ˢᵉᵖᵘˡᵘʰ, ʰᵒᵖᵉˡᵉˢˢ ᵖᵗ 3.

130 15 0
                                    


Author's pov.

.
.
.

Setelah kalimat singkat yang diucapkan Jeno, anak-anak Manuver hanya bisa pulang ke rumah masing-masing dengan tangan kosong.

Mereka tahu kalau memang Jeno pergi dan sampai memberitahu mereka untuk tidak menelponnya, maka itu urusan harus Jeno selesaikan sendiri.

Walaupun sebenarnya, Jeno sangat memerlukan bantuan.

.
.
.

Mobil sedan hitam baru saja masuk ke dalam kawasan perumahan Gang-Do. Perumahan ini sudah sangat tua, dan banyak rumah yang kosong dan tidak terawat.

Jalannya yang telah rusak juga mewarnai kesuraman kawasan perumahan ini. Hari yang mulai gelap membuat segalanya menjadi lebih mengerikan.

Di ujung jalan perumahan terdapat sebuah rumah bewarna putih, dengan lumut yang sudah menggerogoti warna tersebut. Semak belukar begitu tinggi, hampir mencapai ukuran pinggang orang dewasa. 

Mobil sedan itu berhenti di depan rumah tersebut. Pintu mobil kemudian terbuka, menampakkan seorang laki-laki tinggi dengan baju serba hitam. Ia juga memakai topi dan masker dengan warna senada, itu Jaemin.

Namun, kali ini dia tidak sendiri. Jiho turun, tatapan tajam matanya mengarah ke sekitarnya. Berbeda dengan Jaemin yang menutupi identitasnya, Jiho malah terang-terangan menampilkan wajahnya.

"Jadi ini tempat mereka nyekap si bangsat itu?"sahut Jiho, sambil menatap malas ke arah Jaemin yang sedang berusaha membuka gerbang.

"Ya,"balas Jaemin singkat, yang kemudian menoleh ke Jiho karena gagal membuka gerbang geser yang sudah berkarat itu.

"Lemah,"gumam Jiho, kemudian ikut membantu Jaemin untuk menggeser gerbang itu.

Tapi mereka berdua terdiam, karena gerbang itu sama sekali tak bergeming. 

Jiho kemudian memegang bagian pagar itu, lalu menarik tubuhnya ke atas. "Emm.. mending manjat aja, buang-buang waktu,"ucapnya pada Jaemin yang masih berada di bawah.

Jaemin tak membalas perkataan Jiho, dan langsung memanjat di sebelah Jiho. Mereka berdua lalu mendarat dengan mulus di dalam pekarangan rumah itu.

"Pas lo ke sini malem-malem, gerbangnya kebuka?"tanya Jiho.

"Iya, kan ada mereka. Karena sekarang mereka pada pulang, yah jadi gini,"angguk Jaemin.

"Oh..jalan duluan, gue gatau tempat ini,"suruh Jiho.

Jaemin kemudian berjalan mendahului Jiho, sambil mendorong rumput-rumput tinggi yang menghalangi jalan, lalu menginjaknya. 

Sesampainya di depan pintu rumah, Jaemin mengeluarkan sebuah kunci untuk membuka pintu tersebut.

Keadaan rumah sudah sangat menyeramkan, penerangan sangat minim. Debu sudah menyatu dengan udara di dalam rumah itu.

Jaemin kemudian berjalan ke garasi, tempat Jeno disekap. Ia sekali lagi membuka pintu yang menghubungkan ke garasi.

Keadaan ruangan itu cukup gelap, hanya ada ventilasi yang membiarkan cahaya masuk. Hari yang sudah senja membuat cahaya yang masuk menjadi sangat minim.

"Hoho,"sahut Jiho terkekeh ringan mengejek, saat ia melihat Jeno yang tak berdaya.

Jiho kemudian masuk duluan, mendahului Jaemin. Ia berjalan memutari Jeno, sambil menyeringai gila.

Jeno membuka matanya, tapi pikirannya tak sepenuhnya bersamanya.

Jaemin melihat mereka dari jauh, bersandar di sebelah pintu. Sekali lagi, ia melihat luka Jeno bertambah banyak, serta luka tangannya dengan darah yang merembes keluar dari perban kotornya.

Manuver. [Nomin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang