3 - Salah menu

828 118 10
                                    

Tiga minggu sudah Nada bekerja di apartmentnya. Tak banyak yang berubah dengan gadis itu masih sama seperti hari pertama bekerja. Pakaian belel dan juga kerudung yang tak pernah lepas dari kepalanya.

Bukan Edward ingin melihat Nada tanpa kerudung, hanya berfikir apakah gadis itu tidak pernah keramas karena saat sudah mandi pun hijab itu masih menempel.

Walaupun kini dirinya tinggal dengan seorang wanita-katakanlah seperti itu, tapi Edward tak merasakan tanda-tanda itu. Seharusnya parfum beraroma manis khas gadis muda menguar di apartmentnya atau terdapat flat shoes di rak sepatu, itu semua tak pernah ada. Hanya ada satu pasang sepatu kets yang sama belelnya dengan baju-baju gadis itu.

Perbedaan yang menandakan adanya sentuhan wanita di apartmentnya adalah aroma bunga lavender sebagai pengharum ruangan juga beberapa bunga entah apa namanya menghiasi meja makan dan ruang televisi. Area balkon disulap menjadi taman super mini oleh Nada, terdapat beberapa tanaman kaktus berbagai bentuk, pohon cabe, daun bawang dan pertseli-jangan tanya tahu darimana ia searching di google saking penasaran dengan tanaman yang mirip daun seledri itu. Mereka semua tertata cantik dalam pot-pot mini dari tanah liat. Apartmentnya kini terlihat sangat manis.

Hal yang sama juga berlaku pada sikap gadis itu yang tidak berubah sama sekali. Entah sifat dasar Nada yang pendiam dan pemalu atau bagaimana yang membuat gadis itu tak akan membuka suara jika bukan sesuatu yang sangat mendesak dan ditanya oleh Edward.

Edward harus bertanya terlebih dahulu baru Nada berbicara dan itupun jawaban-jawaban singkat yang seringkali membuatnya jengkel. Ia tak pernah mendapat perlakuan seperti itu dari orang lain terlebih lagi seorang wanita. Seringkali orang-orang lah yang mencari perhatian dirinya. Bukan berarti Edward tengah mencari perhatian gadis itu tidak sama sekali. Ia yang selalu menjadi pusat perhatian kini diabaikan oleh pembantunya sendiri. Yang seharusnya ektra perhatian dari segi kebutuhan dan kenyamanannya.

Sebenarnya Nada mengurus Edward dengan baik, sarapan dan makan malam enak selalu tersaji lengkap dengan air kopi. Bahkan kini setiap hari ia membawa air kopi sendiri dari rumah membuat asisten pribadinya bertanya-tanya tapi tak sampai hati mengutarakan.

Mungkin satu hal yang berubah dari gadis itu, Edward tak perlu menyuruh dua kali untuk mereka makan bersama walau gadis itu masih saja kikuk jika berdekatan dengannya. Tapi harus disuruh atau ditawari terlebih dahulu baru Nada akan ikut makan.

Pernah satu kali karena terlalu lapar dan makanan yang tersaji adalah makanan kesukaannya, ia lupa mengajak Nada. Alhasil gadis itu tidak ikut makan dan memilih menyelesaikan pekerjaannya. Ia merasa Nada terlalu bersikap sopan dan menjaga jarak. Seolah melanggar norma jika hubungan antara tuan dan bawahan akrab bagai teman lama yang tak ada jarak.

Sekarang hari minggu dan menjadi pemandangan tidak biasa untuk dirinya sendiri karena masih berada di apartment tapi aneh ia menikmatinya. Leyeh-leyeh di atas karpet menonton tv sembari memakan puding coklat buatan Nada, ternyata menyenangkan juga. Hal yang dulunya ia anggap tak berguna dan membosankan. Dulu ia selalu beefikir waktu adalah uang. Jadi saat ia bersantai barang sejenak uang-uang nya akan hilang dan menjadi milik orang lain.

Mata Edward sedikit melenceng dari televisi ke arah balkon dimana Nada tengah berkutat dengan tanaman-tanamannya. Entah apalagi yang sedang gadis itu tanam. Tangannya kotor dengan tanah serta tidak memakai sarung tangan tapi ekpresinya bisa sesantai itu.

Ajaib. Edward sendiri akan langsung mencuci tangan atau setidaknya memakai hand sanitizer bila menyentuh debu atau sesuatu yang kotor.

"Apa itu?" Nada mendongak saat Edward menjulang tinggi di sampingnya.

"Lidah mertua."

"Hah?"

"Tanaman lidah mertua Pak." Edward sedikit menyingkir saat Nada bergerak untuk memindahkan satu pot lidah mertua yang sudah ia bersihkan.

Pra-NadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang