14. Sebuah Pukulan

160 51 10
                                    

Sore sekitar jam setengah lima, Livia berencana kembali melakukan penyelidikan. Kebetulan sore ini adalah hari bebas dari segala kegiatan ekskul maupun kegiatan rutin asrama.

"Sori banget, May. Gue nggak bisa. Mending lo ajak Nessa aja deh, atau nggak Hera." Livia menolak ajakan Maya untuk menghadiri ulang tahun Bonnie, anak kelas sebelah yang dirayakan di kafe. Andin mengeluh sedang sakit perut, ia bilang akan tinggal di asrama saja daripada ikut acara makan-makan.

"Nessa nggak mau juga. Katanya lagi nggak selera makan belakangan ini. Nggak tahu deh, tingkahnya makin hari makin aneh aja," ujar Maya prihatin, membuat Livia ikut memikirkannya. "Kalau Hera sih udah jelas nggak datang. Pacar Bonnie si anak IPS itu kan dulu pernah ada hubungan sama dia pas awal kita masuk Jakava. Yang diputusin Hera karena ketahuan selingkuh itu, lho."

"Ooh, benar juga." Livia mengangguk kecil.

"Emang lo mau ngapain, sih? Masa kita berlima diundang yang datang cuma gue aja?" Maya menatap Livia penasaran.

"Ada sesuatu yang mesti gue kerjain. Beneran maaf deh, May. Lo pergi bareng anak lain aja, ya? Ah, itu dia Endru! Kayaknya dia mau pergi ke kafe juga," kata Livia lantas segera memanggil cowok itu. "Lo pasti mau pergi ke acara Bonnie, kan? Barengin Maya sekalian dong, Ndru."

"Boleh," Endru yang baru keluar dari halaman asrama cowok mengangguk. "Barusan Fiyan ngabarin udah nunggu gue di depan swalayan. Mending kita buruan, May."

"Bentar," cegah Livia saat nama Fiyan disebut. "Fiyan datang juga apa? Tumben. Gue kira dia nggak bakal tertarik sama acara ulang tahun anak kelas sebelah."

"Bonnie kan satu sekolah sama Fiyan sejak SMP. Mungkin karena itu dia mau datang," jawab Endru lalu tersenyum lucu pada Livia. "Makanya itu, mending lo ikut kami aja, Liv. Kalau tahu Fiyan datang, lo pasti berubah pikiran, kan?"

Livia nyaris mengumpat. Ia tahu selain cerita pada Rezha, Fiyan pasti juga bilang pada Endru soal kejadian siang itu. Cowok ember emang!

"Emang kenapa kalau Fiyan datang?" heran Maya. Ia memerhatikan wajah geli Endru dan wajah kesal Livia secara bergantian.

"Oh, ya jelas nggak kenapa-napa lah. Ya udah, silakan kalian berdua berangkat. Bisa-bisa Fiyan ngamuk kalau nunggu kelamaan. Gue juga mau pergi, ada urusan. Bye!" Bergegas Livia menuju gerbang asrama daripada Maya tahu lalu ikut menggodanya.

"Sial, gue nggak nyangka kalau si cecunguk itu malah bakal datang ke acara Bonnie," dumal Livia seraya melangkah menuju salah satu bangku taman di jalur dekat kolam ikan. "Kan nggak lucu kalau gue tiba-tiba bilang mau ikut ke kafe. Entar Endru tambah percaya kalau gue naksir Fiyan. Najis! Tahu gini tadi mending gue tanya Maya aja Nessa lagi di mana. Gue kan mesti dapetin penjelasan juga dari dia."

"Eh, Tuyul! Ngapain ngomong sendiri?" tegur Lutvi. Tampaknya ia habis bermain basket dari lapangan sekolah. Seperti biasa, Varis juga ada di sampingnya. "Kalau lo nyariin Rezha, sayang banget dia nggak ada. Palingan dia lagi ketemuan sama ceweknya."

"Siapa yang nyariin Kak Rezha?" kilah Livia walau tebakan Lutvi benar adanya. "Udah deh, ngapain pada berhenti di sini? Balik sana ke asrama! Pada mandi dulu, oke? Bau keringat juga, sok-sok nyamperin cewek segala."

Varis dan Lutvi tertawa mendengar ucapan jujur Livia. Akan tetapi bukannya pergi, mereka malah mulai lagi dengan sikap isengnya.

"Lo nggak punya cowok, kan? Kalau gue mau ngisi lowongan gimana?" kata Varis disertai nyengir jail khasnya. "Gue bisa banget bikin lo move on dari tetangga teman lo yang sekarang udah punya pacar itu."

"Sori, nggak selera!" balas Livia, menahan kejengkelan yang membara. Ia paling tidak suka digoda perihal tetangga Maya. Sama sekali tidak lucu menurutnya. "Pergi sana ah, Kak Varis! Gue jadi bete nih! Punya bakat kok bikin mood bagus orang jadi bubar. Pergi, pergi!" Livia mendorong-dorong punggung Varis dengan kesal. Untunglah cowok itu kali ini langsung menurutinya.

Permainan MingguanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang