10. Jepit Yang Hilang

145 51 7
                                    

Paginya di bandara Soekarno-Hatta, anak-anak kelas 11 dan sebagian anak kelas 12 sudah siap naik pesawat. Beberapa guru juga sudah tampak, salah satunya Bu Yuni. Rombongan anak kelas 10 dan sebagian lain anak kelas 12 akan diberangkatkan pada penerbangan berikutnya. Nantinya mereka akan turun di bandara Adi Sutjipto, Yogyakarta, kemudian naik bus yang sudah dipersiapkan ke Temanggung.

"Liat aja, kita bahkan dikirim ke kota yang nggak ada bandaranya," celetuk Hera ketika mencari nomor tempat duduk di dalam pesawat.

"Bukannya nggak ada," Maya berkomentar. "Gue baca di internet katanya di sana udah dibangun bandara sejak beberapa tahun lalu, cuman masih dalam tahap percobaan kali. Mungkin juga masih dalam proses pengembangan, nggak banyak info yang bisa gue baca."

"Dari hasil penelitian gue, udara di Temanggung dingin. Daerah pegunungan sih, jadi nggak panas kayak di Jogja atau Semarang," sambung Andin. "Harusnya gue beli jaket lebih banyak kemarin. Gue cuma bawa tiga potong."

"Wah, kenapa tempat duduk gue nggak sebaris sama kalian?" keluh Livia saat kursi teman-temannya sudah ketemu. Ia memeriksa lagi nomor kursinya. Ternyata ia berada di deretan dekat sebagian anak kelas 12, bersama beberapa teman sekelasnya yang lain. Andin dan Nessa tertawa melihat Lutvi dan Varis ada di dekat tempat Livia.

"Woo, gue kirain kursi sebelah gue punya siapa dari tadi dilewatin orang melulu. Ternyata tempat lo ya? Gimana bisa lo nyasar ke kalangan kakak kelas?" sapa Varis begitu Livia datang.

"Mana gue tahu? Tanya aja sama yang di atas," jawab Livia sebal.

"Oke, bentar lagi kan kita mau lepas landas nih. Jadi entar pas udah di atas awan gue mesti tanya siapa?" kata Varis lagi, hingga Lutvi di sisi lainnya tertawa.

"Otak Kak Varis belum diservis, ya? Ke bengkel dulu sana!" Livia meliriknya tanpa selera.

"Eh, Tuyul!" panggil Lutvi. "Gue denger, tadi malam lo nginep di rumah Rezha. Ehem! Semalem ada kejadian apa?"

Seketika Livia menyorotnya waspada. "Kayaknya otak anak-anak kelas 12 udah pada nggak beres, ya. Tobat, Kak. Ingat sama yang di atas. Jangan ketawa! Maksud gue yang di atas tuh Yang Kuasa!" serunya kala dua cowok itu malah ngakak.

"Zha, ni anak lucu juga. Kalo dijadiin gantungan kunci pasti nggak ngebosenin," kata Lutvi pada Rezha yang duduk di barisan seberang, dekat jendela.

"Kalau lo tertarik lo simpan aja di saku. Entar sewaktu-waktu dibutuhin ngelawak lo tinggal keluarin deh," sahut Rezha cuek saja. Agaknya kejadian kemarin siang sama sekali tak memengaruhinya untuk bersikap lebih ramah pada Livia.

"Udah deh, mendingan Kak Varis sama Kak Lutvi tenang. Emangnya mau nanti pesawat jadi oleng karena tingkah usil kalian?" omel Livia lalu berpaling ke arah lain. Namun Lutvi dan Varis terus saja menggodanya. Hingga pramugari memberi pengumuman bahwa pesawat akan segera lepas landas, baru lah mereka mau diam.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Permainan MingguanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang