14. hadiah

21 22 2
                                    

Saat ini aku sedang berada di jalan raya dengan motor mio tua berwarna hijau. Itu bukan motor baru ku, melainkan motor milik bibi ku yang jarang dipakai, jadi aku pinjam deh. Kondisi kakiku sedikit lebih baik  daripada kemarin, sehingga aku mampu untuk mengendarai sepeda motor. Aku mengenakkan motor milik bibi ku ini, karena motor ku masih berada di bengkel.

Aku melajukan motor ku dengan sedikit agak cepat, itu karena jam di pergelangan tangan ku sudah menunjukkan jam tujuh kurang lima belas menit, yang artinya bel tanda masuk akan segera berbunyi. Pagi tadi aku telat bangun, dan kupikir aku akan telat ke sekolah jika harus naik angkot, dan untungnya bibiku berbaik hati dengan meminjamkan motornya.

Sekitar lima menit kemudian, aku sudah sampai di parkiran depan sekolah. Aku langsung mencopot kunci motor ku, dan melepaskan helm yang melekat di kepala ku, lalu menaruhnya di spion sebelah kanan. Aku segera berjalan menuju sekolah, karena bel tanda berbunyi sudah berkumandang.

Saat aku sudah mendekati gerbang sekolah, aku melihat sudah ada guru Terkiller yang berdiri di depan gerbang, laksana malaikat yang sedang menjaga pintu neraka.

“ AYO CEPAT LARI! JANGAN JALAN! JANGAN JALAN KAYAK FASHIONSHOW! “ teriak guru killer tersebut kepada siswa yang masih berada di luar sekolah “ CEPET! CEPET! CEPET! JANGAN LELET! “ guru killer tersebut lalu melihat ke arah ku “ CEPET LARI! LELET BANGET SIH “

‘ lari endasmu! Lu gak tau kondisi kakiku gue sih, jalan aja susah, apalagi lari ‘ umpat ku dalam hati, dan sedikit mempercepat langkahku agar tidak mendapat ocehan dari orang itu lagi.

Tidak hanya guru killer tadi yang menjaga gerbang sekolah, tapi, beberapa pengurus OSIS juga sudah ada di sana, Salah satunya Elisa. Tapi, dia tidak terlihat seperti penjaga pintu neraka, melainkan seperti bidadari surga.

“ surga dan neraka itu memang benar-benar ada “ aku bergumam kecil. Aku tersenyum kepada Elisa, sebelum melewati gerbang sekolah itu.

“ Wisnu “ sebuah suara berhasil menghentikan langkah ku, dan membuatku memutar tubuhku untuk menghadap orang yang memanggilku tadi.

“ iya, kenapa? “ tanyaku pada orang yang memanggilku tadi. Orang itu adalah pengurus OSIS kelas sebelas yang bernama hafizah. Aku mengenal mbak hafizah karena selain dia pengurus OSIS, dia juga salah satu dewan PMR.

“ jaketnya dilepas kalo udah di dalem sekolah “ jawab mbak hafizah memperingati.

Aku mengernyit. Aku baru tau ada peraturan semacam itu. Lalu, aku melepas jaket Jenas milikku dan menentangnya.

“ nah gitu dong “ ujar mbak hafizah, setelah melihat ku melepas jaket “kamu tetep keliatan ganteng kok, biar gak pake jaket juga “

“ saya mah gak pake baju juga tetep ganteng mbak“ balasku, dengan nada dibuat seperti orang yang sedang menyombongkan diri.

Mbak hafizah menggeleng pelan “ohiya, kamu kenapa hari minggu gak dateng? “

Dada ku terasa sakit seketika, saat mendengar pertanyaan dari mbak hafizah tadi. Entah kenapa hatiku terasa sakit ketika mendengar pertanyaan itu. Elisa juga terlihat terkejut mendengar pertanyaan dari mbak hafizah tadi. Aku berusaha untuk melupakan semua tentang lomba itu, meskipun terasa berat, hingga membuatku tidak bisa tidur semalam hanya karena hal itu. Kenapa mbak hafizah menanyakan itu, Disaat aku ingin melupakan lomba tersebut, dan juga tidak ingin membicarakan tentang kejadian Jumat kemarin.

“ saya ke kelas dulu “ ujarku, lalu melenggang pergi meninggalkan tempat itu dan pertanyaan tadi.

                              *****

LOMBATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang