"Jadi umurmu berapa?" Edward menilai penampilan perempuan di hadapannya secara terang-terangan tak peduli jika dinilai tidak sopan. Karena yang berhak menilai sekarang adalah dirinya sang tuan rumah. Sang calon majikan.
"20 tahun pak."
Edward mengangguk sembari membaca daftar riwayat hidup perempuan di hadapannya. "Yakin bisa kerja? Saya nggak mau mempekerjakan orang sembarangan."
"Saya sudah terbiasa bekerja Pak. Bapak tidak perlu khawatir jika saya tidak profesional." Jawab perempuan mungil di hadapannya dengan lugas. Tak gentar dengan mata elang calon majikannya.
"Kamu kuliah?" Tanya Edward yang dibalas anggukan oleh perempuan itu. "Dan bagaimana kamu bisa memanage waktu kamu untuk bekerja disini dan kuliah?"
"Saya akan membersihkan apartment bapak sebelum pergi kuliah dan melanjutkannya kembali setelah saya pulang kuliah. Saya jamin setiap bapak pulang bekerja tempat tinggal bapak dalam keadaan bersih dan rapih." Perempuan itu mencoba meyakinkan, ia sangat membutuhkan pekerjaan untuk biaya hidup dirinya dan keluarganya di kampung.
"Jadi kamu akan bolak balik?"
"Iya pak."
"Kamu tinggal dengan orang tua?"
"Saya ngekos pak."
Edward mengangguk tak tega melihat wajah putus asa gadis yang tengah duduk dengan tangan saling menggenggam seolah sedang memberi kekuatan pada dirinya sendiri. "Baiklah masa percobaan kamu 3 bulan. Jika kamu bekerja dengan baik saya akan memperpanjang kontrak kamu." Walaupun hatinya terenyuh tapi bisnis tetap bisnis, ia tidak mau mengeluarkan uangnya secara sia-sia hanya karena rasa kemanusiaan. Ia seorang pengusaha sudah menjadi hal mutlak untuk menimbang setiap untung dan ruginya.
"Terima kasih pak. Saya akan bekerja sebaik mungkin."
"Disini ada tiga kamar. Satu kamar pribadi saya dan satu lagi ruang kerja. Kamu bisa pakai kamar sisanya untuk tempat kamu tidur selama bekerja disini. Jadi kamu tidak usah bolak balik kesini."
"Terimakasih banyak pak." Ujung bibir pria itu sedikit naik saat melihat senyum merekah gadis dihadapannya. Sebahagia itu kah dia mendapatkan pekerjaan dan tempat tinggal gratis.
"Siapa nama kamu?"
"Insyira Nada. Bapak bisa memanggil saya Nada." Ucap Nada menahan kesal karena sang majikan melupakan namanya padahal ia sudah memperkenalkan diri di awal pertemuan dengan jelas.
"Baik Nada. Saya akan memberikan gaji sesuai dengan yang tertera di kontrak. Saya juga akan memberikan uang bulanan untuk kamu membeli bahan makanan dan keperluan rumah ini. Tolong jujur dan bijak dalam menggunakannya. Tolong jaga kepercayaan saya. Dan tolong saling menjaga privasi satu sama lain." Edward menekankan dua kalimat terakhirnya karena ia sangat tidak suka dengan orang yang tidak jujur.
"Tidak ada hari libur karena tiap harinya kamu tidak full bekerja kamu harus kuliah. Saya bebaskan kamu di hari minggu jika pekerjaanmu sudah selesai. Untuk makanan kamu bebas memakan apa saja." Nada mengangguk mengerti mencoba untuk mensyukuri apapun itu. Biarlah tak ada hari libur yang penting ia tidak perlu mengeluarkan uang kos dan makan tiap bulannya. Ia bisa menabung.
"Sekarang saya tunjukkan bagian-bagian apartment ini." Edward mengajak Nada berkeliling menunjukkan apa saja yang perlu di bersihkan dari apartmentnya. Apartmentnya terdiri dari tiga kamar dengan satu kamar lengkap dengan kamar mandi dan walking closet. Satu kamar mandi tamu, ruang makan yang menyatu dengan dapur, ruang televisi yang mempunyai fungsi ganda untuk bersantai dan menerima tamu, dan yang terakhir ada balkon dengan dua kursi santai dan satu meja. Apartment itu layaknya tempat tinggal bujang pada umumnya yang datar dan minimalis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pra-Nada
RomanceInsyira Nada dan Edward Pranadipa dua makhluk Tuhan yang seharusnya tidak pernah bersua karena perbedaan yang terlalu mencolok dalam segala hal. Hidup mereka bagai bumi dan langit dengan beribu jarak tak kasat mata. Tapi mereka bisa apa jika semesta...