Edward gila, itulah yang terlintas dikepala Nada kala keesokan harinya sepulang dari Bali pria itu langsung membawanya ke hadapan Irene dan Steven.
Alasan yang Edward berikan saat Nada mengatakan terlalu cepat hanya ditanggapi santai bahwa sesuatu yang baik harus disegerakan.
Bahkan awalnya pria itu ingin menemui orang tua Nada terlebih dahulu. Tentu saja gadis itu menolak keras karena akan menjadi beban bagi ibunya jika ternyata orang tua Edward tak merestui. Terlebih akan sangat memalukan untuk dirinya sendiri. Karena Nada yakin berita serahasia apapun jika tinggal di kampung akan langsung menyebar. Apalagi ini tentang seorang gadis yang tak pernah terlihat diantar ataupun membawa seorang pria ke rumah, tiba-tiba membawa pria dewasa dengan penampilan yang jauh dari kata sederhana berencana melamarnya.
Jadi disinilah Nada sekarang, di ruang tamu super megah kediaman orang tua Edward. Berulang kali gadis itu meremas tangan meredakan kegelisahan. Tangannya sudah berkeringat kala rasa gugup semakin mendera.
Nada miris dengan dirinya sendiri, bahkan rumahnya saja sudah membuatnya terintimindasi bagaimana dengan sang tuan rumah. Mungkin ia akan mendadak bisu saking gugup.
Bolehkah ia mundur saja?
Belum apa-apa, tapi kerumitan sudah menyerangnya. Terlebih itu semua berasal dari dirinya sendiri. Inilah yang Nada benci dari menjalin hubungan dengan seseorang. Ia yang terlalu sadar diri selalu menganggap jika orang sepertinya harus berjodoh dari orang kalangannya juga agar urusan lebih mudah dan tidak ada drama memuakan seperti penghinaan dari salah satu pihak ataupun drama tangisan seorang ibu yang tak setuju dengan pilihan anaknya.
Doanya hanya satu sedari tadi yaitu buatlah ini secepat mungkin baik jika ia ditolak ataupun diterima. Tapi untuk opsi kedua sepertinya sangat mustahil. Orang tua pria itu tidak bodoh, Nada yakin mereka menginginkan anaknya memiliki pendamping yang bisa mengimbangi dalam segala hal dan jelas itu bukan Nada.
Walaupun Edward bisa dibilang tidak muda lagi. Tapi percyalah tak akan susah menemukan wanita secantik atau sepintar apapun bagi pria itu. Karena tak bisa dipungkiri jika Edward terlalu exclusive untuk ditolak. Hanya wanita bodoh yang akan melewatkannya.
Nada merasa sangat bodoh sekarang ini bukan karena keinginannya untuk mundur tapi ia terlalu gegabah mengambil keputusan. Tak terpikir jika menikah bukan tentang pria itu tapi juga keluarganya. Ia terlalu tidak sadar diri karena dengan mudah menerima lamaran pria itu hanya agar kehidupan keluarganya makmur.
Saat ini saja Nada tak nyaman luar biasa dan ia akan lebih sering mengalaminya jika mereka benar-benar menikah. Bolehkah ia berharap hal buruk terjadi. Tak apa Irene memakinya hanya karena ketidaksetujuan. Toh itu hanya terjadi saat ini dan tak akan lagi. Bertemu lagi pun sepertinya tak mungkin karena jika benar dirinya ditolak Nada sudah berencana akan mengundurkan diri. Ia ingin hidup tenang dan nyaman. Masalah uang masih bisa bekerja. Bekerja keras dan berhemat dua tahun lagi tak masalah. Ia sudah terlatih hidup susah.
Belum terlambat jika ia mundur sekarang.
"Duduk." Ujar Edward dengan tegas disampingnya kala Nada tiba-tiba berdiri.
"Pak." Nada menatap Edward dengan tatapan memelas berharap pria itu mengerti kegundahannya.
"Duduk Nada." Nada menggeleng mencoba memberitahu Edward bahwa ia tak bisa melakukannya.
"Saya nggak bisa Pak." Cicit Nada kala Edward menatapnya dengan sangat tajam. Duduk saja pria itu sudah sangat menakutkan saat ini.
"Jangan main-main!" Geram Edward sembari bangkit dari duduknya. Kini mereka sama-sama berdiri saling berhadapan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pra-Nada
RomanceInsyira Nada dan Edward Pranadipa dua makhluk Tuhan yang seharusnya tidak pernah bersua karena perbedaan yang terlalu mencolok dalam segala hal. Hidup mereka bagai bumi dan langit dengan beribu jarak tak kasat mata. Tapi mereka bisa apa jika semesta...