LIMA BELAS

4.6K 660 91
                                    

"Mbak Flo, ini gado-gadonya sudah jadi."

Mpok Ida masih menebar senyum sumringah.

Flo mengucapkan terima kasih dan dia hampir saja mengeluarkan uang dari saku celana.

"Mbak Flo lupa ya, kan tadi sudah dibayar sama Bang Arsel."

Mpok Ida mengingatkan sambil masih mencuri pandang ke arah Sakha.

Sakha mendengar nama itu.. Lagi...

Bang Arsel ? Siapa dia?

Mengapa namanya mirip dengan nama mentor yang pernah diceritakan Irfan.

Ingatan Sakha begitu tajam. Karena nggak banyak orang yang namanya Arsel. Ah sudahlah, semoga bukan orang yang sama.

Ia masih setia berdiri di belakang Flo dan berinisiatif mengambil gado-gado milik gadis itu.

"Ayo masuk..."

Sakha membimbing Flo berjalan ke arah mobil.

"Kenapa aku harus ikut Kakak? Aku pengen jalan kaki aja sampai rumah."

Sakha menahan kesal. Tapi ia berusaha sabar. Biasanya Sakha itu mudah meledak emosinya. Khusus menghadapi Flo, ia punya pengecualian.

"Kamu mau maksain jalan, padahal jelas-jelas kaki kamu lecet."

Hah, dari mana Sakha tahu. Apa sejelas itu cara Flo berjalan sambil jinjit serta sedikit meringis.

"Wajah kamu itu seperti halaman buku yang terbuka. Kamu sembunyiin apa aja, orang juga mudah membaca. Kamu duduk di jok belakang aja, kalau nggak nyaman duduk di sebelah aku."

Flo akhirnya menurut. Apalagi setelah Sakha bilang kalau ia sudah izin sama Ayah untuk menjemput Flo. Supaya gadis ini tidak terlalu lama di jalan.

Jujur Flo kadang bingung dengan semua perhatian Sakha. Dia hanya menganggapnya tidak nyata. Tidak mungkin kan Kak Sakha benar-benar menyukainya.

Dari mulai orok sampai sekarang Flo kelas 1 SMA, belum ada satu lelaki pun yang terang-terangan mendekatinya. Paling juga Fathir teman dari SMP, itu pun mereka hanya dekat sebatas teman belajar.

Aneh...

Kali ini di dalam mobil Sakha tidak banyak bicara. Ia mengendarai mobil pelan dan mampir ke minimarket.

Di jalan, berulang kali Ibu menelepon Flo karena belum sampai rumah. Flo mengatakan sudah bareng sama Kak Sakha.

Suara Ibu terdengar lega. Jadi beneran Kak Sakha sudah bilang ke Ayah dan Ibu kalau mau jemput. Flo kirain lelaki ini berbohong. Atau cuma akal-akalan aja biar bisa pulang bareng.

Kak Sakha sudah keluar dari pintu minimarket. Ia membawa tas kain dari dalam mobil. Oya, kan sekarang swalayan sudah tidak lagi menyediakan kantong plastik. Jadi harus bawa tas sendiri.

Tidak lama pintu mobil pun kembali dibuka.

"Aku beli minuman. Ada yang dingin, ada yang nggak. Buruan minum kalau nggak mau dehidrasi."

Huh... Sifat suka perintahnya kambuh lagi.

Akhirnya Flo terpaksa minum.

Glek... Glek...

Habis dua botol dong. Air mineral dan air berwarna rasa leci.

Sakha tertawa geli.

"Haus gitu, mukanya sok sok nolak."

Flo jadi tersipu malu.

Sakha lalu mengulurkan 1 pak plester berwarna coklat.

"Ini dipakai sekarang. Nanti sampai rumah, dibersihin lagi lukanya."

FLOWER OF LOVE (Tamat di KBM dan Karyakarsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang