisung mendengus. "Karena yang selalu mengecewakan adalah kau dan dua saudaramu yang lain."

Sungchan, pria yang Jisung injak, masih tertawa. Matanya menatap Jisung setelah dia menyelesaikan tawanya. "Aku yakin itu bukan si baik Felix dan si lemah lembut Shotaro."

Nada mengejek itu membuat Jisung kembali menambah kekuatan pada injakannya. "Tentu saja. Kalian hanya kotoran menjijikan yang tidak berguna jika dibandingkan dengan mereka."

"Bahkan Shotaro yang mati sia-sia?"

Jisung menggerakkan bayangannya untuk melilit kedua tangan Sungchan dan menariknya.

"Biar kulihat apakah kau masih bisa berbicara setelah kuputuskan kedua tanganmu ini."

"Aaa! Baiklah, baiklah. Apa yang kakak inginkan?!"

Jisung menyeringai. "Yang kuinginkan? Kau dan dua saudaramu yang lain untuk berhenti menggangguku."

Sungchan berdecih. "Sepertinya tidak bisa."

"Aku tahu." Jisung melepaskan Sungchan, baik dari injakannya mau pun lilitan bayangannya.

"Maka dari itu aku tidak akan menghiraukanmu dan yang lainnya mulai sekarang. Ini yang terakhir kalinya."

Raut wajah Sungchan berubah. Dari arogan dan merah, menjadi bingung dan kehilangan.

"Kau tidak akan bisa."

"Cih, tentu saja bisa. Ada seseorang yang lebih perlu kuperhatikan daripada kalian." Jisung berbalik dan berjalan menjauhi Sungchan.

"K-kau..." Sungchan menggeram, "Kau tidak akan bisa!"

Jisung hanya mengabaikan teriakan Sungchan. Adik-adiknya, kecuali Felix, hanya ingin diperhatikan. Selama ini ayah mereka hanya memperhatikan Jisung karena dia adalah yang tertua dan merupakan pewaris takhta neraka. Lalu mereka tidak memiliki ibu. Ibu mereka sudah mati dieksekusi karena mencoba membunuh ayah mereka.

Jisung sebenarnya tidak ingin mengabaikan mereka, tapi, dia lelah menangani mereka. Terutama Sungchan, yang termuda. Jisung lelah dikhianati walau dia tahu itu hanyalah cara mereka menarik perhatian.

Ditambah, Jisung memiliki Chenle sekarang.

Jisung mengubah wujudnya dan pergi menuju hutan. Begitu menemukan celah batu yang dia cari, Jisung masuk ke dalamnya.

Gerbang hitam yang besar membentang di hadapannya begitu dia menginjak daratan. Gerbang hitam yang dijaga oleh dua setan kelas menengah yang membungkuk hormat padanya.

"Selamat datang, Pangeran Mahkota."

Jisung mengibaskan tangannya dan berjalan perlahan ketika gerbang dibuka.

"Apa ayah ada?"






--
(20.02.21) Karna Z malem sibuk, Z majuin jadwalnya. Mungkin ke depannya Z update tiap sore.

Tebak, tinggal berapa chapter lagi?

Byōyomi [JiChen | ChenJi] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang