18 - Moment simple

1.3K 83 7
                                    

Matahari sudah bertengger menunjukkan eksistensinya. Cahaya dan teriknya menemani aktifitas di siang weekend ini. Cuaca sedang sangat bersahabat untuk orang-orang yang ingin menghabiskan weekend diluar rumah bersama keluarga atau orang terkasih.

Tapi tidak dengan dua sejoli yang pada pukul 12.00 siang masih bergelung didalam selimut saling berpelukan ditemani temaran lampu kamar. Keriuhan lalu lintas jalanan sama sekali tak mengusik tidur lelap mereka.

Satu hari sebagai raja dan ratu membuat mereka amat kelelahan. Terlebih 'acara' tambahan sampai dini hari membuat tubuh mereka membutuhkan istirahat yang panjang. Hari yang benar-benar melelahkan juga membahagiakan untuk mereka berdua.

"Mau kemana? Masih pagi paling sekarang jam delapan." Igau Edward setengah sadar kala Nada berusaha melepaskan belitan tangan suaminya.

"Ngaco. Udah jam setengah satu ini." Nada menatap langit-langit kamar hotel tempat mereka menginap. Tak menyangka jika dirinya bisa bangun sesiang ini. Apa kata mertuanya nanti jika hari pertama menjadi seorang istri saja sudah lalai masalah waktu.

Wanita itu mendelik pada Edward yang  masih terpejam, tangannya tak mau lepas dari tubuh Nada. Ini semua salah Edward. Jika saja pria itu tak mengajaknya bercinta lagi sehabis subuh mereka tidak akan ketiduran dan bangun sesiang ini.

"Gara-gara Mas nih jadi kita kesiangan! Nggak enak sama Papa Mama."

"Mereka ngerti pengantin baru pasti cape Yang. Wajar kalo bangun siang." Jawab Edward dengan mata masih terpejam. "Udah tidur lagi aja. Kamu pasti cape banget kan." Lanjutnya seraya menarik kembali Nada dalam pelukan.

"Lepas Mas. Aku mau mandi udah waktunya shalat dzuhur." Seketika kelopak mata Edward terbuka. Dirinya sudah bertekad menjadi pribadi yang lebih baik dan suami yang patut dibanggakan oleh Nada. Dan dimulai dengan memperbaiki ibadahnya.

Sungguh sekarang ia malu jika melalaikan shalat secara sengaja. Bukan karena Nada menyuruhnya untuk selalu taat. Istrinya tak pernah menyuruh apalagi memaksa dalam hal beribadah. Yang membuat malu adalah ketika Nada selalu berusaha shalat tepat waktu dan tak pernah menggurui apalagi menghakiminya yang terkadang menunda. Dari situ ia malu dan bertekad lebih baik lagi.

Nada bangun begitupun dengan Edward. Pria itu mengucek matanya yang masih sedikit mengantuk. "Mandi bareng?" Tanya Edward yang dibalas dengusan sebal Nada. Wanita itu tak habis pikir dengan otak suaminya yang tak jauh-jauh dari hal seperti itu. Apa perlu diingatkan kembali apa yang mereka lakukan tadi malam dan tadi pagi.

"Tadi pagi udah ya Mas."

"Kalo ceweknya kamu nggak cukup satu kali Yang." Edward tersenyum jahil.

Nada menggelengkan kepala, "Sini otaknya aku setting ulang biar bersihan dikit."

Edward tergelak, "Ayo mandi bareng. Mas janji nggak ngapa-ngapain." Pria itu berdiri mengabaikan tubuhnya yang telanjang tanpa sehelai benang.

Tawa Edward semakin kencang kala melihat istrinya memalingkan wajah. Wajah dan telinganya merah karena malu. Polos sekali istrinya. "Masih malu aja Yang. Padahal udah lihat. Udah pegang juga lagi apalagi waktu semalam dikamar mandi." Pria itu terus menggoda Nada yang mendelik tajam, bukannya berhenti tawanya semakin menjadi-jadi.

Tak mau semakin lama menjadi bahan godaan suaminya, Nada melilitkan selimut disekitar dada bersiap menuju kamar mandi. "Ngapain ditutupin Yang, Mas kan udah liat semua. Hapal lagi bentukannya kaya gimana."

"Astagfirullah itu mulut." Nada mengambil guling lalu tak segan memukuli tubuh Edward. "Ngomong kaya gitu lagi Mas puasa satu minggu."

Aww.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 16, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pra-NadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang