5 - Sabtu malam

822 120 8
                                    

Seminggu berlalu sejak kejadian di rumah orang tuanya. Hubungan mereka baik-baik saja. Maksudnya gadis itu baik-baik saja, bersikap seolah Edward tak pernah mengatai dan membentaknya. Yang jadi masalah adalah dirinya sendiri, hatinya terus dihantui rasa bersalah. Hari-harinya tak tenang karena gelisah. Ingin meminta maaf terdengar sangat konyol karena gadis itu bersikap biasa saja seolah tak ada masalah. Masih membersihkan rumah dan menyiapkan makanan. Bahkan sekarang untuk makan pun tak perlu disuruh terlebih dahulu. Over all semua berjalan dengan baik. Jadi dimana letak kesalahannya sampai ia harus meminta maaf agar hidupnya kembali damai.

Edward mengakui jika dirinya sudah keterlaluan malam itu, tapi ia punya pembelaan. Hampir satu jam lamanya ia menunggu di parkiran dan dengan seenaknya gadis itu berniat pulang sendirian menggunakan ojol.

Emosinya yang sedari siang sudah mulai bergolak entah karena apa memuncak dan membuatnya melampiaskan semuanya pada Nada. Edward tahu sangat tidak elok memarahi gadis itu yang sudah dalam kondisi lelah karena bekerja. Tapi kekesalannya juga akibat sikap gadis itu. Entahlah semua gerak gerik dan interaksinya dengan orang-orang membuat Edward kesal.

Setelah satu bulan lebih tinggal bersama, belum pernah Nada berbicara ataupun mengobrol santai pada Edward selalu saja menjaga batasan. Terlebih saat orang tuanya datang mendadak, Nada benar-benar memposisikan diri sebagai pekerja. Terlihat sekali tidak nyaman saat mereka makan malam bersama.

Tapi berbeda 180 derajat saat makan satu meja dengan keluarga sepupu jauhnya yang tak lain adalah keluarga Rafa. Gadis itu menikmati sekali setiap obrolan, sampai lupa waktu, lupa tanggung jawabnya menjaga stand, dan lupa jika ada Edward duduk disampingnya.

Bukan hanya mengabaikan, gadis itu juga keras kepala tak mau mendengarkan perkataannya membuat Edward jengkel setengah mati terlebih saat melihat tubuh kecil itu mengangkut satu persatu kursi yang  seharusnya dikerjakan oleh pekerja laki-laki. Bukan ada maksud lain ia hanya tak mau dianggap majikan kejam yang membuat Nada bekerja sangat keras.

"Mau kemana?" Tanya Edward saat melihat gadis itu membawa goodie bag yang telah dilipat rapih.

"Belanja Pak." Edward tahu persis belanja yang dimaksud Nada adalah membeli kebetuhan rumah dan bahan makanan. Bukan 'shopping' yang wanita pada umumnya gandrungi.

Lihat saja penampilannya tetap sama walaupun gadis itu sudah gajian bahkan ia memberikan bonus sebagai permintaan maafnya walau tak disebutkan secara langsung. Tapi tak ada yang berubah baju-baju belelnya masih eksis digunakan, apalagi dengan tas dan sepatu yang ia yakin jika Nada hanya memiliki satu itu.

Entah dipakai untuk apa uang hasil bekerjanya karena setahu Edward untuk kuliah gadis itu tak perlu bayar. Ingin sekali ia berkata pada Nada jangan terlalu pelit pada diri sendiri, sekali kali memanjakan diri sendiri itu wajar. Toh gadis itu bekerja untuk dirinya sendiri. Berbeda jika jadi tulang punggung keluarga.

Hidup gadis itu tidak sampai seberat itukan?

"Bareng saja. Saya juga ingin membeli sesuatu." Edward bohong. Ia hanya bosan tidak melakukan sesuatu. Ini hari sabtu, sebuah pencapaian besar selama kurang lebih satu bulan ini setiap weekend dihabiskan dengan bersantai dan selalu di apartment. Diawal ia menikmati tapi lama kelamaan bosan melandanya. Ia juga tak ingin bekerja seperti dulu. Entahlah sebenarnya apa yang ia inginkan.

"Kasih saja list nya Pak. Biar saya belikan." Langkah Edward yang akan mengambil dompet dikamarnya terhenti saat mendengar penolakan tak langsung gadis itu.

Sebenarnya tak ada yang salah dengan tawaran Nada, bahkan ia dulu paling anti untuk berbelanja sendiri. Selalu menyuruh orang untuk membeli semua kebutuhannya. Tapi sekarang ia kesal sendiri. Sepertinya gadis itu sangat tidak suka berdekatan dengannya jika bukan untuk urusan mendesak.

Pra-NadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang