Sial! Sial! Sial!
Kata-kata makian terus berselancar diotaknya kala liburan super singkatnya diganggu oleh para sahabat. Sang tersangka utama siapa lagi jika bukan Vincent Ringgatama. Pria itu memberitahu jika dirinya dan Edward sedang liburan di Bali. Jadilah Kanna dengan antusias memboyong keempat anaknya beserta baby sitter ke villa tempat Edward dan Nada menginap.
Liburan yang semula di gadang-gadang tenang, jauh dari keramaian cocok untuk merefresh diri sejenak dari bisingnya kota besar. Ternyata tak ada bedanya. Karena ada enam bocah tuyul yang aktifnya luar biasa. Walaupun Calvin dan Rebecca tidak bisa ikut tapi pasangan itu menitipkan anak mereka pada Kanna untuk dibawa. Jadilah villa sekarang seperti panti asuhan. Berisik sekali oleh tawa, pertengkaran dan tangisan menjadi satu. Terlebih kelakuan Vincent yang senang sekali menjahili anak-anak membuat mereka sering sekali menangis karena kelakuan omnya.
Berbicara tentang kelakuan Vincent, Edward jadi ingat kejadian semalam. Tahukah kalian jika ia panik luar biasa saat tak menemukan Nada diantara kerumun para tamu yang hadir. Selepas kepergian gadis itu yang berkata ingin mengambil minum, tak lama ia menyusul meninggalkan Alena yang terus mengajaknya mengobrol hal-hal tak penting.
Cukup lama berkeliling dengan rasa khawatir gadis itu salah mengambil minuman atau yang paling parah mabuk. Percayalah untuk ia dan teman-temannya alkohol menjadi hal yang lumrah. Maka tak heran jika dalam acara bahagia seperti ini sebagian besar minuman yang dihidangkan mengandung alkohol dari kadar paling rendah hingga tertinggi dihidangkan tanpa adanya pembeda.
Hatinya mulai gusar karena membiarkan Nada sendirian di tempat asing. Takut sekali jika terjadi sesuatu yang buruk. Edward mengacak rambutnya kasar saat teleponnya tersambung tapi tak kunjung diangkat.
Sedang apa sebenarnya gadis itu?!
Kekhawatirannya terjawab sudah saat melihat seorang gadis tengah makan dengan lahap di meja paling ujung jauh dari keramaian dan yang paling mencolok matanya adalah pria yang duduk dengan jarak satu kursi dari gadis itu.
Brengsek!
Mereka mengobrol dan tertawa, walau hanya si pria yang tertawa. Karena ekspresi gadis itu sama seperti saat awal-awal bekerja dengannya bahkan terkesan jutek. Tapi entah mengapa dimatanya semua terlihat berbeda, emosi membuat akalnya tak berfungsi dengan baik.
Kakinya yang panjang melangkah dengan pasti menuju meja dimana Nada dan pria itu berada. Emosinya sudah diubun-ubun kala pria itu terus mengajak Nada mengobrol diselingi tawa.
Fuck!
Kemarahannya tak selalu bertahan lama jika menyangkut gadis itu. Ada saja upaya untuk meredamnya walau hanya dengan tindakan sepele. Seperti tadi malam hanya karena pegangan tangan Nada pada lengannya, rasa marah hilang tak berbekas.
Apalagi genggaman hangat tangan mereka membuat senyumnya melengkung sempurna. Edward sebenarnya sadar betul jika Nada risih dengan kontak fisik yang terjadi diantara mereka tapi apa daya saat refleks tubuhnya tak bisa dikontrol. Terlebih ia senang melakukannya.
Sepanjang perjalanan pulang menuju villa yang mereka lalui dengan berjalan kaki karena jaraknya yang dekat, tak sedikitpun Edward melepaskan tangan Nada. Sepanjang perjalanan tangan mereka saling bertaut. Sementara gadis itu hanya bisa pasrah karena berontak pun tak bisa, genggaman pria itu terlalu erat.
Edward tahu hanya dirinya yang merasakan euforia itu, sedangkan Nada pasrah walau keengganan terlihat jelas dari raut wajahnya. Ia seperti mendapat karma saat ini, para wanita begitu menginginkannya tapi hanya ia anggap angin lalu. Dan sekarang ia lah yang berada diposisi itu. Benar-benar menginginkan gadis yang selalu berusaha menjaga jarak dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pra-Nada
RomansaInsyira Nada dan Edward Pranadipa dua makhluk Tuhan yang seharusnya tidak pernah bersua karena perbedaan yang terlalu mencolok dalam segala hal. Hidup mereka bagai bumi dan langit dengan beribu jarak tak kasat mata. Tapi mereka bisa apa jika semesta...