LIMA

5.7K 860 107
                                    

*Flo Pov*

Malam ini sungguh tidak akan aku lupakan. Bersama Ayah, Ibu dan Kak Tiara, aku membangun rumah cinta pada keluarga ini.

Pada kenyataannya, ketika air mata Ibu tumpah saat Ayah mengatakan yang sebenarnya. Di sanalah aku mulai merasakan luka di hatiku muncul. Mula-mula sebesar lubang jarum, lalu kelamaan melebar seolah jadi jurang pemisah di antara kami.

Rupanya itulah yang menjawab pertanyaan mengapa sejak kecil, wajahku tidak mirip dengan Kak Tia. Tidak juga dengan Ayah dan Ibu. Aku dihadapkan pada kenyataan pahit, bahwa aku lahir dari seorang perempuan muda usia kelas 3 SMA yang sampai di RS, dia hanya diantar oleh beberapa sahabatnya.

Informasi dari Ayah, orangtua dari Ibu kandungku, tinggal di luar negeri. Ibuku tinggal di tanah air bersama Neneknya. Dan dari anamnesa Bidan, Ibuku sering melakukan hal yang dilarang agama, bersama pacarnya, di luar rumah. Kadang mereka pergi ke hotel atau ke villa milik pacarnya.

Kehamilannya sendiri tidak terlihat karena tubuh Ibu yang mungil. Ah... Masih pantaskah aku memanggilnya Ibu, ketika di hari pertama setelah melahirkan, dia pergi begitu saja meninggalkan aku. Setelah dengan mudahnya dia menyelesaikan pembayaran biaya persalinan.

"Namanya Tatiana Rosdiana. Setelah melahirkan, ternyata dia dijemput keluarganya dan tinggal di Amerika. Orangtua Ana yang meminta dia meninggalkan bayinya di rumah sakit. Pada akhirnya kamilah yang jatuh hati sama kamu, Nak."

Ayah masih duduk di sampingku dan aku masih bersandar nyaman di bahu Ayah. Sesekali Ayah mengelus kepalaku. Sementara itu aku berjuang untuk tidak menangis. Sejak malam dimana aku tanpa sengaja mendengar percakapan Ayah dan Ibu, aku sudah menangis hingga dini hari.

Begitu bangun tidur, aku sadar kedua kelopak mataku bengkak. Akhirnya segala macam cara aku kerahkan agar tidak ketahuan. Mulai dari menempel irisan timun segar sampai mengompres dengan es batu. Lumayanlah, ketika pagi hari tiba, Ayah dan Ibu tidak banyak bertanya.

"Apa aku harus memanggilnya Mama? Apa aku nanti akan tinggal sama dia? Kalau aku tetap mau ikut Ayah sama Ibu disini apa masih boleh?"

Aku berujar pelan sambil masih memainkan ujung jari. Begini kebiasaanku jika sedang gugup.

Ibu dan Kak Tia yang semula duduk di seberang sofa, berjalan menghambur memelukku. Mereka berdua menangis. Lagi-lagi aku ingin menangis, tapi berusaha aku tahan. Aku tidak ingin membuat mereka semua sedih karena aku.

Beruntung tubuhku bisa diajak bekerjasama sehingga mataku hanya berkaca-kaca tapi sekuat tenaga tidak menitikkan air mata. Aku tidak ingin meninggalkan kenangan menyedihkan bersama Ayah, Ibu dan Kak Tia.

"Flo adalah putri Ayah dan Ibu. Rumah ini selalu terbuka untuk kamu, Nak."

Kak Tia yang menangis paling keras. Dia seolah tidak rela kalau aku pergi dari rumah.

"Akhir pekan ini Mama Ana akan menjemput Flo di rumah. Apa pun masa lalu Mama kamu, Ibu harap Flo bisa berlapang dada menerimanya. Bagaimana pun, Mama tetaplah perempuan yang telah bersusah payah mengandung dan bertaruh nyawa melahirkan kamu, Sayang."

Ibu berulang kali mencium keningku.
Akankah nanti ciuman Mama Ana sehangat ciuman Ibu. Aku memejamkan mata, mencoba mengingat momen ini.

Karena mungkin ketika saat itu tiba, aku bertemu perempuan yang bernama Mama Ana, hariku tidak akan sama lagi.

***

Klik.

Flo menutup pintu kamar. Bau pewangi ruangan dengan nuansa pantai yang segar serta pendingin bersuhu 16 derajat, membuat gadis itu menggigil kedinginan.

FLOWER OF LOVE (Tamat di KBM dan Karyakarsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang