"Liviii, HP lo bunyi!" seru Nessa dari sofa depan TV. "Ada yang mau nelpon nih!"
"Siapa?" Livia yang sedang berada di kamar mandi dekat dapur menyahut.
"Nggak tahu! Nomor asing!" jawab Nessa usai melihat deretan nomor di layar.
Karena Livia tak juga keluar sementara nomor itu terus saja menghubungi, akhirnya Nessa mengangkat telepon itu. "Halo?" sapanya usai mengecilkan volume lagu Alan Walker yang tengah diputarnya begitu kencang.
"Livia ya?"
"Oh, bukan. Livi-nya lagi ke kamar mandi. Ini siapa? Kalau ada pesan bilang aja, kayaknya Livi masih lama."
"Bilangin, ini dari kapten tim basket SMA Jakava."
"APA???" jerit Nessa seketika.
"Siapa?" tanya Livia yang baru saja muncul sambil mengelap tangannya dengan handuk kecil. "Bokap gue, ya?"
"Bukaan. Ini dari kapten tim basket Jakava. Kak Lutvi," jawab Nessa, agak menjauhkan ponsel dari wajahnya.
"APA??!" pekik Livia tak kalah histeris. "Tutup! Matiin telponnya, Ness! Matiin cepetan!" serunya kelabakan. Tak sabar, ia merebut ponselnya dari tangan Nessa, memencet tombol merah, lantas membuatnya dalam mode terbang. "Gila! Dari mana tuh orang tahu nomor HP gue?"
"Padahal lo kan baru aja ganti nomor dua minggu yang lalu, Liv. Teman-teman sekelas aja belum banyak yang tahu," sahut Nessa, ikut heran. Ia baru mau mengeraskan volume lagu lagi saat tiba-tiba terdengar suara mirip isak tangis, sepertinya dari belakang rumah.
"Eh, apaan tuh? Lo denger suara itu kan, Ness?" bisik Livia usai meletakkan handuk ke gantungan dekat jendela. "Emang Andin sama Maya udah pada pulang, ya?"
"Belum, kok. Dari tadi belum ada yang balik," jawab Nessa, mulai ketakutan. Keempat lainnya memang sedang keluar rumah sejak sore tadi.
"Terus itu suara siapa?"
Nessa menggigit bibirnya saat Livia mendekat. "Tadi pas ganti lagu gue sempat denger pintu belakang kayak kebuka, gue pikir itu lo lagi mau buang sampah."
"Nggak kok, gue di kamar mandi aja. Tadi perut gue nggak enak makanya lama," bantah Livia. "Gue nggak terlalu denger suara di luar gara-gara nyalain kran. Cuman tadi emang kayak ada yang buka pintu belakang."
"Waduh, jangan-jangan maling!" seru Nessa mendadak. "Selain suara pintu, kayaknya ada suara lain juga di dapur. Tapi gue nggak begitu dengerin karena udah mutar lagu lagi."
"Aduh, Ness. Kenapa nggak lo periksa tadi? Gimana kalau emang maling coba?" Livia mendecak kesal.
"Ya gue pikir kan lo dari kamar mandi terus langsung ke dapur gitu," Nessa membela diri. "Lagian kenapa sih yang lain pada belum pulang? Mana udah mau jam tujuh juga. Ini kan bukan malem minggu."
Saat keduanya masih diliputi rasa takut dan khawatir, tiba-tiba terdengar derit suara pintu belakang dengan keras. Mereka saling memandang dengan raut tegang. Segera Livia mengambil sapu di pojok ruangan sementara Nessa meraih raket listrik dari atas lemari. Tanpa suara mereka berjingkat menuju dapur di mana pintu belakang berada.
Livia coba mengintip dahulu tapi kosong. Tak ada siapa-siapa di sana. Barang-barang juga kelihatan rapi di tempatnya.
"Mungkin kucing tetangga," bisik Nessa kemudian. "Kucing rumah sebelah kan suka banget main ke sini. Ah, atau jangan-jangan, Kak Lutvi CS mau neror lo, Liv."
"Nggak mungkin lah. Gue rasa mereka nggak sekurang kerjaan itu," ujar Livia yakin. "Tapi, suara yang barusan mirip orang nangis, kan? Apa mungkin hantu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Permainan Mingguan
Mystery / ThrillerJakava Story ~ Permainan Mingguan Jakava, sekolah elite khusus keturunan Jawa yang sukses di Jakarta, dikabarkan bakal pindah gedung dan para murid akan diasramakan ke pelosok Jawa Tengah. Penolakan besar sudah pasti terjadi. Akan tetapi, kepindahan...