3. Balas Dendam

182 52 3
                                    

"Menurut kalian gue harus gimana?" tanya Livia di saat ia dan yang lain bersantai di ruang tengah. "Gue nggak yakin Kak Lutvi sama teman-temannya itu bakal lupain kejadian sore tadi."

"Cuek aja, yang penting kan lo udah minta maaf," jawab Andin, meraih toples isi kacang telur dari meja.

"Setahu gue, yang namanya Lutvi sama Varis kan anaknya rusuh. Gue yakin mereka bakal bales dendam sama Livi besok," ujar Hera yang selonjoran di sofa panjang. Tangannya memegang majalah masak tapi matanya mengarah ke layar TV.

"Cowok yang satu lagi siapa, Liv?" tanya Nessa. Ia dan Maya duduk di karpet di bawah Hera, memakan keripik kentang dari bungkus yang sama.

Livia mengedik. "Gue pernah sih lihat dia beberapa kali jalan sama Kak Lutvi di sekitaran sekolah. Dia bukan anak OSIS atau anak basket. Ya tapi dia kelihatan paling galak walau awalnya diam aja."

Dian tiba-tiba tertawa. "Gue tahu! Tuh anak pasti Rezha. Temen Lutvi yang tampangnya jayus siapa lagi kalau bukan dia."

"Rezha? Kayaknya gue pernah tahu," gumam Maya, berpaling dari TV untuk menatap Dian. "Dia yang jadi bassis di acara pensi tahun lalu itu bukan?"

"Kayaknya sih, nggak terlalu ingat gue."

"Kalau Kak Rezha sih emang pendiam. Mukanya sebenarnya lumayan, tapi orangnya emang nggak banget sih. Kebetulan dia pernah deket sama anak PMR. Jadi gue tahu aja," terang Maya. Ia memang sempat aktif di regu PMR selama kelas 10 kemarin.

"Terus gue mesti gimana biar aman?" keluh Livia, menyandarkan punggung ke sandaran sofa. "Di, lo punya saran buat gue nggak?"

"Gimana pun gue rasa lo nggak bakal aman," jawab Dian, seketika membuat Livia menegakkan lagi punggungnya. "Mereka itu tipe-tipe cowok sok kuasa dan sok merasa megang peran penting di sekolah. Apalagi Varis, dia kan dikenal sebagai cowok paling rese sekelas 12. Doa aja deh, biar lo selamet."

"Ih, Dian kok gitu sih. Malah nakut-nakutin Livi," kata Nessa tak suka.

"Iya nih, bukannya bantu nyari solusi malah nyeremin," tambah Maya pula.

"Kenapa kalian heran?" Hera menyambung sebab Dian cuek saja. "Itu kan emang keahliannya dia," celetuknya panas.

***

"Namanya Livia Azalia. Biasa dipanggil Livi. Kelas 11 Bahasa Internasional-1. Tinggal bareng 5 sahabatnya di rumah nomor 219 nggak jauh dari sekolah," terang Endru yang dihadang Lutvi saat menapaki halaman depan gerbang. Kemarin Fiyan hanya menyebutkan nama Livia dengan enggan sehingga Endru yang pagi ini tertangkap mata Lutvi langsung dicegatnya.

"Livia Azalia?" Rezha ikut menatap Endru dan anak itu mengangguk.

"Mereka tinggal kos bareng apa gimana?" tanya Varis penasaran.

"Bukan, itu rumah punya keluarga Maya, salah satu dari teman Livia tadi. Rumah itu dulunya ditempatin kakaknya Maya sebelum pindah ke apartemen," jelas Endru. "Jadi orang tua Livia dan yang lain tuh sama-sama pengusaha yang punya bisnis besar. Mereka dulunya juga sahabat dan sampai sekarang masih bermitra dengan baik. Pokoknya denger-denger mereka nanam saham bareng gitu. Jadi ortu mereka sengaja menyatukan anak-anak mereka di sekolah yang sama, kelas yang sama, rumah yang sama. Diharapkan sampai tua nanti mereka bisa meneruskan jalinan bisnis secara kekeluargaan. Itu yang pernah gue ketahui."

"Aneh banget sih," komentar Lutvi sambil memandang gerbang. "Itu bukan mereka?" tunjuknya kala melihat Livia berjalan masuk dengan lima cewek lain di sekitarnya.

Permainan MingguanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang